Dokter percaya, bahwa Abigail Beutler bayi pasangan Jaime Herrera dan suaminya Dan, adalah bayi pertama yang bertahan hidup karena menderita sindrom Potter, kondisi prenatal yang memengaruhi perkembangan paru-paru bayi.
Jaime yang berasal dari Washington tengah mengandung lima bulan, ketika mengetahui bayinya tidak memiliki ginjal. Karena itu, ia tidak dapat memproduksi urin pada janin. Akibat dari kelainan yang diderita bayi tersebut, dokter mengatakan, ini berakibat pada sedikit atau tidak ada sama sekali cairan ketuban, yang akhirnya mencegah paru-paru untuk berkembang.
"Pada saat didiagnosa itu, kami langsung bertanya, apa yang dapat kami lakukan? Tapi dokter mengatakan, tidak ada pilihan, dan ini memang cukup fatal," kata Herrera, seperti dikutip Fox News, Senin (9/9/2013)
Pada saat menerima kenyataan pahit itu, kedua pasangan itu pun tidak langsung berputus asa. Keduanya lalu bertemu dengan seorang dokter di Johns Hopkins di Baltimore, Md, yang bersedia mencoba pengobatan eksperimental yang berpotensi menyelamatkan hidup Abigail.
Yang dokter lakukanlah adalah, menyuntikkan beberapa dosir larutan garam ke dalam perut bayi untuk membuat cairan yang cukup baik untuk perkembangan paru-paru menjadi lebih baik. Pasangan itu kemudian menunggu, untuk melihat apakah pengobatan akan bekerja maksimal, sampai Abigail lahir pada 15 Juli 2013.
"Ketika dia keluar dari rahim saya, semua orang menjadi tenang. Saya pikir, banyak para profesional medis siap untuk segala sesuatu yang buruk. Dia memandang kami, dan dia menangis, yang menandakan paru-parunya telah berfungsi maksimal. Melihat itu, saya pun menangis, membuat orang semua terkejut," tambah dia.
Dokter di Rumah Sakit Lucile Packard Children di California, di mana Abigail saat ini dirawat, mengatakan, berat badan Abigail telah naik dua kali lipat sejak dia lahir, dan kini ia memiliki fungsi paru-paru yang sangat baik.
(Adt/Abd)
Jaime yang berasal dari Washington tengah mengandung lima bulan, ketika mengetahui bayinya tidak memiliki ginjal. Karena itu, ia tidak dapat memproduksi urin pada janin. Akibat dari kelainan yang diderita bayi tersebut, dokter mengatakan, ini berakibat pada sedikit atau tidak ada sama sekali cairan ketuban, yang akhirnya mencegah paru-paru untuk berkembang.
"Pada saat didiagnosa itu, kami langsung bertanya, apa yang dapat kami lakukan? Tapi dokter mengatakan, tidak ada pilihan, dan ini memang cukup fatal," kata Herrera, seperti dikutip Fox News, Senin (9/9/2013)
Pada saat menerima kenyataan pahit itu, kedua pasangan itu pun tidak langsung berputus asa. Keduanya lalu bertemu dengan seorang dokter di Johns Hopkins di Baltimore, Md, yang bersedia mencoba pengobatan eksperimental yang berpotensi menyelamatkan hidup Abigail.
Yang dokter lakukanlah adalah, menyuntikkan beberapa dosir larutan garam ke dalam perut bayi untuk membuat cairan yang cukup baik untuk perkembangan paru-paru menjadi lebih baik. Pasangan itu kemudian menunggu, untuk melihat apakah pengobatan akan bekerja maksimal, sampai Abigail lahir pada 15 Juli 2013.
"Ketika dia keluar dari rahim saya, semua orang menjadi tenang. Saya pikir, banyak para profesional medis siap untuk segala sesuatu yang buruk. Dia memandang kami, dan dia menangis, yang menandakan paru-parunya telah berfungsi maksimal. Melihat itu, saya pun menangis, membuat orang semua terkejut," tambah dia.
Dokter di Rumah Sakit Lucile Packard Children di California, di mana Abigail saat ini dirawat, mengatakan, berat badan Abigail telah naik dua kali lipat sejak dia lahir, dan kini ia memiliki fungsi paru-paru yang sangat baik.
(Adt/Abd)