Liputan6.com, Jakarta Tugas pokok Komisi Tiga Negara adalah hal yang penting diketahui oleh warga Indonesia. Komisi Tigas Negara atau KTN adalah komisi yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB pada tanggal 26 Agustus 1947.
Komisi Tiga Negara atau yang dikenal dengan Komite Jasa Baik Untuk Indonesia (Committee of Good Offices for Indonesia) adalah badan yang dibentuk oleh PBB untuk menyelesaikan konflik Indonesia dan Belanja yang membawa keduanya ke Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.
Dengan dibentuknya Komisi Tiga Negara oleh PBB tersebut menjadi salah satu tugas pokok Komisi Tiga Negara yang sangat penting. Pembentukan Komisi Tiga Negara merupakan usulan dari Amerika Serikat dan menjadi tidak lanjut dari resolusi oleh PBB.
Advertisement
Agar lebih paham, berikut Liputan6.com ulas mengenai tugas pokok Komisi Tiga Negara yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (23/8/2023).
Mengenal Komisi Tiga Negara
Seperti yang telah disinggung di paragraf sebelumnya, Komisi Tiga Negara atau yang dikenal dengan sebutan Komite Jasa Baik Untuk Indonesia (Committee of Good Offices for Indonesia) adalah badan komite yang dibentuk Dewan Keamanan (Security Council) PBB untuk menengahi dan mengakhiri pertempuran antara Belanda dan Indonesia dalam perang kemerdekaan Indonesia.
Melihat pertempuran sengit antara Belanda yang ingin menguasai Indonesia, dan para pejuang Indonesia, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB membentuk Komite Jasa Baik Untuk Indonesia (Committee of Good Offices for Indonesia), melalui Resolusi PBB nomor 31 yang dikeluarkan pada 25 Agustus 1947.
Komite ini terdiri dari tiga negara, sehingga disebut juga Komisi Tiga Negara atau KTN, dan terdiri atas:
- Australia yang dipilih oleh Indonesia diwakili oleh Richard C. Kirby
- Belgia yang dipilih oleh Belanda diwakili oleh Paul van Zeeland
- Amerika Serikat sebagai pihak yang netral menunjuk Dr. Frank Graham
Komisi melakukan pengamatan dan intermediasi untuk meredakan konflik bersenjata, yang kemudian berujung pada Perjanjian Renvile. Perjanjian Renvile mengakui kedaulatan Indonesia namun juga mengakui penguasaan Belanda atas wilayah yang diduduki sebagai hasil Agresi Militer I. Perjanjian ini juga menetapkan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Keputusan perjanjian ini tidak mengakhiri perselisihan dan akhirnya berujung pada Agresi Militer Belanda II.
Komisi Tiga Negara atau KTN mulai bekerja secara efektif setelah anggotanya datang di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947. Tugas Komisi Tiga Negara tidak hanya dibidang politik, namun juga terkait militer.
Advertisement
Tugas Pokok Komisi Tiga Negara
Dikutip dari buku Sejarah Pergerakan Nasional (2015) karya Fajriudin Muttaqin, dkk., menjelaskan bahwa tugas pokok Komisi Tiga Negara adalah mencari penyelesaian damai terhadap masalah perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Untuk itu, Komisi Tiga Negara menawarkan perundingan kepada kedua negara. Amerika Serikat mengusulkan tempat pelaksanaan perundingan yang di luar wilayah pendudukan Belanda maupun wilayah Republik Indonesia. Tempat tersebut adalah sebuah kapal AS bernama Renville, yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Perundingan itu terkenal dengan sebutan perundingan renville.
Selain menjadi penengah konflik, tugas pokok Komisi Tiga Negara yang lainnya adalah sebagai berikut ini:
- Menguasai dengan cara langsung penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi PBB.
- Memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh Tentara Negara Indonesia (TNI).
- Mempertemukan kembali Indonesia serta Belanda dalam Perundingan Renville. Namun pada kenyataannya, perundingan Renville membuat wilayah RI semakin sempit.
Isi Perjanjian Renville
Perundingan Renville dihadiri oleh Amir Syarifudin (Indonesia), R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (orang Indonesia pro Belanda) dan Frank Graham (perwakilan KTN). Pokok bahasan dalam perundingan Renville adalah upaya gencatan senjata dan penyelesaian masalah Garis Demarkasi Van Mook. Pada 19 Januari 1948, Belanda dan Indonesia sepakat untuk menandatangani perjanjian Renville. Namun, ternyata pada pelaksanaannya cukup merugikan Indonesia. Sehingga setelah perjanjian ini, konflik Indonesia-Belanda pun masih berlanjut. Perjanjian Renville menyepakati gencatan senjata. Belanda juga mendapat tambahan wilayah kekuasaan. Selain itu, kedaulatan Belanda atas Indonesia diakui sampai selesai terbentuknya Republik Indonesia Serikat. Bagi Indonesia, Perjanjian Renville hanya memberikan janji referendum di wilayah kekuasaan Belanda di Jawa, Madura, dan Sumatera. Rakyat di wilayah jajahan Belanda dijanjikan boleh memilih bergabung dengan RIS atau membentuk negara sendiri. Berikut isi Perjanjian Renville, yakni:
- Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.
- Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.
- Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.
- Republik Indonesia sejajar kedudukannya dalam Uni Indonesia Belanda.
- Sebekum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.
- Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera.
- Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.
- Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerah kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).
- Akan dibentuk Uni Indonesia Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.
- Akan diadakan plebisit atau semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.
- Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.
Jika disederhanakan, perjanjian Renville memuat beberapa persetujuan adalah sebagai berikut ini:
- Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
- Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan
- wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
- TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur
Advertisement