Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) hingga 75 persen mulai 18 Desember hingga 8 Januari 2021.
Selain itu, Luhut juga meminta agar Anies Baswedan membatasi jam operasional hingga pukul 19.00 WIB.
Baca Juga
Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berpendapat bahwa kebijakan tersebut tidak akan berpengaruh besar karena kasus COVID-19 sudah menyebar.
Advertisement
“Sekarang mau diketatkan atau apa tidak berpengaruh juga, sudah melebar tidak jelas, kebijakannya kan bertele-tele tidak terukur, tiba-tiba bikin ini,” ujar Agus kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (16/12/2020).
Agus menambahkan, kebijakan ini dapat membuat bingung publik. Ia memberi contoh, ketika masyarakat sudah memutuskan untuk berlibur dan telah beli tiket, tiba-tiba ada larangan untuk pergi.
“Jadi kebijakan ini membuat bingung publik."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Tidak Yakin akan Efektif
Terkait efektivitas kebijakan Luhut, Agus mengaku tidak yakin. Di sisi lain, kebijakan lockdown menurutnya akan lebih efektif jika dilakukan sejak awal pandemi.
“Soal efektivitas saya tidak yakin akan efektif karena sudah terlanjur. Dari awal saya setujunya lockdown.”
Agus menambahkan, sejak Maret ia telah mengatakan bahwa pandemi tidak bisa didobel dengan ekonomi. Dengan kata lain, pandemi seharusnya ditangani secara menyeluruh dan setelah selesai maka kegiatan ekonomi bisa dilanjutkan.
“Tapi kebijakan kita PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), ekonomi tetap jalan ya jadinya begini hampir sepuluh bulan tidak beres-beres,” katanya.
Menurutnya, langkah terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah mengikuti protokol kesehatan. Hanya saja, aturan-aturan tersebut tidak disertai sanksi tegas.
“Sanksi kan harus ada di Perda (Peraturan Daerah) dan Undang-Undang yang ada hanya DKI dan Jawa Timur.”
Advertisement