1 dari 9 Anak Alami Pernikahan Dini, Ini 4 Tantangan dalam Pencegahannya

Laporan Pencegahan Perkawinan Anak pada 2020 menunjukkan 1 (satu) dari 9 (sembilan) anak di Indonesia sudah menikah.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Jul 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi perkawinan anak
Ilustrasi perkawinan anak. (Ilustrasi: Pexels.com/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Laporan Pencegahan Perkawinan Anak pada 2020 menunjukkan 1 dari 9 anak di Indonesia sudah menikah.

Padahal, menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) banyak dampak negatif yang disebabkan dari perkawinan anak atau pernikahan dini, di antaranya hilangnya hak pendidikan dan hak tumbuh kembang.

Pencegahan perkawinan anak merupakan kerja bersama semua pilar pembangunan bangsa, termasuk peran anak itu sendiri demi menyadarkan masyarakat betapa perkawinan anak dapat merenggut masa depan anak yang cerah.

Menurut Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam upaya pencegahan perkawinan anak 4 di antaranya:

-Tidak semua anak memiliki resiliensi yang tinggi dan perilaku berisiko pada remaja.

-Langgengnya praktik perkawinan anak sebagai bagian dari tradisi dalam masyarakat.

-Belum optimalnya pelaksanaan peraturan yang mendukung pencegahan perkawinan anak.

-Belum optimalnya komitmen dan koordinasi layanan pencegahan dan penanganan perkawinan anak.

Simak Video Berikut Ini

Bentuk Kekerasan dan Eksploitasi Anak

Sementara itu, perwakilan End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, Rio Hendra mengatakan perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.

“Dalam kondisi pandemi saat ini, jumlah perkawinan anak justru meningkat di banyak daerah,” kata Rio mengutip keterangan pers KemenPPPA, Kamis (15/7/2021).

Selama 2020, angka permohonan Dispensasi Kawin yang diajukan memang memprihatinkan, tambahnya. Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag) pada 2020 permohonan Dispensasi Kawin yang masuk mencapai 65.302, atau meningkat 3 kali lipat dibanding tahun 2019.

“Beberapa alasan terjadinya perkawinan anak, khususnya anak perempuan, di antaranya alasan ekonomi, dampak belajar secara daring, pergaulan yang tidak semestinya dengan teman sebaya atau orang dewasa,” kata Rio.

Selain itu, nilai budaya serta perkawinan yang dilakukan secara terpaksa karena menjadi korban kekerasan seksual juga menjadi alasan tersendiri.

Arahan Presiden

Pencegahan perkawinan anak telah menjadi salah satu dari 5 (lima) arahan Presiden RI untuk KemenPPPA. Selain itu, pemerintah telah melakukan berbagai hal dalam melakukan upaya pencegahan perkawinan anak.

Upaya tersebut yakni meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak yang menjadi dasar kekuatan dan sistem dalam mencegah perkawinan anak.

KemenPPPA bersama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) juga telah meluncurkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang menjamin pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, salah satunya desa harus nol perkawinan anak, serta tengah menyusun Rancangan Peraturan Pelaksanaan (RPP) tentang Dispensasi Kawin yang akan mengatur pra Dispensasi Kawin hingga pendampingannya pasca Dispensasi Kawin.

Namun, pemerintah tidak bisa melakukan pencegahan perkawinan anak sendirian. Oleh karenanya, 4 (empat) pilar pembangunan bangsa harus dikuatkan dan ikut berperan bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak, yakni pemerintah, media, dunia usaha, dan masyarakat, termasuk anak.

 

Infografis Eksploitasi Seksual Anak

Eksploitasi Seksual Anak
Infografis eksploitasi seksual anak (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya