Liputan6.com, Jakarta Total kasus gagal ginjal akut atau gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia kini bertambah. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa totalnya sudah mencapai 241 anak.
"Sampai sekarang sudah mengidentifikasi ada 241 kasus gangguan ginjal progresif atipikal di 22 provinsi," ujar Budi Gunadi dalam konferensi pers pada Jumat, 21 Oktober 2022.
Baca Juga
Dari keseluruhan 241 kasus tersebut, angka kematian pada kasus gagal ginjal akut juga ikut bertambah. Setidaknya 133 atau sekitar 55 persen anak meninggal dunia dari kasus gagal ginjal akut yang ada.
Advertisement
Kebanyakan pasien gagal ginjal akut sendiri berada pada kategori usia 1-5 tahun.
Merespons hal ini, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus eks Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan penyebab dibalik kenapa kasus gagal ginjal akut terus meningkat.
"Pada 18 Oktober 2022 Kementerian Kesehatan secara resmi menyampaikan ada 206 kasus gagal ginjal akut pada anak, 99 pasien meninggal dunia. Tiga hari kemudian, 21 Oktober 2022, Kementerian Kesehatan mengumumkan jumlah kasus naik menjadi 241 anak dan meninggal tercatat 133 kasus," ujar Tjandra melalui keterangan resmi pada Health Liputan6.com, Sabtu (22/10/2022).
"Sebagian orang bertanya, kenapa tetap ada kenaikan 35 kasus dalam 3 hari, padahal sejak 18 Oktober 2022 itu juga sudah dikeluarkan Surat Edaran resmi agar tenaga kesehatan diminta tidak meresepkan obat sirup dan apotek pun tidak menjualnya. Kenaikan itu dapat saja terjadi karena sedikitnya dua hal," tambahnya.
2 Penyebab Kasus Gagal Ginjal Akut Meningkat
Menurut Tjandra, penyebab naiknya kasus gagal ginjal akut disebabkan oleh dua hal. Pertama, kasus yang dilaporkan bukanlah kasus baru. Hanya saja pencatatannya yang baru dilakukan dalam tiga hari belakangan ini.
"Kalau ini yang terjadi maka bukan tidak mungkin akan ada tambahan kasus-kasus lagi, dan harapannya agar proses pencatatan dan pelaporan kasus dapat terus makin intensif. Serta sistem surveilan makin updated pula," kata Tjandra.
Selain itu, penyebab kedua menurut Tjandra, 35 kasus baru tersebut bisa disebabkan karena gejala sakitnya yang baru terjadi antara tanggal 18 hingga 21 Oktober.
"Kalau hal ini benar, maka baik segera diumumkan ke publik apakah 35 kasus ini memang mengkonsumsi jenis sirup tertentu atau tidak," ujar Tjandra.
"Jadi perlu dibandingkan konsumsi sirup pada 206 kasus sampai 18 Oktober, dengan konsumsi pada 35 kasus baru antara 18 sampai 21 Oktober, dan ini juga akan ada 2 kemungkinan dan tindak lanjutnya," tambahnya.
Advertisement
Tindak Lanjut yang Perlu Dilakukan
Menurut Tjandra, jika 35 kasus baru yang ada ternyata muncul karena adanya konsumsi obat sirup, maka perlu ada sosialisasi yang lebih intensif lagi. Mengingat sebenarnya sejak tanggal 18 Oktober, konsumsi obat sirup harusnya sudah berhenti.
"Kalau 35 kasus baru ternyata tetap konsumsi sirup obat, padahal sejak 18 Oktober harusnya sudah tidak dipakai lagi, maka perlu diintensifkan sosialisasi edaran yang ada, dengan sistem pengawasan yang ketat pula," kata Tjandra.
"Tetapi, kemungkinan kedua, kalau 35 kasus baru ini tidak mengkonsumsi sirup obat apapun, maka tentu jadi pertanyaan baru tentang kenapa mereka. Toh tetap jatuh sakit juga," sambung Tjandra.
Lebih lanjut Tjandra mengungkapkan bahwa penjelasan rinci terkait gagal ginjal akut perlu disampaikan pada publik dari waktu ke waktu. Hal tersebut lantaran masyarakat perlu melihat masalah secara utuh dan lengkap.
"Agar masyarakat dapat melihat masalahnya dengan utuh dan lengkap, serta mengambil sikap secara jernih," pungkasnya.
Rincian Kasus Gagal Ginjal Akut
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, dari 241 kasus yang ada, paling banyak pasien berusia 1-5 tahun. Terdapat setidaknya 153 anak berusia 1-5 tahun yang melaporkan mengalami gagal ginjal akut.
"Kejadian ini paling banyak menyerang balita, di bawah lima tahun," kata Budi Gunadi.
Berikut rincian jumlah kasus gagal ginjal akut dilihat dari kategori umur:
- Di bawah 1 tahun: 26 kasus
- 1- 5 tahun: 153 kasus
- 6-10 tahun: 37 kasus
- 11-18 tahun: 25 kasus
Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis penyakit dalam sekaligus vaksinolog, Dirga Sakti Rambe mengungkapkan bahwa dugaan penyebab gagal ginjal akut mengarah pada obat-obatan tertentu, yang mana masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
"Dugaan terkuat saat ini disebabkan oleh obat-obat terutama sirup paracetamol yang tercemar zat kimia tertentu. Kalau yang terkait langsung dengan COVID-19 mungkin bisa ada pengaruh atau faktor kontribusinya. Tapi bukan sebab utama," kata Dirga dalam virtual class bersama Liputan6.com.
Advertisement