Liputan6.com, Jakarta Nikah siri adalah sebuah pernikahan yang tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, pernikahan dianggap sah apabila dilangsungkan berdasarkan hukum agama yang dianut pengantin dan kemudian tercatat di lembaga resmi, seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dan KUA.
Meski demikian, realitasnya masih ada banyak pernikahan yang hanya dilangsungkan berdasarkan hukum agama dan tidak mencatatkannya ke KUA atau ke Disdukcapil. Nah, nikah siri adalah pernikahan yang dilangsungkan secara hukum agama, namun tidak didaftarkan sehingga tidak tercatat di KUA dan Disdukcapil.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Selain bisa dipahami sebagai pernikahan yang tidak tercatat secara resmi di lembaga negara, ada pengertian lain dari nikah siri. Nikah siri adalah pernikahan yang menurut hukum agama Islam tidak dilangsungkan sesuai rukun dan syarat sah nikah, yakni dengan tidak adanya saksi yang layak.
Dengan kata lain, nikah siri memiliki dua pengertian. Berdasarkan pandangan para ulama, nikah siri memiliki hukum yang berbeda berdasarkan pengertiannya. untuk lebih memahami apa itu nikah siri, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (1/2/2023).
Nikah Siri adalah
Seperti yang sempat dibahas sebelumnya, nikah siri memiliki dua pengertian. yang pertama, nikah siri adalah pernikahan yang tidak tercatat di lembaga resmi negara. Yang kedua, nikah siri adalah pernikahan yang tidak memenuhi rukun dan syarat sahnya, karena tidak dihadiri oleh saksi yang layak.
Dikutip dari laman Universitas Islam An Nur Lampung, istilah nikah siri sebenarnya tidak dikenal dalam fiqh klasik dan bukan merupakan istilah yang dapat dijumpai dalam beberapa literatur keagamaan.
Namun demikian, di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, istilah “sirr” pernah disebutkan dalam sebuah riwayat. Ketika beliau diberitahu bahwa telah terjadi perkawinan yang tidak dihadiri oleh saksi yang memadai, Umar berkata, “Ini adalah nikah siri dan aku tidak membolehkannya, dan sekiranya aku datang pasti aku akan merajamnya.”
Perkawinan tersebut dianggap sirr karena persoalan saksi yang tidak memadai. Selain itu, dapat dipahami pula bahwa nikah siri, dalam konteks riwayat tersebut, akan sangat rentan terhadap perzinaan.
Advertisement
Fenomena Nikah Siri
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, pernikahan dianggap sah jika dilakukan berdasarkan hukum agama yang dianut pasangan pengantin. Kemudian, pernikahan tersebut dicatatkan ke lembaga resmi negara seperti KUA dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Salah satu pengertian nikah siri adalah pernikahan yang tidak tercatat secara resmi sebenarnya bukan fenomena yang baru. Dilansir dari Universitas Islam Lampung, fenomena nikah siri sebenarnya bukan fenomena yang baru. Nikah siri adalah fenomena pernikahan yang sempat populer pada periode tahun 1975-1985 di kalangan mahasiswa yang berpacaran untuk menghalalkan hubungan seksual.
Nikah siri pada masa itu akhirnya mendorong pemerintah untuk merumuskan undang-undang yang mengatur tentang pencatatan perkawinan, sekitar tahun 1973. Kemudian lahir Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974. Sejak saat itu, setiap perkawinan harus tercatat. Sedangkan untuk pernikahan yang telah dilangsungkan sebelum aturan tersebut diterapkan, maka pernikahan dapat didaftarkan di Pengadilan Agama untuk diisbatkan, yang biasa disebut dengan isbat nikah.
Hukum Nikah Siri dalam Islam
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, nikah siri memiliki dua pengertian. Yang pertama, nikah siri adalah pernikahan yang hanya dilangsungkan berdasarkan hukum agama namun tidak tercatat di lembaga resmi negara. Pengertian yang kedua, nikah siri adalah pernikahan yang tidak memenuhi syarat, dengan tidak hadirnya saksi yang memadai. Lalu bagaimana status nikah siri?
Di mata hukum positif, nikah siri tentu saja dianggap sebagai pernikahan yang tidak sah karena tidak tercatat di lembaga resmi negara. Meski demikian apa bila pernikahan dilangsungkan dengan memnuhi rukun dan syarat sahnya, makan menurut hukum agama Islam, pernikahan tersebut tetap diangga sah.
Adapun rukun nikah antara lain sebagai berikut:
1. Terdapat calon pengantin laki-laki dan perempuan yang tidak terhalang secara syar'i untuk menikah
2. Ada wali dari calon pengantin perempuan
3. Dihadiri dua orang saksi laki-laki yang adil untuk menyaksikan sah tidaknya pernikahan
4. Diucapkannya ijab dari pihak wali pengantin perempuan atau yang mewakilinya.
5. Diucapkannya kabul dari pengantin laki-laki atau yang mewakilinya. Persaksian akad nikah tersebut berdasarkan dalil hadis secara marfu: "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil." (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i).
Sedangkan syarat nikah menurut ajaran Islam antara lain adalah sebagai berikut;
1. Kedua calon pengantin beragama Islam
2. Kedua calon pengantin bukan mahram, yakni tidak memiliki hubungan darah, bukan merupakan saudara sepersusuan atau mahram.
3. Yang menjadi wali dari calon pengantin wanita adalah seorang laki-laki. Wali nikah mempelai perempuan yang utama adalah ayah kandung. Namun jika jika ayah dari mempelai perempuan sudah meninggal, maka bisa diwakilkan oleh lelaki dari jalur ayah, seperti kakek, buyut, saudara laki-laki seayah seibu, paman, dan seterusnya berdasarkan urutan nasab.
4. Syarat nikah adalah dihadiri dua orang saksi. Saksi bisa terdiri dari satu orang dari wali mempelai perempuan dan satu orang dari wali mempelai laki-laki. Selain itu, seorang saksi harus beragama Islam, dewasa, dan dapat mengerti maksud akad.
5. Sedang tidak berhaji.
6. Bukan paksaan.
Jika rukun dan syarat tersebut terpenuhi, meski tidak tercatat di lembaga resmi negara, makan pernikahan tetap sah menurut hukum Islam. Namun jika merujuk pada pengertian nikah siri adalah pernikahan yang tidak memenuhi rukun dan syarat sah, maka pernikahan tersebut tidak dianggap sah, baik di mata hukum positif maupun hukum agama Islam.
Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum nikah siri adalah sah di mata agama selama memenuhi rukun dan syarat sahnya, meski tidak tercatat di lembaga resmi negara. Namun pernikahan semacam itu, dianggap tidak sah di mata hukum. Sedangkan pernikahan yang tidak memenuhi rukun dan syarat sah, makan nikah siri adalah pernikahan yang tidak sah, baik di mata hukum Islam maupun hukum positif.
Advertisement
Kelebihan dan Kekurangan Nikah Siri
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pengertian nikah siri adalah pernikahan yang tidak tercatat di lembaga resmi negara. Meski demikian, nikah siri tetap dianggap sebagai pernikahan yang sah, selama memenuhi rukun dan syaratnya. Hanya saja, pernikahan yang tidak tercatat secara resmi di lembaga negara tentu memiliki risikonya sendiri. Meski demikian, ada sejumlah kelebihan dari nikah siri, antara lain sebagai berikut:
1. Nikah siri lebih hemat. Tidak perlu banyak mengeluarkan biaya untuk melangsungkan pernikahan.
2. Menghindarkan diri dari perbuatan maksiat. Menghindarkan dari fitnah orang sekitar, tetangga atau teman dan juga yang lainnya.
Namun, kelebihan nikah siri tersebut tidak bisa dibandingkan dengan sejumlah kekurangan dan risikonya. Kekurangan dan risiko dari nikah siri, antara lain sebagai berikut;
1. Nikah siri rentan cerai karena proses perceraian yang sangat mudah untuk dilakukan, di mana ketika suami menjatuhkan talak, maka sudah sah perceraian.
2. Pihak wanita banyak dirugikan, terutama soal gono-gini. Pernikahan yang tidak tercatat di lembaga resmi negara, membuat pihak wanita rentan untuk ditinggalkan begitu saja tanpa pembagian harta. Misalnya ada harta atau aset bersama seperti rumah atau mobil, istri tidak memiliki haknya jika atas nama suami.
3. Pihak suami bisa menikah lagi dengan leluasa. Jika pernikahan tidak terdaftar, makan pihak suami bisa dengan leluasa menikah dengan wanita lain. Parahnya lagi, jika di pernikahan keduanya, suami mencatatkan pernikahannya di KUA, maka yang dianggap sah adalah pernikahannya dengan istri kedua.
4. Jika punya anak, akte kelahiran akan sulit didapatkan. Kalaupun bisa, hanya mengandalkan keterangan ibu kandung saja.
5. Nikah siri juga bisa memberikan dampak negatif ke perkembangan psikologis anak. Anak jadi merasa tak diakui oleh sekitarnya. Ia merasa seperti anak buangan, karena kehadiran ayahnya antara ada dan tiada.