Meskipun Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 70 tahun 2009 sudah jelas mewajibkan adanya sekolah inklusi (sekolah umum yang menerima anak difabel) di setiap kabupaten, namun dalam prakteknya, jumlah sekolah inklusi masih sedikit.
Demikian disampaikan oleh Inclusive Education Spesialist Plan Internasional Indonesia, Ignatius Dharta. Menurutnya, masih banyak anak difabel atau berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan akses pendidikan dasar.
"Di Kabupaten Rembang misalnya, jumlah anak usia sekolah yang masuk kategori ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) mencapai 1.194 anak. Tapi yang tertampung di sekolah dasar yang menerapkan pendidikan inkusi hanya ada 439 anak," ujar Dharta dalam seminar bertajuk 'Pendidikan Inklusif di Indonesia di Hotel Sahid, Jakarta, dan ditulis Kamis (30/1/2013).
Tapi Dharta tetap optimis kalau dua tahun terakhir ini, anak berkebutuhan khusus yang mau sekolah mulai menampakan kemajuan.
"Paling tidak dalam dua tahun, ada 201 anak difabel baru yang masuk ke sekolah umum yang menjadi proyek percontohannya. Karena itu, perlu ada upaya ekstra agar semua anak inklusi bisa mengakses pendidikan dasar," tegasnya.
Sementara itu, koordinator Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigap), Mohammad Joni Yulianto yang ditemui di tempat yang sama mengatakan kalau hingga saat ini sekolah untuk anak berkebutuhan khusus masih terkendala pada guru.
"Sebagian besar sekolah mengaku tidak siap karena belum adanya guru yang terlatih mengajar siswa berkebutuhan khusus. Padahal guru sebagai tenaga pendidik seharusnya mampu menangani siswa dalam kondisi apa pun," tegasnya.
(Fit/Mel)
Demikian disampaikan oleh Inclusive Education Spesialist Plan Internasional Indonesia, Ignatius Dharta. Menurutnya, masih banyak anak difabel atau berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan akses pendidikan dasar.
"Di Kabupaten Rembang misalnya, jumlah anak usia sekolah yang masuk kategori ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) mencapai 1.194 anak. Tapi yang tertampung di sekolah dasar yang menerapkan pendidikan inkusi hanya ada 439 anak," ujar Dharta dalam seminar bertajuk 'Pendidikan Inklusif di Indonesia di Hotel Sahid, Jakarta, dan ditulis Kamis (30/1/2013).
Tapi Dharta tetap optimis kalau dua tahun terakhir ini, anak berkebutuhan khusus yang mau sekolah mulai menampakan kemajuan.
"Paling tidak dalam dua tahun, ada 201 anak difabel baru yang masuk ke sekolah umum yang menjadi proyek percontohannya. Karena itu, perlu ada upaya ekstra agar semua anak inklusi bisa mengakses pendidikan dasar," tegasnya.
Sementara itu, koordinator Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigap), Mohammad Joni Yulianto yang ditemui di tempat yang sama mengatakan kalau hingga saat ini sekolah untuk anak berkebutuhan khusus masih terkendala pada guru.
"Sebagian besar sekolah mengaku tidak siap karena belum adanya guru yang terlatih mengajar siswa berkebutuhan khusus. Padahal guru sebagai tenaga pendidik seharusnya mampu menangani siswa dalam kondisi apa pun," tegasnya.
(Fit/Mel)