HEADLINE: Selain D614G Ada Mutasi Virus Corona Q677H di Indonesia, Lebih Berbahaya?

Enam bulan setelah diumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia, peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyatakan adanya temuan mutasi virus Corona baru di Tanah Air, Q677H.

oleh Dyah Puspita WisnuwardaniBenedikta DesideriaFitri Haryanti Harsono diperbarui 08 Sep 2020, 00:02 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2020, 00:02 WIB
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Liputan6.com, Jakarta Enam bulan setelah diumumkannya kasus pertama COVID-19 di Indonesia, peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur menyatakan adanya temuan mutasi virus Corona baru di Tanah Air, Q677H.

Pakar biomolekuler yang juga ilmuwan Unair, Profesor Ni Nyoman Tri Puspaningsih, menemukan tipe Q677H, sebuah strain SARS-CoV-2 yang berbeda dari tipe yang belakangan hangat diperbincangkan D614G.

"Jadi selain mutasi D614G, ada istilahnya bukan virus khas Surabaya tetapi ada strain virus yang baru ditemukannya di Surabaya. Mutasi tipe Q677H sama seperti tipe D614G yang sekarang sedang dibicarakan di berbagai negara atau secara internasional," ujar Ni Nyoman di Surabaya, Selasa, 1 September 2020, mengutip Antara.

Mutasi Q677H memang baru-baru ini ditemukan dari hasil sampel pasien COVID-19 yang ada di ibu kota Jawa Timur itu. Dari temuan awal, peneliti Unair mengamati proses mutasi virus Corona Q677H ditemukan di lokasi protein spike yang sama dengan mutasi D614G. Dalam hal ini, lokasi yang sama tersebut terjadi perubahan asam amino.

"Sampai saat ini, kami masih meneliti lebih lanjut mutasi virus Corona Q677H. Ya, masih progress," ujar Ketua Insitute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga Maria Lucia Inge Lusida saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Senin (7/9/2020).

Inge melanjutkan, mutasi Q677H sudah masuk dalam basis data GISAID Initiative--basis data global virus influenza--yang juga ditemukan di beberapa negara Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan India.

"Q677H sudah ditemukan di negara lain. Lalu bukan berarti mutasi virus Corona Q677H ini disebut sebagai virus khas Surabaya. Maksudnya, baru pertama kali ditemukan di Surabaya," jelas Inge.

Infografis Waspada Mutasi Virus Corona D614G dan Q677H. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Waspada Mutasi Virus Corona D614G dan Q677H. (Liputan6.com/Abdillah)

Simak Juga Video Menarik Berikut:

Mutasi Virus Q677H Ditemukan Mei 2020

Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)

Mutasi virus Corona Q677H rupanya sudah ditemukan pada Mei 2020. Kode virus tersebut ditemukan bersamaan dengan adanya temuan mutasi virus Corona D614G.

Nyoman menyebut, awal penemuan Q677H tersebar di enam negara, termasuk Indonesia, tepatnya di Surabaya. Namun, tidak hanya di Indonesia, mutasi virus Q677H telah berkembang di 24 negara.

"Ini tentu menarik, dari enam negara pada bulan Mei 2020. Kemudian sekarang berkembang menjadi 24 negara. Lokasi mutasi Q677H bersamaan dengan lokasi mutasi yang sama dengan D614G," lanjutnya.

"Artinya, di lokasi protein spike (yang berbentuk seperti paku-paku) ada dua muatan yang saling berdekatan dan juga dekat dengan protein sel inang manusia. Mereka membantu memotong spike itu menjadi dua sub unit, yakni Spike (S1) dan Spike 2 (S2)."

Lantas apakah dengan adanya penemuan Q677H di lokasi yang sama membuat kecepatan penularan serupa dengan D614G? 

Menjawab pertanyaan tersebut Inge menuturkan bahwa tim masih melakukan kajian. "Tim peneliti berupaya melakukan blocking di daerah lokasi mutasi. Soal Q677H dan D614G mana yang lebih menular, kami belum bisa menginformasikan," jelasnya.

"Ya, karena mutasi Q677H baru ditemukan. Jadi, perlu diteliti lebih lanjut pola interaksi protein-protein antara protein sel inang dengan protein virus."

Sementara, Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr.rer.nat Wien Kusharyoto, merujuk pada data GISAID, mengatakan strain Q677H pertama kali ditemukan di Inggris dan hingga hari ini, Senin (7/9/2020) baru tercatat 105 kali temuan, bertambah 6 dari 99 temuan dalam beberapa hari terakhir.

"Sudah ditemukan 105 kali termasuk yang di Surabaya dan sudah ditemukan di 19 negara. Pertama kali di Inggris, lalu terakhir ditemukan di Belanda pada Agustus 2020," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Senin (7/9/2020).

Wien memperkirakan, temuan 105 kali itu jika dipersentasekan sekitar 0,1 persen dari seluruh virus Corona baru yang dilaporkan ke GISAID. Sementara, D614G per hari ini menunjukkan kenaikan menjadi 79,4 persen.

"D614G yang sudah naik lagi persentasenya menjadi 79,4 persen. Jadi sudah 4/5 dari seluruh virus yang ada di GISAID itu membawa mutasi tersebut. Sudah ditemukan di 107 negara," ucap Wien.

Artinya, jika melihat data yang ada, perkembangan strain Q677H tidak secepat D614G, meski keduanya sama-sama ditemukan di lokasi protein spike yang sama.

Mengenai daya penularan strain Q677H, Wien mengatakan, sejauh ini belum ada studi yang secara khusus mempelajari pengaruh dari mutasi tersebut.

"Yang jelas sejauh ini belum ada studi yang secara khusus mempelajari pengaruh dari mutasi itu, misalnya terhadap efek infektivitas atau kemampuan virusnya dalam menginfeksi. Juga terkait misalnya dalam konteks nantinya dalam pengembangan vaksin, belum ada," jelasnya.

Bahkan Wien juga kembali mengingatkan bahwa strain D614G yang disebut-sebut memiliki daya infeksi 10 kali lebih cepat itu pun baru sebatas temuan di laboratorium. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya dalam konteks infeksi alami. 

Sifat Virus Bermutasi

Fakta Penyebab Kematian Pasien Covid-19 dan Trombosis yang Ramai di Medsos
Gambar ilustrasi diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Food and Drug Administration AS menunjukkan Virus Corona COVID-19. (US Food and Drug Administration/AFP)

Kajian terhadap interaksi protein spike mutasi virus Corona Q677H juga masih dilakukan peneliti Unair. Data mutasi Q677H pun masih sedikit sekali diperoleh karena temuan yang ada di Indonesia baru dari Surabaya saja.

"Kalau mutasi D614G kan 77,5 persennya ada di database GISAID. Artinya, keberadaan strain virus ini sudah ada di mana-mana. Tepatnya hampir 80 persen dari semua virus yang sudah terdata. Jadi, ini menunjukkan D614G menyebar cepat," tambah Nyoman.

"Untuk mutasi Q677H karena baru ditemukan masih akan dipelajari dulu. Kami juga akan mengkaji interaksi protein dan pemodelan yang ada berdasarkan motif pemotongan protein terhadap spike. Mengingat data dari Indonesia masih sedikit di GISAID, sehingga belum bisa memberikan kesimpulan."

Nyoman juga menerangkan bahwa virus akan sering bermutasi agar lebih bisa bertahan terutama di sel manusia. "Ini hal yang alamiah untuk mutasi virus."

Awalnya SARS-CoV-2 ini berasal dari hewan, khususnya dekat dengan strain-nya virus Sars-CoV-2 dari kelelawar. Terjadi mutasi virus sehingga bisa menginfeksi manusia. 

 

Mutasi Virus Tidak Dipengaruhi Banyaknya Kasus Konfirmasi Positif

Temuan mutasi virus Q677H di Surabaya mengingatkan bahwa di wilayah ini termasuk tinggi kasus konfirmasi positif. Namun, kecepatan mutasi virus tidak diukur dari banyaknya kasus di suatu wilayah. 

"Kecepatan mutasi tidak diukur dari banyaknya kasus positif. Kalau ingin mengetahui penularan yang lebih cepat, perlu dilihat data penelusuran kontak (contact tracing). Kemudian bandingkan persentase positif dari pembawa ke pembawa (antar individu dalam penelusuran kontak)," jelas peneliti biomolekuler Ahmad Utomo kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Senin (7/9/2020).

Menyoal kemunculan mutasi virus Corona, pakar mikrobiologi Universitas Indonesia Pratiwi Sudarmono menyampaikan, mutasi dipengaruhi adanya sifat RNA virus Corona. RNA virus Corona punya sifat yang berubah dengan cepat. Perubahannya bisa terjadi setiap menit.

Seperti pada virus Corona D614G, Pratiwi menerangkan mutasi terjadi pada bagian protein spike yang menjadikannya lebih stabil. Bagian tersebut punya kekuatan menginfeksi virus ke sel, sehingga virus lebih mudah menular tapi bukan lebih ganas.  

“Bukan lebih ganas ya, banyak yang salah, karena itu (ganas) biasanya terkait dengan perjalanan sakit pasien,” terang Pratiwi.

Pratiwi juga menjelaskan untuk mengetahui seberapa penyebaran mutasi virus Corona Q677H perlu dilakukan penelitian yang lebih meluas lagi.

"Kita mesti lihat sequencing, berapa banyak mutasi virus Q677H atau berapa banyak juga mutasi D614G. Kita bisa belajar bagaimana kecepatan penularan, apakah menular dengan cepat atau tidak. Apakah kondisi pasien menjadi terlalu berat dan seterusnya," lanjut Pratiwi.

"Tapi selama masih sporadis seperti ini, kita baru mendeteksi adanya mutasi saja. Tapi belum bisa membuktikan apakah mutasi itu kiranya akan menyebabkan perubahan yang drastis atau berbahaya luar biasa dari karakter virus itu sendiri."

Lebih lanjut, Pratiwi menekankan, saat ini belum dapat disimpulkan terkait seberapa potensi penyebaran mutasi virus Corona Q677H.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya