20 Persen Anak Kehilangan Sosok Ayah, Berdampak pada Gangguan Emosi hingga Performa Akademis

Hilangnya peran pengasuhan ayah pada anak bisa memicu kaburnya karakter maskulin anak laki-laki.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Feb 2025, 11:16 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2025, 11:08 WIB
20,9 Persen Anak Kehilangan Sosok Ayah, Kepala BKKBN: Bikin Karakter Maskulin Anak Jadi Kabur
20,9 Persen Anak Kehilangan Sosok Ayah, Kepala BKKBN: Bikin Karakter Maskulin Anak Jadi Kabur. Foto dibuat oleh AI.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 20,9 persen anak di Indonesia kehilangan sosok ayah, entah itu akibat perceraian, kematian, atau pekerjaan ayah yang jauh dari keluarga.

Angka ini diungkap Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Wihaji, dalam Webinar Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jumat (31/01/2025.

Dalam acara itu, ia mengatakan, budaya kekerasan terhadap anak dapat dihilangkan dengan pola asuh yang baik, berdasarkan akhlak mulia berbasis pada kesadaran bersama. Karena untuk menciptakan generasi masa depan yang kuat, tidak hanya melalui akademik, tetapi juga dimulai dengan pembentukan karakter di lingkungan keluarga.

“Saat ini masyarakat Indonesia mulai kehilangan sosok ayah dalam mengasuh anak di keluarga. Ayah hanya mengurus ekonomi keluarga, tapi lupa mengasuh anak. Padahal anak juga butuh sentuhan psikologis. Maka, jika ada kekerasan pada anak, jangan pernah menyalahkan anak. Kita coba introspeksi apa yang pernah dilakukan orangtua pada anak," kata Wihaji mengutip keterangan pers, Senin (3/2/2025).

Hal ini, lanjut Wihaji, berdampak pada berbagai hal termasuk:

  • perkembangan anak;
  • menyebabkan meningkatnya gangguan emosi dan sosial;
  • risiko penyalahgunaan NAPZA;
  • performa akademis lebih rendah;
  • risiko kenakalan remaja;
  • menyebabkan hilangnya karakter leader pada anak;
  •  karakter maskulin anak laki-laki menjadi kabur.

Ayah Harus Belajar Mengasuh Anak

Terkait hal ini, BKKBN memiliki lima Program Quick Win untuk menjalankan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden.

Terkait pembentukan karakter anak, Wihaji mengenalkan Gerakan Ayah Teladan (GATE). Ini adalah satu dari lima quick win, sebagai upaya membangun karakter orangtua, khususnya ayah untuk belajar mengasuh anak. Karena karakter anak akan dibentuk oleh karakter orangtuanya.

“Saat ini sebagian besar keluarga yang mengasuh anak kita adalah media sosial. Karena mereka berjam-jam berdiskusi dan ngobrol dengan media sosial, dibandingkan ngobrol dengan orangtuanya, khususnya ayah.”

“Bahkan ada ayah dan anaknya ketemu bareng, tapi sama-sama megang handphone, sama-sama asik dengan dunianya sendiri. Jangan salahkan anak ketika mereka banyak bermain media sosial di handphonenya. Banyak anak-anak sekarang yang hobinya rebahan sambil bermain sosial media,” tutur Wihaji.

Jika Ayah Tak Hadir dalam Pola Asuh

Ketika ayah tidak hadir di dalam pola asuh anak, maka bisa tercipta mental strawberry generation. Wihaji juga menyebutnya sebagai hello kitty generation pada anak.

“Karena mereka 80 persen hanya dipengaruhi oleh pola asuh ibu. Sehingga sifat leadership, maskulin pada anak akan hilang. Anak menjadi lemah lunglai, tidak kuat menghadapi tantangan, dan sedikit manja. Maka, sempatkanlah bagi ayah untuk ngobrol dengan anak,” tambahnya.

Pembahasan soal generasi strawberry sudah sempat disinggung Wihaji pada Rabu, 22 Januari 2025.

Menurutnya, anak yang hanya diasuh oleh ibu tanpa peran pengasuhan ayah akan tumbuh dengan mental strawberry (stroberi).

"Saat ini karena kurangnya sentuhan ayah terhadap anak-anak yang rata-rata jarang, saat ini banyak anak-anak dengan leadership yang terbentuk menjadi leadership keibuan,” kata Wihaji di Jakarta Timur mengutip keterangan pers.

“Jika nanti anak-anak hanya disentuh oleh ibu, jika tidak ada sentuhan seorang ayah, anak-anak ini akan memiliki sifat keibuan dan menjadi lembut. Sekarang karena 80 persen itu lebih banyak dibimbing ibu sampai berumur 18 tahun, maka leadership yang tersentuh akan menjadi seperti ibu-ibu, dan ciptakan mental strawberry,” tambahnya.

Mengenal Istilah Strawberry Generation

Istilah strawberry generation atau generasi stroberi pada mulanya muncul dari negara Taiwan.

Istilah ini ditujukan pada sebagian generasi baru yang lunak seperti buah strawberry. Pemilihan buah strawberry untuk penyebutan generasi baru ini juga karena buah strawberry itu tampak indah dan eksotis, tetapi begitu dipijak atau ditekan ia akan mudah sekali hancur.

Dalam keterangan lain, akademisi sekaligus praktisi bisnis Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya menjelaskan bahwa strawberry generation adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati.

“Definisi ini dapat kita lihat melalui laman-laman sosial media. Begitu banyak gagasan-gagasan kreatif yang dilahirkan oleh anak-anak muda, sekaligus tidak kalah banyak cuitan resah penggambaran suasana hati yang dirasakan oleh mereka,” papar Rhenald mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu), Jumat (24/1/2025).

Infografis Gen Z Dominasi Penduduk Indonesia
Infografis Gen Z Dominasi Penduduk Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya