Sembilan wanita di Swedia sukses menjalani operasi transplantasi rahim hasil sumbangan para kerabatnya. Para wanita ini dalam waktu dekat ingin bisa hamil.
Para wanita ini umumnya lahir tanpa rahim atau rahimnya diangkat karena kanker serviks. Sebagian besar berusia 30 tahun dan merupakan bagian dari percobaan besar pertama untuk membuktikan kemungkinan wanita dengan transplantasi rahim bisa melahirkan anak mereka sendiri.
Hebatnya lagi, transplantasi rahim ini menggunakan organ dari donor hidup. Ini agak kontroversial. Di Inggris, dokter juga berencana melakukan transplantasi rahim, tapi menggunakan rahim wanita yang sekarat atau meninggal. Ini juga terjadi di Turki.
Sebelumnya, ada dua upaya untuk transplantasi rahim yakni di Turki dan Arab Saudi. Tapi, keduanya gagal menghasilkan bayi.
Di Arab Saudri, operasi transplantasi rahim pertama terjadi pada 2000 dengan donor hidup. Tapi, rahim itu diangkat setelah tiga bulan karena bekuan darah.
Tahun lalu, dokter Turki mengumumkan pasien mereka hamil tapi dua bulan kemudian gagal.
Para ilmuwan di Inggris, Hungaria, dan tempat lainnya berencana melakukan operasi serupa tapi Swedia yang paling maju.
"Ini adalah jenis operasi baru," kata Dr Mats Brannstrom kepada AP seperrti dikutip ABCNews, Selasa (14/1/2014).
Brannstrom, Ketua Departemen Kebidanan dan Ginekologi di Universitas Gothenburg, mengatakan, sembilan penerima rahim kini kondisinya baik. Banyak penerima donor sudah mengalami menstruasi enam minggu setelah transplantasi. Ini merupakan tanda awal rahim sehat dan berfungsi.
Seorang wanita mengalami infeksi di rahim yang baru diterimanya dan yang lainnya mengalami beberapa penolakan kecil dalam beberapa waktu. "Namun, tak satupun penerima atau donor harus menjalani perawatan intensif usai operasi," kata Brannshtorm.
Tak satupun wanita yang menerima atau menyumbangkan rahimnya diidentifikasi. Transplantasi itu sudah dimulai sejak September 2012 dan donor termasuk ibu atau saudara perempuan dari penerima.
Peneliti awalnya merencanakan melakukan 10 transplantasi, tapi seorang wanita tak bisa melanjutkannya karena alasan medis.
Operasi transplantasi rahim ini tak menghubungkan uterus wanita ke saluran tuba, sehingga mereka tak bisa hamil secara alami. Tapi, semua yang menerima rahim memiliki indung telur mereka dan bisa menghasilkan telur. Sebelum operasi, embrio mereka dilakukan dengan fertilisasi in vitro. Embrio kemudian dibekukan dan dokter berencana mentransfer ke rahim baru para wanita tersebut sehingga memungkinkan mengandung bayinya.
Transplantasi ini memunculkan harapan di kalangan wanita yang tak bisa memiliki anak. Sekitar 1 dari 4.500 anak perempuan yang lahir dengan sindrom MRKH membuatnya tak bisa memiliki rahim.
Brannstrom mengatakan, mereka menggunakan donor hidup yang memungkinkan mereka untuk memastikan rahim yang disumbangkan berfungsi dan tidak memiliki masalah seperti infeksi HPV.
Brannstrom mengatakan ia dan rekan-rekannya berharap bisa mulai mentransfer embrio ke dalam beberapa pasien dalam waktu dekat, mungkin dalam beberapa bulan. Namun, Brannstorm mengingatkan, transplantasi ini tak menjamin penerimanya bakal memiliki anak namun mereka tetap optimis.
"Ini adalah penelitian," katanya.
"Ini bisa membuat (para wanita) memiliki anak, tapi tak ada jaminannya.. Yang panti mereka berkontribusi bagi ilmu pengetahuan," ujarnya.
(Mel/*)
Para wanita ini umumnya lahir tanpa rahim atau rahimnya diangkat karena kanker serviks. Sebagian besar berusia 30 tahun dan merupakan bagian dari percobaan besar pertama untuk membuktikan kemungkinan wanita dengan transplantasi rahim bisa melahirkan anak mereka sendiri.
Hebatnya lagi, transplantasi rahim ini menggunakan organ dari donor hidup. Ini agak kontroversial. Di Inggris, dokter juga berencana melakukan transplantasi rahim, tapi menggunakan rahim wanita yang sekarat atau meninggal. Ini juga terjadi di Turki.
Sebelumnya, ada dua upaya untuk transplantasi rahim yakni di Turki dan Arab Saudi. Tapi, keduanya gagal menghasilkan bayi.
Di Arab Saudri, operasi transplantasi rahim pertama terjadi pada 2000 dengan donor hidup. Tapi, rahim itu diangkat setelah tiga bulan karena bekuan darah.
Tahun lalu, dokter Turki mengumumkan pasien mereka hamil tapi dua bulan kemudian gagal.
Para ilmuwan di Inggris, Hungaria, dan tempat lainnya berencana melakukan operasi serupa tapi Swedia yang paling maju.
"Ini adalah jenis operasi baru," kata Dr Mats Brannstrom kepada AP seperrti dikutip ABCNews, Selasa (14/1/2014).
Brannstrom, Ketua Departemen Kebidanan dan Ginekologi di Universitas Gothenburg, mengatakan, sembilan penerima rahim kini kondisinya baik. Banyak penerima donor sudah mengalami menstruasi enam minggu setelah transplantasi. Ini merupakan tanda awal rahim sehat dan berfungsi.
Seorang wanita mengalami infeksi di rahim yang baru diterimanya dan yang lainnya mengalami beberapa penolakan kecil dalam beberapa waktu. "Namun, tak satupun penerima atau donor harus menjalani perawatan intensif usai operasi," kata Brannshtorm.
Tak satupun wanita yang menerima atau menyumbangkan rahimnya diidentifikasi. Transplantasi itu sudah dimulai sejak September 2012 dan donor termasuk ibu atau saudara perempuan dari penerima.
Peneliti awalnya merencanakan melakukan 10 transplantasi, tapi seorang wanita tak bisa melanjutkannya karena alasan medis.
Operasi transplantasi rahim ini tak menghubungkan uterus wanita ke saluran tuba, sehingga mereka tak bisa hamil secara alami. Tapi, semua yang menerima rahim memiliki indung telur mereka dan bisa menghasilkan telur. Sebelum operasi, embrio mereka dilakukan dengan fertilisasi in vitro. Embrio kemudian dibekukan dan dokter berencana mentransfer ke rahim baru para wanita tersebut sehingga memungkinkan mengandung bayinya.
Transplantasi ini memunculkan harapan di kalangan wanita yang tak bisa memiliki anak. Sekitar 1 dari 4.500 anak perempuan yang lahir dengan sindrom MRKH membuatnya tak bisa memiliki rahim.
Brannstrom mengatakan, mereka menggunakan donor hidup yang memungkinkan mereka untuk memastikan rahim yang disumbangkan berfungsi dan tidak memiliki masalah seperti infeksi HPV.
Brannstrom mengatakan ia dan rekan-rekannya berharap bisa mulai mentransfer embrio ke dalam beberapa pasien dalam waktu dekat, mungkin dalam beberapa bulan. Namun, Brannstorm mengingatkan, transplantasi ini tak menjamin penerimanya bakal memiliki anak namun mereka tetap optimis.
"Ini adalah penelitian," katanya.
"Ini bisa membuat (para wanita) memiliki anak, tapi tak ada jaminannya.. Yang panti mereka berkontribusi bagi ilmu pengetahuan," ujarnya.
(Mel/*)