Liputan6.com, Jakarta - Astungkara artinya apa? Astungkara mengandung arti mendalam menurut ajaran agama Hindu, khususnya di Bali. Astungkara adalah sebuah ungkapan harapan yang mengarah kepada kehendak Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atau Tuhan. Astungkara artinya "semoga terjadi atas kehendak Ida Sang Hyang Widhi."
Baca Juga
Dalam ungkapan astungkara, ada kata "astu," yang berarti "semoga terjadi," ini merupakan bentuk penghormatan kepada kehendak Tuhan. Kata "kara" dalam astungkara artinya menunjuk pada penyebab atau pencipta, yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Maka, bisa dipahami arti astungkara mencerminkan harapan tulus dan doa umat Hindu agar keinginan mereka terjadi sesuai dengan rencana Ilahi.
Advertisement
Menurut pandangan umat Hindu di Bali, astungkara mengandung arti yang lebih dalam lagi. Kata ini menggambarkan kesadaran dan penghormatan akan peran Tuhan sebagai pencipta dan penyebab dari segala yang terjadi dalam kehidupan. Astungkara juga mencerminkan kerendahan hati umat Hindu yang mengakui bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Tuhan.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang astungkara artinya menurut ajaran agama Hindu dan dalam bahasa Bali, Kamis (31/8/2023).
Semoga Terjadi Atas Kehendak Tuhan
Astungkara, sebuah kata yang mengandung makna mendalam dan sakral dalam agama Hindu. Ungkapan yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan spiritual umat Hindu. Terutama di Bali, astungkara merupakan pintu gerbang untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan mengekspresikan harapan serta permohonan yang tulus.
Kata astungkara artinya terdiri dari dua komponen utama, yaitu "astu" dan "kara." Dalam bahasa Sanskerta, "astu" mengandung arti "semoga terjadi." Ini mencerminkan sikap penuh harapan dan kepercayaan kepada Tuhan, mengisyaratkan bahwa keinginan yang diucapkan akan menjadi kenyataan dengan kehendak-Nya. Sementara itu, "kara" mengacu pada "penyebab" atau "pencipta", menghubungkan astungkara dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah sumber dari semua hal.
Oleh karena itu, ketika seseorang mengucapkan astungkara artinya mereka berharap bahwa keinginan mereka akan terwujud karena kuasa dan kebijaksanaan Tuhan. Dalam buku berjudul Medan Makna Rasa dalam Bahasa Bali oleh Ni Luh Komang Candrawati, astungkara artinya merujuk pada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Menurut ajaran agama Hindu di Bali, astungkara memiliki makna yang mendalam. Ini disebutkan dalam kitab suci Atarwa Veda (9.4), Zoemulder, serta Kamus Jawa Kuna. Astungkara menjadi doa yang penuh harapan. Berupa ungkapan keinginan umat Hindu kepada Tuhan agar rencana dan tujuan hidup mereka terwujud sesuai dengan kehendak-Nya. Lebih dari itu, astungkara artinya sarana untuk berkomunikasi secara spiritual dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan dalam agama Hindu.
Menurut penjelasan dari situs website resmi Kabupaten Buleleng, astungkara artinya berasal dari penggabungan kata "astu" dan "kara" dengan sisipan "ng." Ungkapan ini mencerminkan rasa hormat dan ketaatan umat Hindu terhadap Tuhan. Begitu pula, ada keyakinan bahwa setiap kejadian dalam hidup merupakan bagian dari rencana-Nya.
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), lembaga resmi agama Hindu di Indonesia, juga memberikan pandangan penting mengenai ungkapan astungkara. Menurut PHDI, astungkara artinya senjata spiritual bagi umat Hindu. Melalui astungkara, mereka menyampaikan harapan, keinginan, dan permohonan kepada Tuhan.
Menurut pandangan ini, Bhatara Siwa dianggap sebagai sutradara kehidupan, dan umat Hindu percaya bahwa segala yang terjadi dalam hidup mereka adalah bagian dari perencanaan Ilahi.
Dalam perspektif perbandingan agama, astungkara artinya mirip dengan kata "Insyaallah" dalam ajaran agama Islam. Keduanya mengandung elemen harapan dan keyakinan kepada Tuhan dengan masa depan. Baik astungkara dalam agama Hindu maupun "Insyaallah" dalam Islam mencerminkan kepercayaan yang mendalam pada kehendak Tuhan.
Pada kesimpulannya, astungkara bukanlah sekadar sekumpulan kata, tetapi sebuah ungkapan spiritual yang mengandung makna dan harapan yang mendalam bagi umat Hindu. Melalui astungkara, mereka berkomunikasi dengan Tuhan, menyampaikan harapan dan permohonan, serta menggambarkan keyakinan akan peran Tuhan dalam kehidupan. Astungkara adalah jendela spiritual yang menghubungkan manusia dengan kehadiran Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Advertisement
Dimuat dalam Sastra Agung Veda
Astungkara terdapat dalam sastra agung Veda, yang mengandung makna mendalam dan memiliki tiga kata kunci utama dalam pemahamannya. Ini gabungan unsur-unsur bahasa Sanskerta dan memiliki pengaruh dari dialek daerah Bali. Simak penjelasannya menurut PHDI:
1. Kata Kunci Astu
Pertama-tama, kita memiliki kata kunci "Astu." Kata ini sudah sangat umum digunakan dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Hindu. Contoh penggunaannya dapat ditemukan dalam kata-kata seperti:
- "awignamastu" (semoga kebaikan terjadi),
- "swastyastu" (semoga kesejahteraan terjadi),
- "dirgayurastu" (semoga umur panjang terjadi),
- "tatastu swaha" dan sebagainya.
Kalimat "astu" juga banyak terdapat dalam mantra Veda, salah satunya yang diambil dari Atharwa Veda 5.28.7:
"agnir na etat prati grnatu
vidvan brhaspatih pratiy etu prajjnan
indro marutvan suhutm krnotuv
ayaksmam anamivamte astu"
Makna dari bagian ini adalah semoga Agni yang bijaksana menerima persembahan ini dari kami, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Brehaspati sejak zaman dahulu. Semoga Indra dan Maruts melakukan penyembuhan penyakit. Semoga semua ini terjadi tanpa adanya penyakit, semoga bebas dari penyakit.
2. Kata Kunci Kara
Kemudian, kata kunci kedua adalah "Kara," yang berarti melakukan, menyebabkan, pembuat, atau memproduksi. Kata ini mengarah pada salam, seperti "namaskara" atau "anjali," yang adalah salam dengan sikap mencakupkan kedua telapak tangan.
Contoh lainnya adalah "karasodhana," yang berarti membersihkan tangan. Kata lainnya, "kara" berkaitan dengan tindakan atau kekuatan yang memicu sesuatu.
3. Kata "ng" dari Dialek Bali
Namun, yang membuat astungkara begitu unik adalah gabungan dari dua kata kunci pertama, yaitu "astu" dan "kara." Seharusnya, jika digabungkan, menjadi "astukara." Namun, dalam pengaruh dialek daerah Bali, kata ini mendapat sisipan "ng" dan menjadi "astungkara."
Oleh karena itu, astungkara dapat diterjemahkan sebagai "terjadilah begitu," "biarlah menjadi demikian," atau "atas seizin atau kehendak sang penyebab" yang dalam hal ini merujuk kepada sosok Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Astungkara juga dapat diartikan sebagai sebuah salam yang menyatakan "semoga demikian" atau "mengiyakan." Dalam hal ini, kata "astu" mengandung makna "semoga" dan "kara" mengandung makna "dengan kekuatan tangan."
Ungkapan astungkara, lebih jauh mengajak untuk mengenal dan menghargai kekuatan tangan. Ini karena secara harfiah, ia mencerminkan harapan bahwa sesuatu akan terjadi dengan kekuatan tangan.
Kepercayaan akan kekuatan tangan juga tercermin dalam keyakinan bahwa garis tangan di telapak tangan seseorang dapat menentukan nasib mereka, termasuk dalam hal jodoh, pekerjaan, dan rejeki. Hal ini menggarisbawahi bahwa dalam budaya Hindu, seperti di Bali, ada penghargaan yang mendalam terhadap tangan sebagai alat yang mampu menciptakan, menghasilkan, dan mengubah nasib seseorang.
Oleh karena itu, astungkara bukanlah semata-mata kata-kata kosong, melainkan sebuah ungkapan yang meresapi pemikiran dan budaya umat Hindu.