Perbedaan Gejala DBD dan COVID-19

Di era COVID-19 sebagian masyarakat acap kali kebingungan dalam membedakan gejala COVID-19 dengan penyakit lainnya seperti demam berdarah dengue (DBD).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 26 Agu 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2021, 16:00 WIB
Perbedaan Gejala DBD dan COVID-19 Menurut Ahli
Ilustrasi nyamuk penyebab DBD. Perbedaan Gejala DBD dan COVID-19 Menurut Ahli. Foto oleh Anuj dari Pexels.

 

Liputan6.com, Jakarta Di era COVID-19 sebagian masyarakat acap kali kebingungan dalam membedakan gejala COVID-19 dengan penyakit lainnya seperti demam berdarah dengue (DBD).

Menanggapi hal ini, perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menerangkan perbedaan gejala dari dua penyakit tersebut.

Menurutnya, dua penyakit tersebut sama-sama menimbulkan gejala demam. Namun, COVID-19 bisa datang tanpa demam melainkan gejala respirasi seperti batuk, sesak, anosmia, gangguan pernapasan, diare dan lain-lain.

Demam dengue itu kalau pada dewasa gejala respirasinya sangat sedikit, kurang dari 5 persen, mungkin 1 persen aja enggak nyampe. Artinya kalau datangnya hanya karena demam tanpa gejala respirasi tetap harus pastikan ada COVID-19-nya atau tidak,” ujar Erni dalam dalam konferensi pers ASEAN Dengue Day 2021 Kamis (10/6/2021) dikutip Kamis (26/8/2021).

Ia menambahkan, pemeriksaan untuk memastikan penyakit sangat dibutuhkan guna menentukan perawatan yang tepat.

Sedang, dari sisi usia, Erni mengatakan “DBD dan COVID-19 lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Pada anak-anak, walaupun ada kasus tapi tidak terlalu banyak.”

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pola Demam Berbeda

Lebih jauh, Erni menyampaikan, walaupun kedua penyakit tersebut dapat menimbulkan gejala demam, demam dengue dengan demam yang disebabkan COVID-19 polanya berbeda.

“Pola demam antara DBD dan COVID-19 berbeda. Pada demam dengue, fase demam itu terjadi akibat diremia, artinya di dalam darah ada virus yang beredar,” kata Erni.

Demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari, tambahnya.

''Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun tapi tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada DBD itu sulit diturunkan dengan obat turun panas.”

Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demam nya ada terus di dalam darah, imbuhnya.

Sedang, demam pada pasien COVID-19 bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan, dan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau).

''Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi.''


Sakit Kepala yang Khas

Erni menambahkan, pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.

“Ini bisa menjadi petunjuk bagi dokter agar tidak hanya memikirkan untuk melakukan tes usap tapi juga untuk memeriksakan hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan pemeriksaan NS1 protein virus dengue itu sendiri.”

Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah, pungkasnya.


infografis beda DBD dan Malaria

infografis beda DBD dan Malaria
Apa bedanya DBD dan Malaria?
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya