Terdampak Pandemi COVID-19, Penanganan Tuberkulosis Bisa Mengalami Kemunduran

Terdampaknya penanggulanan tuberkulosis secara global akibat pandemi COVID-19, dikhawatirkan membuat dunia mengalami kemunduran dalam penanganan penyakit tersebut

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 23 Mar 2021, 15:33 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2021, 15:32 WIB
ilustrasi paru-paru/credit pixabay/kalhh
ilustrasi paru-paru/credit pixabay/kalhh

Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 dikhawatirkan membuat kemajuan yang dilakukan dunia dalam melawan tuberkulosis (TB), menjadi mundur beberapa tahun ke belakang.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa seharusnya, tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang di tahun 2030 ditargetkan dapat dieliminasi secara global.

Tjandra mengungkapkan bahwa di wilayah World Health Organization (WHO) Asia Tenggara, sudah ada kemajuan terkait penemuan kasus dari 2,6 juta pada 2015 menjadi 3,36 juta pada 2018.

"Keberhasilan pengobatan juga naik dari 79 persen menjadi 83 persen," kata dokter spesialis paru itu dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2021 pada Selasa (23/2/2021).

Selain itu, angka kematian akibat TBC di wilayah WHO Asia Tenggara juga menunjukkan penurunan kasus dari 758 ribu di 2015 menjadi 685 ribu pada 2018.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Terancam Pandemi COVID-19

Ilustrasi paru-paru/unsplash @averey
Ilustrasi paru-paru/unsplash @averey

Tjandra mengungkapkan bahwa di awal 2020, sebuah pertemuan di tingkat Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah menetapkan beberapa upaya dalam pemberantasan tuberkulosis.

"Ada targetnya. Seperti di dunia harus menemukan dan mengobati 40 juta orang, memberikan terapi pencegahan 30 juta, dan ada target tahun 2030 harus turun jumlah kasus baru," kata Tjandra. "Ini harusnya take off tahun 2020."

Namun, adanya pandemi COVID-19 membuat semua target penanganan tuberkulosis di dunia tersebut menjadi lebih sulit dan terancam untuk tercapai.

"WHO sudah membuat perkiraan, kalau masalahnya terus menerus tidak tertangani, keberhasilan yang sudah dijelaskan tadi bisa mundur. Bisa kembali ke situasi 2013 sampai 2016," kata Mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu.

 

Mengalami Kemunduran

ilustrasi paru-paru/credit pixabay/geralt
ilustrasi paru-paru/credit pixabay/geralt

Menurut Tjandra, kondisi ini dapat membuat dunia mengalami kemunduran hingga lima sampai delapan tahun ke belakang.

"Kalo ada gangguan penanggulangan TB gara-gara kita berkonsentrasi pada COVID terus-terusan, maka ada tambahan 190 ribu jumlah kematian di dunia, yang artinya tambahan 100 ribu di kawasan WHO Asia Tenggara."

Dia menambahkan, di 2018 terdapat 1,49 juta kematian akibat tuberkulosis yang seharusnya terus menurun setiap tahunnya. Namun akibat COVID-19, jumlah itu diperkirakan naik menjadi 1,85 juta pada 2020.

Tjandra mengatakan, pandemi secara umum berdampak pada penanganan tuberkulosis seperti penemuan kasus, laboratorium, suplai obat-obatan, pengobatan dan pengawasan, serta sumber daya manusia.

"Jadi memang kita tahu COVID-19 ini masalah penting, tapi kita mesti ingat kita punya tuberkulosis yang juga harus ditanggulangi," pungkasnya.

Infografis Waspada 5 Gejala Covid-19 pada Anak

Infografis  Waspada 5 Gejala Covid-19 pada Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Waspada 5 Gejala Covid-19 pada Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya