Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa kasus stunting di Indonesia kini berada di 24,4 persen. Sedangkan, angka kematian ibu karena melahirkan pada tahun ini berada di kisaran 1.600.
“Kematian ibu karena melahirkan sekitar 1.600. Ini angka seluruh Indonesia dan artinya turun,” ujar Hasto saat ditemui di gedung BKKBN, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Baca Juga
Data BKKBN menunjukkan, pada 2020 angka kematian ibu karena melahirkan adalah sebanyak 4.400.
Advertisement
Hasto juga menyampaikan bahwa setiap calon ibu termasuk ibu-ibu muda harus mencegah stunting. Ia pun menjabarkan kiat-kiat agar ibu-ibu muda tidak melahirkan anak stunting.
“Di Indonesia itu yang nikah dalam setahun ada 2 juta, yang mau nikah ini harus dipastikan tidak anemia, tidak kurus, lingkar lengannya diukur ada 23,5 cm tidak, kalau belum 23,5 belum boleh hamil dulu.”
“Itu jangan hanya dikonseling, maksud saya programnya 3 bulan sebelum nikah, perempuan semua harus periksakan pemeriksaan enggak mahal kalau dibandingkan prewedding. Paling 100 ribu sudah oke.”
Selain itu, ada juga program antenatal care yang didukung oleh Kementerian Kesehatan dengan distribusi alat pemeriksaan kandungan ultasonografi atau USG. Ini berguna untuk deteksi dini terhadap kejadian-kejadian pertumbuhan yang lambat.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perhatikan Faktor Sensitif
Setelah anak lahir maka air susu ibu (ASI) eksklusif harus diberikan. Selama enam bulan pertama kehidupan bayi, ASI adalah asupan terbaik untuk si buah hati. Jika 6 bulan pertama kehidupan bayi tidak berjalan dengan baik maka potensi stuntingnya tinggi, lanjut Hasto.
“Makanya ASI eksklusif itu penting sekali sampai nanti kemudian makanan pendamping asi (MPASI) 1.000 hari kehidupan pertama.”
Selain program-program tersebut, ada pula faktor sensitif yang perlu diperhatikan. Faktor sensitif ini meliputi kebersihan jamban, ketersediaan air bersih, kebersihan rumah.
“Jangan kumuh, kalau buang air besarnya di sembarang tempat pasti banyak diare, kalau airnya tidak bagus pasti banyak cacingan, kalau rumahnya kumuh pasti banyak TBC. Semua itu menggerus berat badan.”
Hasto kemudian menyinggung terkait perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa soal akan ada 8 miliar penduduk di dunia pada November 2022. Terkait hal ini, ia menjelaskan bagaimana masyarakat Indonesia bisa memiliki daya saing di tingkat internasional.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Tekan Angka Kematian Bayi
“Sekarang kan ada indeks pembangunan manusia. Indeks ini ada tiga unsur, satu pendidikannya, dua kesehatannya, 3 pendapatan per kapitanya,” kata Hasto.
Unsur kesehatan dari indeks pembangunan manusia salah satu ukurannya adalah angka harapan hidup. Sehingga yang perlu diperjuangkan adalah mengurangi angka kematian bayi.
“Jadi bayinya jangan mati dong, ada bayi umur sehari mati, ada ibu-ibu umur 60 mati, 60 ditambah nol hari dibagi dua itu ya rata-ratanya rendah dong. Jadi angka harapan hidup itu angka rata-rata orang bisa punya harapan hidup di Indonesia. Jika kematian bayi tinggi, ya jelas rendah mendegradasi angka itu.”
Jika berbicara tentang indeks, salah satu kontribusinya adalah angka harapan hidup yang berkaitan dengan angka kematian bayi.
Selain indeks pembangunan manusia, ada pula human capital indeks. Ini hampir sama dengan indeks sebelumnya hanya saja lebih mengerucut.
“Tetapi lagi-lagi sama, bagaimana kesehatan, bagaimana pendidikan, dan bagaimana akses pelayanan,” ujarnya.
Welfare and Happiness Index
Indeks selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah terkait indeks kebahagiaan. Di mana indeks ini juga disebut-sebut memiliki berperan dalam membentuk generasi Indonesia yang berdaya saing.
Menanggapi hal tersebut, Hasto mengatakan bahwa ada yang namanya welfare indeks dan happiness indeks atau indeks kebahagiaan.
“Dalam welfare index, komponen kecukupan ekonomi itu menjadi penting . Ketika tercukupi layanan kesehatan, layanan pendidikan, dan layanan dasarnya maka seseorang disebut menuju welfare.”
Sedangkan, indeks kebahagiaan itu di Indonesia tidak selalu terkait dengan kekayaan. Misalnya, Yogyakarta indeks kebahagiaannya pernah menjadi yang paling bagus meskipun dari tingkat kemiskinan Yogyakarta bukan yang paling tidak miskin. Daerah Istimewa Yogyakarta dari sisi ekonomi cenderung menengah ke bawah, tapi masyarakatnya tetap bahagia.
“Jadi, apakah indeks kebahagiaan itu bisa menjadi ciri kemajuan sebuah negara itu akan sulit menjawabnya. Karena kan cita-citanya Indonesia sebagai negara maju, Indonesia emas itu kan salah satunya indikasinya ingin menjadi 4 besar ekonomi dunia.”
Sehingga, tidak bisa jika hanya melihat dari sisi indeks kebahagiaan masyarakat.
Advertisement