Sempat Viral di Medsos soal Makan Kerang Saat Hamil, Benarkah Bisa Sebabkan Anak Lahir dengan Autisme?

Liputan6.com, Jakarta Beberapa hari lalu di media sosial X atau dulu disebut Twitter tentang seorang ibu yang mengungkap bahaya makan kerang saat hamil. Pemilik akun tersebut menduga konsumsi kerang saat hamil menjadi faktor anaknya lahir dengan autisme.

“Penyesalanku yang terbesar adalah gak bisa menahan diri ngidam kerang pas hamil anak pertama hingga daughter terlahir autis. Waktu itu blm tau kerang berbahaya," tulis pemilik akun tersebut.

Ibu ini pun juga mengatakan bahwa mungkin bukan hanya faktor tersebut yang membuat anaknya lahir dengan autisme. Namun, ia menduga kuat akibat konsumsi kerang yang erat kaitannya dengan cemaran merkuri.

"Emang bisa jadi faktornya gak hanya itu, tapi cemaran logam berat terutama merkuri ditengarai ada dlm tubuh dia,” tulis ibu itu.

Cuitan tersebut saat ini telah dihapus oleh pemilik akun. Namun, bahasan soal makan kerang masih jadi topik hangat di X.

Terlepas dari kisah sang ibu, muncul pertanyaan benarkah makan kerang saat hamil bisa membuat anak lahir dengan kondisi autis?

Terkait hal itu, dokter spesialis obstetri dan ginekologi Victor Prana Andika Santawi mengungkapkan bahwa sebenarnya kerang tidak termasuk dalam daftar makanan yang harus dihindari. Terpenting orang yang mengonsumsi kerang harus memastikan kerang matang dan segar.

"Jadi, secara teori tidak membuat kelainan pada janin," tutur dokter yang praktik di Eka Hospital Family & Grand Family Jakarta ditemui di Jakarta Selatan pada Kamis, 30 Januari 2025.

Beda halnya dengan merokok, konsumsi alkohol, dan mengonsumsi makanan mentah mengandung parasit. Ketiga hal tersebut memang harus dihindari ibu hamil karena dalam banyak studi memberikan efek buruk pada janin yang dikandung. 

Lebih lanjut, Victor menerangkan bahwa ada banyak faktor terkait autisme pada seseorang.

"Autis itu kan ibaratnya ada 1001 faktor, bisa faktor bawaan, paparan sesuatu, atau faktor lain yang kita tidak ketahui," lanjut lulusan fakultas kedokteran Universitas Indonesia ini.

Mengutip WebMD, penyebab pasti autisme belum jelas. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh masalah pada bagian otak yang menginterpretasikan masukan sensorik dan memproses bahasa.

Autisme empat kali lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Kondisi ini dapat terjadi pada orang dari ras, etnis, atau latar belakang sosial apa pun.

Pendapatan keluarga, gaya hidup, atau tingkat pendidikan tidak memengaruhi risiko autisme pada anak.

Namun, ada beberapa faktor risiko autisme:

- Seorang anak dengan orangtua yang lebih tua memiliki risiko autisme yang lebih tinggi.

- Ibu hamil yang terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu, seperti alkohol atau obat anti- kejang, lebih mungkin memiliki anak autis.

- Faktor risiko lainnya termasuk kondisi metabolik ibu seperti diabetes dan obesitas.

- Penelitian juga telah menghubungkan autisme dengan fenilketonuria yang tidak diobati (juga disebut PKU, gangguan metabolik yang disebabkan oleh tidak adanya enzim) dan rubella (campak Jerman).  

Autisme atau gangguan spektrum autisme (ASD) adalah gangguan perkembangan saraf. Menurut Cleveland Clinic, orang dengan autisme mungkin berperilaku, berinteraksi, dan belajar dengan cara yang berbeda dari orang lain.

Orang dengan autisme kesulitan dalam interaksi sosial dan dalam menafsirkan serta menggunakan komunikasi nonverbal dan verbal.

Autisme adalah kondisi yang ada dalam suatu spektrum, dan jenis serta intensitas ciri-cirinya akan bervariasi. Dengan kata lain, tidak ada satu set karakteristik tunggal yang mendefinisikan ASD.