Gangguan Depresi Mayor, Ini Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Gangguan depresi mayor ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya dinikmati, penurunan energi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan, kesulitan berkonsentrasi, perasaan tidak berharga atau bersalah, dan bahkan pemikiran tentang kematian atau bunuh diri.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 21 Feb 2024, 09:25 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2024, 09:25 WIB
Wanita Muda Minim Vitamin D Rentan Alami Depresi?
Trauma akibat masa lalu, buat wanita rentan kena stroke maupun serangan jantung. (Foto: ilustrasi)

Liputan6.com, Jakarta Gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang serius dan kompleks yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Gangguan depresi mayor merupakan bentuk depresi berat yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu atau bahkan bulan dengan gejala yang mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang.

Gangguan depresi mayor ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya dinikmati, penurunan energi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan, kesulitan berkonsentrasi, perasaan tidak berharga atau bersalah, dan bahkan pemikiran tentang kematian atau bunuh diri. 

Gejala-gejala gangguan depresi mayor dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk pola pikir, suasana hati, dan perilaku, serta dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup yang signifikan. Berikut ulasan lebih lanjut tentang gangguan depresi mayor yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (21/2/2024).

Apa itu Gangguan Depresi Mayor?

Anak depresi
Anak depresi ? ilustrasi/copyright pexels.com/pixabay.com

Gangguan depresi mayor merupakan salah satu kondisi mental yang sangat umum dan memiliki dampak yang signifikan pada suasana hati dan perilaku individu yang terkena dampaknya. Menurut data WHO, gangguan depresi mayor telah menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab timbulnya penyakit pada tahun 2018, dan diproyeksikan akan menjadi penyebab utama penyakit terbanyak pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mengenali dan mengatasi gangguan ini secara efektif.

Gangguan depresi mayor memengaruhi individu dari berbagai latar belakang dan usia, meskipun kecenderungan dua kali lipat lebih tinggi pada wanita daripada pria. Prevalensi seumur hidup gangguan depresi mayo berkisar antara 5 hingga 17 persen, dengan individu yang berusia sekitar 40 tahun rata-rata berisiko mengalami kondisi ini. Namun, survei terbaru menunjukkan peningkatan tren gangguan depresi mayor pada anak muda dan remaja, yang mungkin terkait dengan faktor-faktor seperti peningkatan konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Penting untuk diingat bahwa gangguan depresi mayor bukan hanya masalah emosional semata, tetapi merupakan kondisi medis yang memerlukan perawatan yang tepat. Tanpa pengobatan dan perawatan yang sesuai, gangguan depresi mayor dapat memburuk dan bertahan dalam jangka waktu yang lama, mengganggu kualitas hidup dan menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 

Jenis Gangguan Depresi Mayor

Ada beberapa subtipe gangguan depresi mayor dengan karakteristik dan faktor pemicu yang berbeda, berikut diantaranya.

1. Depresi Atipikal

Subtipe ini ditandai oleh adanya gejala tidak khas, seperti tidur berlebihan, reaksi yang berlebihan terhadap penolakan, peningkatan berat badan secara drastis, dan perasaan sedih yang bertahan lama.

2. Seasonal Affective Disorder (SAD)

Jenis depresi ini terkait dengan perubahan musim, dimana gejalanya cenderung muncul pada musim dingin atau musim gugur dan mereda saat musim panas atau musim semi. Penyebabnya diduga terkait dengan perubahan durasi siang hari dan penurunan paparan sinar matahari, yang memengaruhi kimiawi otak dan memicu gejala depresi.

3. Depresi Prenatal

Jenis depresi mayor ini muncul selama masa kehamilan, kemungkinan terkait dengan perubahan hormonal yang terjadi pada tubuh wanita selama kehamilan.

4. Postpartum Depression

Jenis ini merupakan depresi yang sering dialami oleh wanita setelah melahirkan. Perubahan hormon dan stres yang terkait dengan perawatan bayi baru lahir dapat menjadi faktor pemicu kondisi ini.

Penyebab dan Faktor Resiko Gangguan Depresi Mayor

Ilustrasi Depresi
Ilustrasi Depresi. (Gambar oleh Anemone123 dari Pixabay)

Penyebab gangguan depresi mayor belum sepenuhnya dipahami secara pasti, tetapi para ahli meyakini bahwa berbagai faktor, baik genetik maupun lingkungan, berperan dalam perkembangannya. Salah satu faktor utama yang diduga terlibat adalah ketidakseimbangan senyawa kimia dalam otak, terutama neurotransmiter seperti serotonin, noradrenalin, dan dopamine.

Selain faktor kimia dalam otak, beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan depresi mayor, berikut diantaranya.

  1. Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) atau konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan. Zat-zat ini dapat mengganggu keseimbangan kimia dalam otak dan memperburuk gejala depresi.
  2. Kondisi medis tertentu seperti kanker atau hipotiroidisme juga dapat menjadi faktor risiko untuk mengembangkan depresi mayor. Perubahan hormonal dalam tubuh dapat memengaruhi mood dan suasana hati seseorang.
  3. Pengalaman traumatis seperti kehilangan orang yang dicintai, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, atau bullying dapat menyebabkan stres emosional yang berkepanjangan dan meningkatkan risiko depresi mayor.
  4. Efek samping dari obat-obatan tertentu, seperti steroid, juga dapat memicu atau memperburuk gejala depresi pada beberapa individu.
  5. Perubahan besar dalam hidup, seperti mengalami kebangkrutan, pensiun dini, atau kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba, dapat menyebabkan stres yang berlebihan dan memicu terjadinya depresi mayor pada beberapa orang.

Faktor-faktor ini mungkin berinteraksi satu sama lain, dan tidak semua orang yang mengalami faktor-faktor tersebut akan mengalami depresi mayor. Namun, dengan memahami faktor-faktor risiko ini, kita dapat lebih proaktif dalam mencegah dan mengatasi gangguan depresi mayor dengan mengelola stres, mencari dukungan sosial, dan mendapatkan perawatan yang tepat jika diperlukan.

Gejala Gangguan Depresi Mayor

Ilustrasi depresi, victim mentality
Ilustrasi depresi, victim mentality. (Gambar oleh Grae Dickason dari Pixabay)

Gejala gangguan depresi mayor dapat bervariasi dari individu ke individu, tetapi secara umum penderitanya mengalami kombinasi perubahan mood, perilaku, dan fisik yang signifikan. Menurut kriteria yang tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), seseorang dapat dinyatakan mengalami depresi mayor jika mengalami sejumlah gejala berikut selama minimal 2 minggu.

  1. Perasaan sedih yang mendalam dan berlangsung selama beberapa hari, yang bisa menjadi salah satu gejala utama depresi mayor.
  2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam melakukan aktivitas yang sebelumnya dinikmati, termasuk hobi atau hubungan sosial.
  3. Perasaan isolasi sosial atau ketidakmampuan untuk menikmati interaksi dengan orang lain.
  4. Kesulitan berkonsentrasi, memusatkan perhatian, atau membuat keputusan, yang dapat mempengaruhi kinerja dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
  5. Membuat diri merasa bersalah atau bernilai rendah, bahkan dalam situasi yang seharusnya tidak memicu perasaan tersebut.
  6. Merasa lelah, kehilangan energi, atau kelesuan secara fisik yang berlangsung sepanjang hari, bahkan setelah istirahat yang cukup.
  7. Mempertimbangkan pikiran bunuh diri atau merencanakan untuk menyakiti diri sendiri (self-harm), yang merupakan gejala serius dan memerlukan perhatian medis segera.
  8. Gangguan tidur, seperti insomnia (kesulitan tidur) atau hipersomnia (tidur berlebihan), yang bisa memengaruhi kualitas tidur dan membuat individu merasa tidak segar saat bangun.
  9. Perubahan berat badan yang signifikan, baik peningkatan maupun penurunan berat badan, yang tidak disengaja dan tidak terkait dengan perubahan pola makan atau aktivitas fisik.

Komplikasi yang Mungkin Terjadi pada Penderita Depresi Mayor

Gangguan depresi mayor dapat menyebabkan sejumlah komplikasi yang serius jika tidak diobati atau dikelola dengan baik. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan mental, tetapi juga dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan fisik dan perilaku seseorang. Berikut komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita gangguan depresi mayor. 

1. Obesitas

Perasaan sedih yang kronis sering kali berhubungan dengan perubahan pola makan yang tidak sehat dan kurangnya motivasi untuk berolahraga, yang dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan risiko obesitas.

2. Diabetes

Depresi dapat mempengaruhi kadar gula darah dan sensitivitas insulin dalam tubuh, meningkatkan risiko pengembangan diabetes tipe 2.

3. Penyakit Jantung

Terdapat hubungan antara depresi dan penyakit jantung, di mana depresi dapat memperburuk faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan merokok, yang semuanya berkontribusi pada pengembangan penyakit jantung.

4. Kanker

Meskipun belum sepenuhnya dipahami, depresi juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa jenis kanker, mungkin karena dampaknya pada sistem kekebalan tubuh dan pola hidup yang tidak sehat.

5. Tingkat Bunuh Diri dan Self-harm

Salah satu komplikasi yang paling serius dari depresi adalah risiko tinggi untuk melakukan tindakan menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri sebagai akibat dari perasaan putus asa dan keputusasaan.

6. Penyalahgunaan NAPZA dan Alkohol

Banyak orang yang mengalami depresi mencoba untuk mengatasi gejalanya dengan menggunakan zat-zat terlarang atau minuman beralkohol sebagai bentuk pelarian, yang dapat memperburuk kondisi mereka dan menyebabkan ketergantungan.

7. Gangguan Fungsi Kognitif

Depresi dapat mengganggu fungsi kognitif, seperti kemampuan untuk berkonsentrasi, mengingat informasi, dan membuat keputusan, yang dapat memengaruhi kinerja dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.

Penanganan gangguan depresi mayor yang tepat sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi ini. Melalui perawatan yang komprehensif, termasuk terapi psikologis, obat-obatan, dukungan sosial, dan perubahan gaya hidup, banyak dari risiko ini dapat dikurangi atau dicegah sepenuhnya. 

Komplikasi yang Mungkin Terjadi pada Penderita Depresi Mayor

Depresi (iStock)
Ilustrasi depresi. (iStockphoto)

Gangguan depresi mayor dapat menyebabkan sejumlah komplikasi yang serius jika tidak diobati atau dikelola dengan baik. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan mental, tetapi juga dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan fisik dan perilaku seseorang. Berikut komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita gangguan depresi mayor. 

1. Obesitas

Perasaan sedih yang kronis sering kali berhubungan dengan perubahan pola makan yang tidak sehat dan kurangnya motivasi untuk berolahraga, yang dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan risiko obesitas.

2. Diabetes

Depresi dapat mempengaruhi kadar gula darah dan sensitivitas insulin dalam tubuh, meningkatkan risiko pengembangan diabetes tipe 2.

3. Penyakit Jantung

Terdapat hubungan antara depresi dan penyakit jantung, di mana depresi dapat memperburuk faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan merokok, yang semuanya berkontribusi pada pengembangan penyakit jantung.

4. Kanker

Meskipun belum sepenuhnya dipahami, depresi juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa jenis kanker, mungkin karena dampaknya pada sistem kekebalan tubuh dan pola hidup yang tidak sehat.

5. Tingkat Bunuh Diri dan Self-harm

Salah satu komplikasi yang paling serius dari depresi adalah risiko tinggi untuk melakukan tindakan menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri sebagai akibat dari perasaan putus asa dan keputusasaan.

6. Penyalahgunaan NAPZA dan Alkohol

Banyak orang yang mengalami depresi mencoba untuk mengatasi gejalanya dengan menggunakan zat-zat terlarang atau minuman beralkohol sebagai bentuk pelarian, yang dapat memperburuk kondisi mereka dan menyebabkan ketergantungan.

7. Gangguan Fungsi Kognitif

Depresi dapat mengganggu fungsi kognitif, seperti kemampuan untuk berkonsentrasi, mengingat informasi, dan membuat keputusan, yang dapat memengaruhi kinerja dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.

Penanganan gangguan depresi mayor yang tepat sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi ini. Melalui perawatan yang komprehensif, termasuk terapi psikologis, obat-obatan, dukungan sosial, dan perubahan gaya hidup, banyak dari risiko ini dapat dikurangi atau dicegah sepenuhnya. 

Diagnosis dan Pengobatan Gangguan Depresi Mayor

Ilustrasi depresi
Ilustrasi depresi (iStock)

Proses diagnosis depresi mayor dimulai dengan anamnesis atau wawancara medis oleh dokter untuk memahami keluhan yang dialami pasien. Setelah itu, beberapa prosedur pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis depresi, seperti berikut.

1. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kondisi fisik tertentu yang dapat menyebabkan gejala depresi atau memperburuknya.

2. Evaluasi Kejiwaan

Dokter akan menanyakan dan mengamati gejala, perasaan, pikiran, dan pola perilaku pasien untuk memahami lebih lanjut tentang kondisinya.

3. Tes Laboratorium

Tes darah lengkap dapat dilakukan untuk mendeteksi gangguan hormon tiroid atau kondisi medis lain yang dapat menjadi faktor penyebab depresi.

Setelah pemeriksaan ini, dokter akan membandingkan hasil dengan kriteria diagnosis yang tercantum dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) atau Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) untuk mengonfirmasi diagnosis depresi pada pasien.

Untuk mengatasi Depresi Mayor, terdapat beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut.

1. Psikoterapi

Terapi ini membantu pasien untuk mengidentifikasi dan mengatasi pola pikir dan perilaku yang tidak sehat yang mungkin menyebabkan atau memperburuk depresi.

2. Obat-Obatan Antidepresan

Dokter dapat meresepkan obat-obatan antidepresan untuk membantu menyeimbangkan zat kimia dalam otak yang bertanggung jawab atas regulasi suasana hati dan emosi.

3. Terapi Stimulasi Otak

Terapi seperti electroconvulsive therapy (ECT), transcranial magnetic stimulation (TMS), atau vagus nerve stimulation (VNS) dapat digunakan untuk pasien yang tidak merespons terhadap pengobatan lainnya atau memiliki gejala yang parah.

4. Perawatan Mandiri

 Pasien juga dapat melakukan perawatan mandiri dengan menerapkan pola hidup sehat, berlibur, berolahraga secara teratur, dan mendapatkan dukungan sosial untuk mengoptimalkan penanganan depresi.

Pilihan pengobatan akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi individu pasien, dan dapat melibatkan kombinasi dari beberapa metode tersebut untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengatasi depresi mayor. Penting bagi pasien untuk bekerja sama dengan dokter dalam merencanakan strategi pengobatan yang sesuai dan memonitor perkembangannya secara teratur.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya