Liputan6.com, Jakarta Agama Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Setiap perkara dan persoalan yang terjadi dalam kehidupan manusia diatur oleh suatu aturan yang bersumber dari Alquran dan Hadits.
Baca Juga
Advertisement
Bahkan sampai sekarang pun aturan yang bersumber dari Alquran dan Hadits masih tetap berlaku. hanya saja semakin berkembangnya zaman ada saja perkara atau persoalan yang tidak tidak disebutkan dalam Alquran dan Hadits.
Ketika ada suaru perkara atau persoalan yang tidak disebut secara eksplisit dalam Alquran dan Hadits, maka di sinilah peran Maslahah mursalah. Maslahah mursalah merupakan dalil hukum untuk menetapkan hukum atas persoalan-persoalan baru yang secara eksplisit tidak disebutkan di dalam Alquran dan Hadits.
Maslahah mursalah adalah salah satu dalil hukum Islam untuk menetapkan hukum baru yang belum ada konfirmasinya di dalam sumber hukum Islam, yaitu Alquran dan Hadits, baik diterima maupun ditolak.
Untuk memahami Maslahah Mursalah lebih mendalam, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (23/3/2023).
Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah merupakan istilah yang terdiri dari dua kata, yakni Maslahah dan Mursalah. Seperti dikutip dari laman Kemenag, Masalahah merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Sedangkan, istilah mursalah berasal dari bahasa Arab yang berarti terlepas atau bebas.
Secara terminologi, Masalahah Mursalah adalah prinsip kemaslahatan yang dipergunakan untuk menetapkan suatu hukum Islam. Selain itu dapat dipahami pula bahwa Maslahah Mursalah adalah perbuatan yang mengandung nilai maslahat atau bermanfaat dan menolak atau mencegah kerusakan.
Untuk lebih memahami apa itu Maslahah Mursalah, berikut adalah pendapat dari para ulama:
1. Al-Ghazali dalam kitab al-Mustasyfā merumuskan Maslahah Mursalah adalah apa-apa (maslahah) yang tidak ada bukti baginya dari syara’ dalam bentuk nash tertentu yang membatalkannya dan tidak ada yang memperhatikannya.
2. Asy-Syaukani dalam kitab Irsyād al-Fuhūl yang memberikan definisi Maslahah Mursalah adalah maslahah yang tidak diketahui apakah syari’ menolaknya atau memperhitungkannya.
3. Ibnu Qudaima dari ulama Hambali memberikan definisi Maslahah Mursalah adalah maslahat yang tidak ada bukti petunjuk tertentu yang membatalkannya dan tidak pula yang memperhatikannya.
4. Yusuf Hamid al-‘Alim memberikan rumusan definisi Maslahah Mursalah adalah sesuatu yang tidak ada petunjuk syara’ tidak untuk membatalkannya, juga tidak untuk memperhatikannya.
5. Abdul Wahab al-Khallaf memberi rumusan definisi Maslahah Mursalah adalah maslahat yang tidak ada dalil syara’ datang untuk mengakuinya atau menolaknya.
6. Muhammad Abu Zahra memberi definisi yang hampir sama dengan rumusan Jalal al-Din bahwa definisi Maslahah Mursalah adalah Maslahat yang selaras dengan tujuan syariat Islam dan petunjuk tertentu yang membuktikan tentang pembuktian atau penolakannya.
7. Imam Malik sebagaimana dinukilkan oleh Imam Syatibi dalam kitab al-I’tishām mendefinisikan Maslahah Mursalah adalah suatu maslahat yang sesuai dengan tujuan, prinsip, dan dalil-dalil syara’, yang berfungsi untuk menghilangkan kesempitan, baik yang bersifat dhārurīyah (primer) maupun hajjīyah (sekunder).
Dari sejumlah penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Maslahah Mursalah adalah sebagai berikut:
a. Maslahah Mursalah adalah sesuatu yang baik menurut akal dengan pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan atau menghindarkan keburukan bagi manusia;
b. Apa yang baik menurut akal itu, juga selaras dan sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum;
c. Apa yang baik menurut akal dan selaras pula dengan tujuan syara’ tersebut tidak ada petunjuk syara’ secara khusus yang menolaknya, juga tidak ada petunjuk syara’ yang mengakuinya.
Advertisement
Bentuk-Bentuk Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut:
1. Maslahah al-Mu'tabarah
Maslahah al-Mu'tabarah adalah maslahah yang terdapat kesaksian syara' dalam mengakui keberadaannya. Jumhur ulama sepakat menyatakan, al-Maslahah ini merupakan landasan hukum. Contohnya seperti dalam kasus peminum khamr, hukuman atas orang yang meminum minuman keras (arak dan semisalnya) dalam hadis Nabi dipahami secara berlainan oleh para ulama fiqh, disebabkan perbedaan alat pemukul yang digunakan oleh Rasulullah SAW.
2. Maslahah al-Mulghah
Maslahah al-Mulghahadalah Maslahah yang terdapat kesaksian syara' yang membatalkannya. Maslahah bentuk kedua ini adalah bathil, dalam arti tidak dapat dijadikan sebagai landasan hukum karena ia bertentangan dengan nash.
Contohnya, Syara’ menentukan bahwa orang yang melakukan hubungan seksual di siang hari bulan ramadan dikenakan hukuman dengan memerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin (H.R. Bukhari dan Muslim).
Terkait dengan kasus ini al-Laits Ibnu Sa’ad langsung menetapkan dengan hukuman berupa puasa dua bulan berturut-turut bagi seorang penguasa yang melakukan hubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan. Dalam kasus ini, para ulama memandang putusan hukum yang diberikan oleh al-Laits tadi bertentangan dengan Hadits Rasullah di atas, karena bentuk-bentuk hukum itu menurut mereka harus diterapkan secara berurutan.
Oleh sebab itu ulama ushul al-fiqh memandang mendahulukan puasa dua bulan berturut-turut daripada memerdekakan seorang budak dengan dalil kemaslahatan hukum, merupakan kemaslahatan yang bertentangan dengan kehendak syarak, sehingga dengan sendirinya putusan itu menjadi batal. Kemaslahatan semacam ini, menurut kesepakatan mereka disebut Maslahah al Mulghah dan tidak bisa dijadikan sebagai landasan dalam memproduksi hukum.
3. Maslahah yang tidak terdapat kesaksian syara'
Maslahah bentuk ketiga ini kemudian dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Maslahah Al-Gharibah, yaitu maslahah yang sama sekali tidak terdapat kesaksian syara' terhadapnya, baik yang mengakui maupun yang menolaknya dalam bentuk macam atau jenis tindakan syara'.
b. Maslahah Al-Mula'imah, yaitu maslahah yang meskipun tidak terdapat nash tertentu yang mengakuinya, tetapi ia sesuai dengan tujuan syara' dalam lingkup umum.
Syarat-Syarat Menggunakan Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah adalah dalil hukum yang tidak bisa digunakan secara sembarangan. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan Maslahah Mursalah. Adapun syarat menggunakan Maslahah Mursalah adalah sebagai berikut:
1. Maslahat yang dimaksud adalah maslahat yang sebenarnya bukan hanya dugaan semata. Maksudnya ialah agar bisa diwujudkan pembentukan hukum tentang masalah yang dapat memberi kemaslahatan dan menolak kerusakan. Jika maslahat itu berdasarkan dugaan semata maka pembentukan hukum itu tidak akan mendatangkan maslahat.
2. Maslahat itu sifatnya umum, bukan bersifat perorangan. Maksudnya ialah bahwa dalam kaitannya dengan pembentukan hukum atas suatu kejadian dapat melahirkan manfaat bagi kebanyakan orang tidak hanya mendatangkan manfaat bagi satu orang atau beberapa orang saja.
3. Maslahat itu tidak boleh bertentangan dengan dalil syara’ yang telah ada, baik dalam bentuk nash, Alquran dan sunnah, maupun ijma’ dan qiyas.
4. Maslahah Mursalah itu diamalkan dalam kondisi yang memerlukan, seandainya masalahnya tidak diselesaikan dengan cara ini, maka umat akan berada dalam kesempitan hidup, dengan arti harus ditempuh untuk menghindarkan umat dari kesulitan.
Advertisement