Liputan6.com, Jakarta - Asma merupakan penyakit inflamasi kronik jalan napas yang menyebabkan bronkokonstriksi atau saluran napas menyempit.
Penderita asma umumnya hanya mengatasi asma dengan inhaler atau obat pelega. Ternyata, ini merupakan hal yang tidak tepat.
Baca Juga
Obat asma dibagi menjadi dua, yaitu pelega dan pengontrol. Menurut Dokter Spesialis Paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr H. Mohammad Yanuar Fajar, obat pelega hanya boleh dipakai ketika seseorang terkena serangan asma.
Advertisement
“Saat terkena serangan asma, pakai obat pelega untuk melegakan dan membuka jalan napas supaya tidak sesak. Golongan pelega ini tergolong short acting beta agonist (SABA),” kata Yanuar pada Talk Show Hari Asma Sedunia 2023: Stop Ketergantungan, Inhaler Tepat Redakan Asma yang diselenggarakan oleh AstraZeneca pada Rabu (10/5/2023).
Namun, meski serangan sudah selesai dan tidak kambuh lagi, itu tidak berarti asma sudah sembuh.
“Sebenarnya itu masih terjadi asma juga. Misalnya hari ini dikasih pelega, tetapi besoknya kambuh lagi. Nah, itu harus dikasih obat kedua yaitu pengontrol,” jelas Yanuar.
Yanuar menjelaskan bahwa obat asma jenis pelega atau SABA menyembuhkan asma dalam waktu yang pendek. Sedangkan, pengontrol bisa mengatasi asma hingga 12 jam.
“Kalau SABA itu konsepnya cepat, sedangkan pengontrol bisa mengontrol inflamasi dan bekerja sampai 12 jam. Pakainya dua kali sehari, jadi total 24 jam,”
Apabila obat pengontrol pertama kali dipakai pada jam 7 pagi, maka Anda harus memakai obat pengontrol lagi pada jam 7 malam.
“Jadi memakai pengontrol supaya inflamasinya tidak terjadi secara terus menerus,” tambahnya.
Yanuar menekankan untuk tidak memakai obat pelega selain saat terjadi serangan asma.
SABA Hanya Tangani Satu dari Dua Penyebab Asma
Menurut medical director AstraZeneca Indonesia, Feddy, asma terdiri dari dua hal yaitu inflamasi dan bronkokonstriksi. Obat pelega atau SABA hanya menangani bronkokonstriksi.
“Perumpamaannya seperti ada jalan berlubang yang ingin kita lewati, kemudian kita pasang papan di bolongan tersebut. Papan itu adalah SABA. Kita bisa lewat dan merasa lega. Namun, sebenarnya lubang atau inflamasi itu sendiri masih tidak tertangani karena belum diobati dan lubangnya semakin besar,”
Inflamasi yang tidak diobati akan semakin parah secara perlahan. Itulah yang menyebabkan jumlah obat pelega yang dibutuhkan juga akan terus meningkat seiring waktu.
Advertisement
Penggunaan SABA Berlebihan Bisa Bikin Jantung Berdebar
Yanuar menjelaskan bahwa SABA atau obat pelega memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan yang paling sering dilaporkan oleh pasien adalah jantung yang berdebar-debar.
“Kelemahan utama adalah salbutamol yang bisa membuat jantung terasa berdebar-debar. Hampir semua yang menggunakan SABA berlebihan adalah mengaku berdebar-debar dan tangannya gemetar,” jelas Yanuar.
Menurut Yanuar, apabila seseorang sudah harus memakai SABA tiga sampai lima kali sehari, maka asma yang ia alami tergolong sudah tidak terkontrol.
Asma Berbeda dengan Sesak Napas Biasa
Asma bisa menimbulkan berbagai dampak, seperti sesak nafas, batuk, mengik, dan membuat dada terasa berat.
Namun, menurut Yanuar sesak napas dan asma merupakan hal yang berbeda. Asma bisa berbentuk sesak napas, tetapi belum tentu sesak napas sama dengan asma.
“Tidak semua sesak napas itu tidak sama dengan asma. Asma bisa wheezing atau mengi, bisa sesak napas. Namun, belum tentu wheezing sama dengan asma. Jangan dibalik,” kata Yanuar.
Advertisement