Polio Bukan Infeksi Sepele, Bisa Picu Lumpuh Layu hingga Gagal Napas

Polio atau poliomielitis adalah penyakit yang sangat serius karena dapat membawa dampak kesehatan jangka panjang.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 09 Jan 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2024, 13:00 WIB
Anak di Pidie Divaksin Polio
Pekerja medis memberikan imunisasi polio dari petugas medis saat berlangsung vaksinasi massal di Sigli Town Square, Pidie, Aceh, Senin (28/11/2022). Menyusul kejadian luar biasa (KLB) polio beberapa pekan lalu di Kabupaten Pidie, pemerintah memberikan imunisasi polio tambahan pada anak usia 0-13 tahun di seluruh wilayah Provinsi Aceh . (AP Photo/Riska Munawarah)

Liputan6.com, Jakarta Kasus polio di Jawa Tengah dan Jawa Timur mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pasalnya, infeksi virus polio bukanlah hal sepele dan memang perlu ditangani dengan serius.

Seperti disampaikan epidemiolog Dicky Budiman. Menurutnya, polio atau poliomielitis adalah penyakit yang sangat serius karena dapat membawa dampak kesehatan jangka panjang.

“Polio atau poliomielitis ini adalah penyakit serius, sangat serius, dan dapat menyebabkan dampak kesehatan jangka panjang termasuk kelumpuhan permanen,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, dikutip Selasa (9/1/2023).

“Dan beberapa bahaya yang dilekatkan pada infeksi polio ini umumnya karena dampaknya pada sistem saraf dan fungsi otot,” tambahnya.

Kelumpuhan otot akibat infeksi virus polio umumnya terjadi pada ekstremitas bawah yakni kaki dan tungkai bawah. Kelumpuhan ini dapat bersifat sementara tapi dapat pula permanen tergantung tingkat keparahannya. Bahkan, dampak ini bisa dirasakan 10 hingga 20 tahun kemudian pasca infeksi.

“Selain itu, bahaya dari infeksi polio atau poliomielitis ini adalah kalau virus polionya menyerang otot pernapasan. Ini yang menyebabkan kesulitan bernapas atau bahkan gagal napas.”

Di era 1900-an, banyak pasien polio yang berhasil selamat dari kematian karena dibantu mesin tabung yang membantu pernapasan.

“Ini jadi bukti nyata dampak serius dari infeksi poliomielitis ini.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Polio Bisa Picu Atrofi Otot

Hari Polio, Bersihkan Dunia dari Virus yang Hancurkan Anak-anak
Jumlah tahunan kasus polio telah turun dari 350 ribu pada tahun 1988, menjadi 359 pada tahun 2014.

Tak henti di situ, infeksi virus polio juga bisa memicu atrofi otot, lanjut Dicky.

“Atrofi itu susut, jadi ototnya mengecil karena kerusakan sel-sel saraf. Dan atrofi otot ini mengakibatkan kelemahan otot jadi enggak bisa gerak, keterbatasan gerak.”

Lebih lanjut, Dicky juga mengatakan bahwa infeksi polio bisa pula mengganggu fungsi saluran cerna. Salah satunya kesulitan menelan.

“Dampak psikologisnya, akibat kelumpuhan dan keterbatasan fisik ini bisa stres, depresi, isolasi sosial yang berdampak jangka panjang,” jelas Dicky.


Meski Tingkat Kematian Rendah

Anak di Pidie Divaksin Polio
Seorang anak menerima imunisasi polio dari petugas medis saat berlangsung vaksinasi massal di Sigli Town Square, Pidie, Aceh, Senin (28/11/2022). Kementerian Kesehatan melakukan vaksinasi massal sebanyak 1.000 anak dari target target 9.940 anak. (AP Photo/Riska Munawarah)

Tingkat kematian akibat polio relatif rendah, lanjut Dicky, tapi kematian tetap bisa terjadi pada kasus yang parah. Kasus polio yang parah dan bisa memicu kematian salah satunya adalah yang berkaitan dengan otot pernapasan.

Seperti dijelaskan Dicky sebelumnya, poliomielitis atau polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio. Virus ini membuat otot menjadi lumpuh, bahkan bisa menyebabkan kematian.

"Virus ini menyerang sistem saraf dan menyebabkan radang pada sumsum tulang belakang," kata Dicky.

Dia menambahkan bahwa ada tiga jenis virus polio, yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung lewat kotoran dari orang yang terinfeksi dan dapat pula melalui droplets atau cipratan liur.


Sejarah Polio

Anak-Anak Saat Divaksin Campak Hingga Polio
Kader Posyandu menimbang berat badan anak yang akan divaksin di RW 09, Pondok Benda, Tangerang Selatan, Senin (14/12/2020). Program rutin pemerintah setiap bulan ini digelar lewat posyandu dengan penyuluhan dan perawatan anak agar tumbuh kembangnya sehat. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Dilihat dari sejarahnya, polio sudah terjadi sejak puluhan ribu tahun lalu.

"Secara historical (sejarah), penyakit polio ini sebetulnya sudah lama sekali, sudah puluhan ribu tahun, tapi pemahaman tentang penyakit polio ini baru diperoleh di abad ke-20. Salah satunya dengan dikembangkan vaksin polio oleh Jonas Salk pada 1955," kata Dicky.

Vaksin polio juga telah dikembangkan di Indonesia, lanjutnya. Bahkan, vaksin polio ini sudah diekspor ke berbagai negara di dunia.

Lebih lanjut Dicky mengatakan bahwa sebetulnya program melenyapkan atau eradikasi polio di dunia sudah dimulai sejak 1988 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Dan, ini sudah mengurangi kasus polio di dunia. Namun, ya belum selesai. Dan untuk diketahui, polio adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih berstatus Public Health Emergency International Concern (PHEIC). Jadi dia masih dalam kewaspadaan global," katanya.

Dengan kata lain, lanjut Dicky, PHEIC tidak harus selalu tentang pandemi tapi juga penyakit yang bersifat epidemik seperti polio.

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya