Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi yang baru-baru ini dipublikasikan di The Lancet menyebutkan bahwa lansia lebih rentan untuk kembali terinfeksi COVID-19. Di sisi lain kebanyakan orang yang pernah terinfeksi akan terlindungi dari tertular lagi setidaknya selama enam bulan.
Dilansir dari Indian Express, pada 2020, sebagai bagian dari strategi tes PCR secara masif dan gratis di Denmark, sekitar 4 juta orang atau setara dengan 69 persen dari populasi menjalani pengujian COVID-19. Dengan menggunakan data uji PCR nasional dari tahun 2020 ini, para peneliti menyimpulkan hanya sebagian kecil orang (0,65 persen) yang mendapatkan hasil tes PCR positif untuk kedua kalinya.
Baca Juga
Infeksi COVID-19 sebelumnya telah memberi mereka yang berusia di bawah 65 tahun sekitar 80 persen perlindungan terhadap infeksi ulang. Sementara itu, untuk orang yang berusia 65 tahun ke atas, hanya memberikan perlindungan 47 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan mereka untuk kembali terinfeksi COVID-19 lebih tinggi.
Advertisement
Infeksi ulang memang jarang terjadi dan kekebalan pascainfeksi dapat bertahan setidaknya selama enam bulan. Kendati demikian, sejauh mana penularan COVID-19 memberikan perlindungan terhadap infeksi berulang masih kurang dipahami.
Simak juga video berikut
Lansia harus jadi prioritas
Temuan tersebut mengungkapkan pentingnya langkah-langkah untuk melindungi lansia selama pandemi, seperti meningkatkan jarak sosial dan memprioritaskan vaksin, bahkan bagi mereka yang telah pulih dari COVID-19. Penelitian juga menyarankan bahwa orang yang terkena virus tetap harus divaksinasi karena perlindungan alami terutama di antara lansia tidak dapat diandalkan.
“Orang lanjut usia juga lebih mungkin mengalami gejala penyakit parah dan sayangnya meninggal. Temuan kami menjelaskan betapa pentingnya menerapkan kebijakan untuk melindungi orang tua selama pandemi,” ujar Dr Steen Ethelberg dari Statens Serum Institut, Denmark.
“Mengingat apa yang dipertaruhkan, hasil tersebut menekankan betapa pentingnya orang-orang mematuhi tindakan yang diterapkan untuk menjaga diri mereka dan orang lain tetap aman, bahkan jika mereka telah terjangkit COVID-19,” tambahnya.
Ethelberg menambahkan penelitian ini juga dapat menginformasikan kebijakan yang berfokus pada strategi vaksinasi yang lebih luas dan pelonggaran pembatasan karantina wilayah.
Hingga 18 Maret 2021, menurut data WHO di Denmark sendiri kini jumlah kasus positif telah lebih dari 221.000 dan hampir 2.400 kasus kematian. Sementara secara global terdapat lebih dari 120 juta kasus konfirmasi positif COVID-19 dan angka kematian mencapai lebih dari 2,6 juta.
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Advertisement