Menilik Perbedaan Klitih Dulu dan Sekarang

Kriminolog Haniva Hasna, M,Krim, menjelaskan terkait kasus klitih yang pada akhir 2021 mulai kembali marak terjadi.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 17 Jan 2022, 11:00 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2022, 11:00 WIB
Dua terduga pelaku klitih di Gunungkidul nyaris jadi bulan-bulanan massa. (Foto: Liputan6.com/Hendro Ary Wibowo)
Dua terduga pelaku klitih di Gunungkidul nyaris jadi bulan-bulanan massa. (Foto: Liputan6.com/Hendro Ary Wibowo)

Liputan6.com, Jakarta - Kriminolog Haniva Hasna, M,Krim, menjelaskan terkait kasus klitih yang pada akhir 2021 mulai kembali marak terjadi di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.

Menurutnya, klitih sendiri sebenarnya memiliki makna positif. Karena dalam bahasa Jawa, klitih memiliki arti kegiatan di luar rumah untuk mengisi waktu luang.

“Awalnya klitih merupakan istilah untuk remaja yang keluar rumah tanpa tujuan, lalu sebelum 2012 klitih mulai berubah menjadi perselisihan antar sekolah,” kata kriminolog yang akrab disapa Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, ditulis Minggu (16/1/20220.

Para pelajar yang umumnya laki-laki mencari musuh dengan datang ke tempat nongkrong atau di jalan. Bila yang ditemui bukan dari sekolah sasaran maka kekerasan tidak akan dilakukan.

Namun seiring berjalannya waktu, klitih berubah menjadi tindak kriminal. Pelaku klitih tidak lagi menyerang sekolah, tapi masyarakat secara umum dan acak.

Simak Video Berikut Ini

Klitih di Masa Kini

Saat ini, klitih dimaknai sebagai aksi kejahatan yang kebanyakan dilakukan remaja di jalanan pada malam hari. Perilakunya sudah mengarah pada kriminalitas.

Provokasi dapat menjadi faktor yang memengaruhi seorang remaja melakukan aksi klithih. Provokasi itu diperoleh di lingkungan sekolah melalui senior di geng sekolah kepada para juniornya untuk melakukan hal tertentu.

Aksi klithih saat ini muncul sebagai perilaku yang menyimpang dan juga berpotensi kejahatan karena dilatarbelakangi oleh keberadaan kelompok-kelompok remaja yang biasa disebut sebagai geng.

“Secara psikologis, kehadiran kelompok-kelompok atau geng ini memunculkan sebuah keinginan untuk diakui keberadaannya. Oleh karena itu, sangat relevan jika keberadaannya diimplementasikan dalam bentuk aktivitas fisik atau nyata sebagai ajang adu kekuatan. Salah satunya yakni dengan klithih.”

Motif Balas Dendam

Iva menambahkan, kebanyakan motif pelaku adalah balas dendam, rasa tidak suka, atau sekadar mencari-cari kegiatan sebagaimana makna asli dari klitih.

Para pelaku aksi klitih biasanya tidak segan melukai korban dengan cara membacok, memukul, atau menyerang menggunakan senjata tajam.

Berbeda dengan begal yang merampas harta korban, pelaku klitih biasanya cukup puas melihat korban terluka dan tidak berdaya. Mereka akan meninggalkan korban terkapar begitu saja.

Walau demikian, klitih kini semakin berkembang ke arah perampokan karena ada barang korban yang dirampas. Lebih jauh, klitih juga dapat mengakibatkan korban kehilangan nyawa.

 

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya