Data Penyakit Berpotensi Wabah di Indonesia Bakal Masuk SATUSEHAT Kemenkes, Enggak Takut Bocor?

Data penyakit berpotensi wabah akan masuk ke dalam platform SATUSEHAT Kemenkes RI.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 06 Nov 2023, 11:30 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2023, 11:30 WIB
Mengenali CMV, Virus Paling Dominan dalam 16 Kasus Proable Hepatitis Akut di Indonesia
Ilustrasi data penyakit berpotensi wabah akan masuk ke dalam platform SATUSEHAT Kemenkes RI. (Sumber foto: Pexels.com)

Liputan6.com, Jakarta - Data penyakit berpotensi wabah di Indonesia akan tercatat masuk ke dalam platform SATUSEHAT Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Sistem data ini terbangun di pusat komando laboratorium nasional bertaraf internasional yang dinamakan “National Laboratory Command Center (NLCC)” yang merupakan integrasi dari seluruh laboratorium di tingkat regional dan provinsi.

Pembangunan NLCC Kemenkes yang tersentralisasi di Laboratorium Rujukan Nasional Prof. Dr. Oemijati Jakarta direncanakan selesai dalam waktu dekat pada November 2023 ini demi menjaga surveilans ke depan. Pemeriksaan patogen seperti virus dan bakteri akan masuk langsung ke Kemenkes.

Kepala Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan Kemenkes RI Wirabrata menuturkan, platform SATUSEHAT dirancang sebagai big data untuk menyimpan dan mengelola berbagai data kesehatan, salah satunya data penyakit berpotensi wabah dari laboratorium kesehatan.

“Kita memperkuat genom sekuensing di level regional sudah siap. Tinggal selanjutnya mengintegrasikan itu, termasuk nanti tahun depan kan rencana ada satu sistem dari Pak Menteri (Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin), yaitu SATUSEHAT. Nah, ini (data NLCC) nyambung di situ,” tutur Wira, sapaan akrabnya saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta, ditulis Senin (6/11/2023).

“Paling tidak, intinya begini, SATUSEHAT sebagai big data platformnya. Di dalamnya tuh kan ada macam-macam, ada data kesehatan ibu, kesehatan anak, dan segala macam. Salah satunya laboratorium dengan laporan penyakit-penyakit barunya. Kami terus melakukan pemeriksaan apapun gitu. Alat-alat canggih sudah mulai masuk.” 

Tak Mudah Bridging System

Integrasi NLCC dengan laboratorium kesehatan di daerah pun tak mudah. Kendala bridging system atau mengkoneksikan data ke sistem digital membutuhkan waktu yang cukup lama. 

Per 2 November 2023, sebanyak 15 laboratorium kesehatan daerah (labkesda) yang tersebar di Jakarta, Aceh, Bandung, dan Makassar sudah terintegrasi ke NLCC. Uji coba migrasi data sudah dilakukan sebulan terakhir ini.

“Untuk ngambil data dari semua laboratorium tidak mudah, kendalanya di bridging system-nya. Biarlah kami di Command Center yang mengerjakan itu. Nanti kami ada di bagian SATUSEHAT. (Data) Laboratorium di sana, connect (koneksi) tuh semuanya,” lanjut Wira.

“Command Center kami baru dibangun.  Mungkin dua minggu ke depan Command Center bisa jadi. Bulan depan kami running. Ini belum pernah ada sebelumnya.”

Wira berharap akhir tahun 2023, laboratorium kesehatan di daerah bisa integrasi regional. Rencananya, proyek integrasi lab ke NLCC ini untuk setahun ke depan. 

“Kemudian, tahun depan bisa bertambah mengintegrasikan, mudah-mudahan bisa sekian ribu laboratorium bisa masuk dan terintegrasi dengan SATUSEHAT juga,” sambungnya.


Perlindungan Data Patogen

Penyimpanan data patogen di National Laboratory Command Center (NLCC) yang terkoneksi ke platform SATUSEHAT menimbulkan pertanyaan, bagaimana perlindungannya? Apalagi data kesehatan di SATUSEHAT sangat banyak.

Wirabrata mempunyai tiga prinsip perihal keamanan data patogen laboratorium. Pertama adalah staf yang input (memasukkan) data. Ini karena dia tahu persis data. Petugas yang input data harus punya dedikasi dan loyalitas tinggi.

“Bahwa megang data itu harus berintegritas, harus ada loyalitas. Jadi yang input data harus tahu, kalau yang namanya data ya tidak main-main, terlebih lagi data patogen penyakit berpotensi wabah yang kalau di sounding (disampaikan) menyebabkan masyarakat gelisah dan gusar,” jelasnya.

Prinsip kedua adalah pimpinan laboratorium segera melaporkan temuan data patogen. Sebab, akses data berpeluang bisa bocor ke mana-mana sehingga harus ‘satu pintu’ dalam menyampaikan laporan. 

Ketiga adalah data penyimpanan penyakit berpotensi wabah yang paling penting berada di platform SATUSEHAT. 

“Di big data nanti, SATUSEHAT memang sudah disiapkan oleh tim Digital Transformation Office (DTO) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes sedemikian rupa aman,” terang Wira.

“Dari Command Center sendiri, kita bungkus lagi supaya tidak bocor, perlindungan tambahan yang akan disiapkan di tahun depan. Karena apa? Kita kan enggak tahu hacker atau segala macam yang ganggu. Ini yang kami bantu bangun.” 

NLCC melibatkan banyak integrasi data dari laboratorium-laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan patogen penyakit berpotensi wabah, antara lain patogen virus influenza termasuk COVID-19, kolera, pes, Demam Berdarah (DBD), campak, polio, difteri, pertussis, rabies, malaria, dan flu burung.

Kemudian penyakit antraks, leptospirosis, hepatitis, meningitis, sakit kuning, chikungunya, dan cacar monyet (Mpox).


Data Patogen Sangat Riskan

Ilustrasi Kontaminasi Virus
Ilustrasi peralatan di National Laboratory Command Center (NLCC) harus terstandardisasi sesuai dengan level tingkatan laboratoriumnya. (https://www.freepik.com/free-photo/several-virus-cells_854600.htm#query=contamination&from_query=kontaminasi&position=2&from_view=search&track=sph">Image by kjpargeter on Freepik)

Berkaitan dengan sumber daya manusia, Wirabrata menekankan, orang-orang yang berkecimpung dalam pemeriksaan sampel patogen harus punya kompetensi terlatih. 

“Selain sistem, kita punya namanya sumber daya laboratorium. Sumber daya itu menyangkut orang, jadi selain orang yang harus ada, harus kompatibel juga. Kompatibel itu artinya kompetensinya harus sesuai,” tegasnya.

“Kita tidak bisa menempatkan orang yang tidak pas. Kenapa? Karena ini data yang sangat riskan. Data patogen ini penyebaran penyakitnya punya risiko besar di masyarakat. Kita kan sama-sama jaga masyarakat Indonesia supaya aman dari penyakit-penyakit berbahaya.”

Kemudian soal peralatan di National Laboratory Command Center (NLCC) harus terstandardisasi sesuai dengan level tingkatan laboratoriumnya. Dalam hal ini, tidak bisa memaksakan laboratorium di level bawah punya alat canggih. Hal itu akan memakan biaya lagi. Pemerintah daerah belum tentu mampu membeli. 

“Kami regionalisasi mana yang kira-kira tingkat provinsi punya alatnya, kita siapkan di situ. Lalu, bagaimana pemahaman kepala laboratorium bahwa data ini sesuatu yang penting. Yang kuat itu adalah komitmen dari kepala-kepala laboratoriumnya untuk bisa bersatu padu,” ucap Wira.

“Tantangan kolaborasi ini adalah pada komitmen sebenarnya. Komitmen dari para kepala-kepalanya lab untuk bisa membuat NLCC berjalan. Kenapa? Karena memang penting banget nih. Komitmen para kepala laboratorium sebagai tolak ukur, keberhasilan, dan integrasi.”

Dedikasi Input dan Pengiriman Data

Definisi komitmen kepala laboratorium bagi Wira terdapat dua hal. Pertama, komitmen di awal. Kedua, komitmen untuk sensitivitas data. Di awal setuju, tapi nanti bulan depan misal 3 bulan ke depan atau tahun depan, dia sudah kendor.

“Memang definisi komitmen yang menurut versi saya di sini adalah satu, komitmen di awal, dia setuju untuk kolaborasi integrasi data. Yang kedua, dia harus setuju untuk bisa memaintenance staf-stafnya untuk tetap dedicated (dedikasi) mengirim data, meng-input, pemeriksaan sesuai standar, dan seterusnya,” ucapnya.

“Mereka harus bertanggung jawab. Kepala lab itu memang punya tugas dan fungsi bertanggung jawab untuk kualitas pemeriksaan, data-data, dan seterusnya. Nah itu kita lakukan sosialisasi, kita lakukan pemberian tambahan materi. Kita upgrade orang.”

Bahan sosialisasi kehadiran NLCC sudah dibentuk, ada sekitar 20-30 slide di powerpoint, baik digital maupun yang mereka bisa baca di laboratorium. Slide sosialisasi berisi biosecurity.

“Jangan sampai nanti petugas lab-nya malah yang kena sakit. Kadang-kadang kita tidak cuci tangan, pakai sabun, air mengalir saja di laboratorium. Padahal, itu sudah ada standarnya,” sambung Wira.


Command Center sebagai Basis Biobank

Proses bridging system di National Laboratory Command Center (NLCC) kembali dtegaskan Wirabrata harus standar metodenya. Pemeriksaannya harus punya standar sama. Orang yang ahli teknologi informasi (IT) harus paham. 

Lalu, komputer yang digunakan harus sudah terintegrasi internet dan sebagainya. Bahkan Command Center yang di tingkat pusat punya freezer penyimpanan bakteri dan virus.

“Itu connect semuanya di dalam satu display. Kita bisa tahu, oh freezer yang sana suhunya turun 1 derajat Celsius. Oh freezer yang sana 1 rak itu bisa sampai 100.000 set spesimen virus,” Wirabrata menerangkan.

“Ini kekuatan negara kita sehingga kita bisa tahu. Apalagi Pak Menteri Kesehatan sekarang pengen genome sequencing untuk orang, genetiknya seperti ini, DNA seperti ini, obat yang cocok ini dan itu.

Wira menyebut Command Center NLCC sebagai basis biobank. Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) – WHO Indonesia dan WHO SEARO (South East Asia Region) juga sudah berkunjung ke NLCC di Laboratorium Rujukan Nasional Prof. Dr. Oemijati Jakarta beberapa waktu lalu.

“Biobank-nya di sini. Jadi tidak hanya integrasi, tapi biobank-nya ada di tempat kita. Wah data banyak sekali. Kami udah koneksi ke mana-mana nih. WHO sudah sempat lihat juga tempat kami,” imbuhnya.

“Makanya, mudah-mudahan gagasan NLCC bisa digunakan ke depan untuk bisa kita jaga dari sisi surveillance laboratory-nya.”

Pelaporan Patogen Menular 

Selain integrasi ke laboratorium kesehatan, National Laboratory Command Center (NLCC) juga mengintegrasikan dengan laboratorium klinik di rumah sakit. Hasil yang dilaporkan bukan menyasar pada uji pemeriksaan bersifat individu, melainkan yang berisiko memengaruhi kesehatan masyarakat luas.

“Kalo tujuan pemeriksaan untuk personal itu agak berbeda dengan kesehatan masyarakat, epidemiologi. Misalnya, tes gula darah kolesterol asam urat, uji lab, hasil ini tidak perlu sampai ke Command Center. Karena itu risiko individu,” Wirabrata memaparkan.

“Tapi kalau influenza, pilek bersin-bersin, batuk berdahak, kita ambil swab, mengandung virus influenza lain dan bisa menularkan karena transmisi lewat udara, itu yang dilaporkan ke Command Center.” 

Lain halnya, bila ada pasien diare dan ada patogen di perut, lalu patogen masuk ke tanah, air. Dampaknya, satu kota bisa kena diare. Kondisi ini yang dilaporkan ke NLCC.

“Jadi penyakit yang berpotensi wabah dan menularkan yang dilaporkan ke Command Center agar kita bisa tahu antisipasinya bagaimana nanti. Apalagi cacar monyet kan pada kelompok komunitas masyarakat tertentu,” beber Wira.

“Kita harus jaga-jaga. Intervensi adalah vaksin, edukasi ke transgender, dan promosi kesehatan juga satu padu menyelesaikan masalah itu. Command Center ini juga terkait hewan, kayak virus Nipah tuh kan banyak di kelelawar, kita periksa, masuk ke sini. Kita punya sistem.”

Infografis Keunggulan Aplikasi Satu Sehat Mobile dan Fiturnya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Keunggulan Aplikasi Satu Sehat Mobile dan Fiturnya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya