Takeda dan MSD, Kandidat Vaksin Dengue yang Diperkirakan Dapat Diakses Singapura Tahun Depan

Pada tahun depan Singapura kemungkinan memiliki akses ke vaksin dengue yang cocok untuk masyarakat baik yang sudah terinfeksi maupun yang belum.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Jun 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2022, 16:00 WIB
FOTO: Fogging Pemukiman Padat Penduduk Cegah DBD
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk memberantas perkembangbiakkan nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) di pemukiman padat penduduk, Jakarta, Rabu (18/5/2022). Menghadapi musim pancaroba yang menjadi perkembangbiakkan nyamuk Aedes Agypty penyebab penyakit DBD, warga melakukan fogging di wilayah padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Singapura kemungkinan memiliki akses ke vaksin dengue yang cocok untuk masyarakat baik yang sudah terinfeksi maupun yang belum pada tahun depan.

Raksasa farmasi Jepang Takeda baru-baru ini mengajukan kandidat vaksin dengue untuk disetujui di Eropa serta negara-negara endemis demam berdarah seperti Singapura dan mungkin Indonesia. Mengingat, Indonesia juga merupakan negara endemis penyakit dengue.

Menurut pakar penyakit menular Tikki Pang, saat ini, Dengvaxia adalah satu-satunya vaksin demam berdarah yang disetujui di dunia. Namun, vaksin ini hanya untuk mereka yang pernah mengalami infeksi sebelumnya.

Vaksin Takeda akan menjadi yang pertama mengatasi batasan ini jika diizinkan untuk digunakan.

“Mungkin dalam setahun Anda akan melihat Takeda (kandidat vaksin demam berdarah) disahkan di beberapa negara,” kata Profesor Pang yang merupakan profesor tamu di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Universitas Nasional Singapura mengutip CNA, Rabu (15/6/2022).

Dia berbicara kepada CNA setelah Takeda dan perusahaan lain MSD membuat presentasi tentang kemajuan vaksin mereka selama KTT Demam Berdarah Asia ke-5 yang diadakan di Singapura.

Menurut data dari uji klinis fase 3 yang diterbitkan lima hari lalu dan disajikan pada hari Selasa, Vaksin potensial Takeda, TAK-003, telah terbukti 84 persen efektif mencegah rawat inap akibat dengue. Vaksin ini juga 61 persen efektif menghentikan infeksi simtomatik.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kemajuan yang Sangat Penting

FOTO: Fogging Pemukiman Padat Penduduk Cegah DBD
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk memberantas perkembangbiakkan nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) di pemukiman padat penduduk, Jakarta, Rabu (18/5/2022). Menghadapi musim pancaroba yang menjadi perkembangbiakkan nyamuk Aedes Agypty penyebab penyakit DBD, warga melakukan fogging di wilayah padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Perlindungan dari vaksin sejauh ini telah berlangsung selama empat setengah tahun sejak diberikan.

Menurut Pang, ini adalah hasil yang menarik karena merupakan kemajuan yang sangat penting. Bahkan, ia menyebutnya sebagai evolusi menuju vaksin yang lebih baik dibandingkan dengan yang pertama.

Pang juga berharap bahwa kandidat vaksin MSD mungkin bisa tersedia dalam dua tahun.

“Itu akan menjadi langkah maju yang besar dalam hal memiliki vaksin yang lebih baik daripada Dengvaxia,” kata Prof Pang, yang juga penasihat internasional Asia Dengue Voice and Action (ADVA), sebuah kelompok kerja ilmiah yang didedikasikan untuk advokasi vaksin dengue.

Dia menjelaskan bahwa efek yang akan dibawa oleh kandidat vaksin MSD kemungkinan berbeda dengan vaksin yang sudah ada. Terutama dalam memberikan perlindungan terhadap empat jenis virus penyebab infeksi dengue.

“Dengan data kandidat vaksin yang kami miliki, semuanya terlihat menjanjikan,” kata Dr Louis Macereo, direktur eksekutif di MSD memimpin pengembangan vaksin baru.


COVID-19 Dorong Kesadaran Vaksinasi Dengue

FOTO: Fogging Pemukiman Padat Penduduk Cegah DBD
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk memberantas perkembangbiakkan nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) di pemukiman padat penduduk, Jakarta, Rabu (18/5/2022). Menghadapi musim pancaroba yang menjadi perkembangbiakkan nyamuk Aedes Agypty penyebab penyakit DBD, warga melakukan fogging di wilayah padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Perusahaan farmasi dan pakar penyakit menular mengatakan bahwa pandemi COVID-19 mendorong kesadaran vaksinasi dan membawa beberapa masalah seputar vaksinasi ke permukaan.

Dr Ellyana Ismail, kepala urusan medis di Takeda Singapura dan Malaysia mengatakan bahwa pandemi memberi wawasan tentang keraguan vaksin dan bagaimana informasi tentang vaksin perlu dikomunikasikan.

“Saya pikir itu adalah hal-hal yang kami pelajari dan itu kembali ke strategi kami juga tentang bagaimana kami ingin meluncurkan (vaksin) setelah kami mendapat persetujuan.”

"Ini adalah kesempatan bagi orang-orang untuk menyadari bahwa memang, tanpa vaksin, Anda benar-benar bisa mendapat masalah dengan ekonomi dan kesehatan," kata Profesor Lulu Bravo, profesor emeritus di Fakultas Kedokteran, Universitas Filipina, Manila.

Hal senada disampaikan Prof Pang, tentang hikmah di balik pandemi COVID-19.

“COVID-19 memang menimbulkan krisis, tetapi ada juga hal positif yang ditimbulkan. Pada tingkat besar, pandemi telah meyakinkan semua orang tentang pentingnya vaksinasi.”

Dia mencatat, memperkenalkan vaksin baru memerlukan pemberian informasi yang tepat kepada orang-orang agar mereka menjadi yakni.


Tantangan Terbesar

FOTO: Fogging Pemukiman Padat Penduduk Cegah DBD
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk memberantas perkembangbiakkan nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) di pemukiman padat penduduk, Jakarta, Rabu (18/5/2022). Menghadapi musim pancaroba yang menjadi perkembangbiakkan nyamuk Aedes Agypty penyebab penyakit DBD, warga melakukan fogging di wilayah padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Tantangan terbesar dalam memperkenalkan vaksin baru saat ini adalah informasi yang salah dan berita palsu, lanjut Pang.

“Sebelum media sosial lepas landas, jumlah berita palsu dan misinformasi dan hoaks serta propaganda dan teori konspirasi tidak seburuk selama COVID,” kata Prof Pang.

“Jadi tantangan memperkenalkan vaksin baru jauh lebih besar,” tambahnya.

Vaksin baru apapun, tidak akan pernah 100 persen aman atau 100 persen manjur. Akan selalu ada efek samping.

“Anda harus mempertimbangkan risiko versus manfaat dan itulah pentingnya komunikasi."

Setuju dengan Pang, Prof Bravo mengatakan komunikasi adalah bagian penting dari peluncuran vaksinasi dengue.

Singapura telah melihat lonjakan kasus demam berdarah. Lebih dari 12.000 kasus telah dilaporkan tahun ini - naik dari 5.258 kasus di sepanjang tahun 2021.

Saat negara itu memasuki puncak musim demam berdarah dari Juni hingga Oktober, pihak berwenang telah mendesak semua orang untuk mengambil tindakan cepat untuk menyingkirkan tempat perkembangbiakan nyamuk.

infografis beda DBD dan Malaria
Apa bedanya DBD dan Malaria?
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya