Peneliti: Vaksin COVID-19 Pfizer Kurang Efektif bagi Penderita Obesitas

Peneliti Italia menemukan bahwa petugas medis dengan obesitas hanya menghasilkan setengah dari antibodi atas respons dari suntikan dosis kedua vaksin COVID-19 Pfizer, dibandingkan dengan orang sehat.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mar 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2021, 15:00 WIB
Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)
Ilustrasi Vaksin Virus Corona COVID-19. (File foto: AFP / John Cairns)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 Pfizer yang dalam pembuatannya bekerja sama dengan BioNTech kurang efektif pada orang obesitas. Peneliti Italia menemukan bahwa petugas medis dengan obesitas hanya menghasilkan setengah dari antibodi atas respons dari suntikan vaksin kedua, dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.

Dilansir dari The Guardian, kendati masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan bagi kemanjuran vaksin COVID-19 Pfizer, bukti yang telah ditemukan pada kasus tersebut mengisyaratkan, orang dengan obesitas memerlukan tambahan dosis penguat untuk memastikan perlindungan yang lebih memadai dari COVID-19.

Aldo Venuti, dari Istituti Fisioterapici Ospitalieri di Roma dan timnya meniliti respons antibodi setelah pemberian dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech pada 248 petugas layanan kesehatan.

Hasilnya, tujuh hari setelah menerima dosis kedua vaksin COVID-19 Pfizer, 99,5 persen diantaranya telah menimbulkan antibodi. Respons antibodi ini lebih besar daripada orang yang telah pulih dari COVID-19. Namun, tanggapan tersebut tidak terjadi dengan optimal pada orang yang kelebihan berat badan dan obesitas.

“Obesitas adalah faktor risiko utama morbiditas dan mortalitas bagi pasien COVID-19, program vaksinasi yang efisien wajib direncanakan di subkelompok ini,” tulis Aldo dan timnya dalam penelitian tersebut.

“Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan, data ini mungkin memiliki implikasi penting untuk pengembangan strategi vaksinasi untuk COVID-19, terutama pada orang gemuk.” tambahnya.

Sementara itu profesor imunologi di Imperial College London Danny Altmann mengatakan indeks massa tubuh (body mass index/BMI) adalah predikator yang sangat besar dari respons imun yang buruk terhadap vaksin. Ia juga menegaskan populasi yang sudah divaksinasi tidak berarti memiliki populasi yang kebal, khususnya di negara dengan prevalensi obesitas tinggi. 

Simak Juga Video Berikut

Obesitas Tingkatkan Risiko Terpapar Virus

Gambar Ilustrasi Vaksin Virus Corona
Sumber: Freepik

Dalam penelitian sebelumnya yang dibuat oleh University of North Carolina dan Saudi Health Council serta World Bank disebutkan, obesitas meningkatkan risiko kematian akibat infeksi virus Corona hingga hampir 50 persen. Kelebihan lemak tubuh dapat menyebabkan perubahan metabolisme, seperti resistensi insulin dan peradangan yang membuat tubuh sulit melawan infeksi.

Kondisi peradangan tingkat rendah secara konstan dapat melemahkan respons imun tertentu termasuk yang diluncurkan oleh sel B dan T yang berfungsi memicu respons perlindungan usai divaksin. Dalam beberapa kasus, obesitas pun sering kali disertai kondisi medis lain yang mendasari, seperti penyakit jantung atau diabetes tipe 2 yang juga meningkatkan risiko terpapar virus korona. 

Sementara itu, penelitian yang dibuat oleh Altmann dan rekannya terhadap petugas medis Brazil menunjukkan bahwa, infeksi ulang dengan SARS-CoV-2 juga lebih umum di antara orang dengan BMI tinggi. Mereka cenderung memiliki respons antibodi yang lebih rendah terhadap infeksi aslinya.

 

Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi

Infografis

Infografis Pfizer vaksin mRNA Covid-19
Infografis Pfizer vaksin mRNA Covid-19
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya