Middle Child Syndrome dan Karakteristiknya, Orang Tua Wajib Tahu

Middle child syndrome cenderung merasa sulit untuk menunjukkan identitas mereka dalam keluarga, dan merasa tidak memiliki peran yang jelas.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 21 Jun 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2024, 20:00 WIB
Bangun hubungan emosional
Ilustrasi anak-anak dan orang tua (foto: Pexels/Arina Krasnikova)

Liputan6.com, Jakarta Anak tengah atau anak kedua seringkali mengalami apa yang sering disebut sebagai middle child syndrome atau sindrom anak tengah, di mana mereka merasa kurang mendapat perhatian atau bahkan diabaikan.  Sindrom anak tengah ini telah menjadi perdebatan yang panjang, dengan beberapa ahli yang benar-benar percaya, bahwa anak tengah memiliki karakteristik yang khas, sementara yang lain menganggapnya sebagai mitos semata. 

Satu faktor yang mungkin memengaruhi middle child syndrome adalah perhatian yang dibagikan oleh orang tua. Biasanya, saat anak pertama lahir, orang tua cenderung memberikan perhatian penuh pada si sulung. Ketika adik kedua lahir, perhatian orang tua harus dibagi antara anak pertama dan anak kedua, dan ini bisa membuat anak tengah merasa kurang penting atau diabaikan. 

Selain itu, adanya perbedaan perlakuan antara anak sulung dan anak bungsu biasanya terlihat jelas dalam keluarga. Anak sulung sering kali diharapkan untuk menjadi contoh yang baik dan bertanggung jawab, sedangkan anak bungsu cenderung diperbolehkan untuk lebih bebas dan kekanak-kanakan. Anak tengah sering kali merasa tertekan untuk mencapai standar anak sulung, dan pada saat yang sama merasa tidak mendapatkan kebebasan seperti yang didapatkan oleh anak bungsu.

Namun, penting untuk diingat bahwa setiap anak unik dan tidak semua anak tengah mengalami sindrom ini. Beberapa anak tengah justru mengembangkan karakteristik yang tangguh dan mandiri, karena mereka biasanya belajar untuk berbagi, berkompromi dan menemukan cara untuk menonjol di tengah saudara-saudaranya.

Berikut ini cara mencegah middle child syndrome di keluarga yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (21/6/2024). 

 

Sekilas Tentang Middle Child Syndrome

Ilustrasi anak merajuk
Perhatian dan rasa sayang berlebihan akan membuat anak menjadi manja. (Foto: Pexels/Monstera Production)

Middle child syndrome merujuk pada keyakinan, bahwa anak kedua atau tengah sering kali mendapat perhatian yang lebih sedikit, cenderung dikucilkan, atau bahkan diabaikan dibandingkan dengan kakak dan adiknya. Menurut Frank Spinath, seorang psikolog dari Saarland University di Jerman, urutan kelahiran mungkin berperan dalam membentuk kepribadian seseorang. Middle-child syndrome, atau sindrom anak tengah, menjadi istilah yang populer digunakan untuk menggambarkan kondisi psikologis anak tengah yang sering merasa terpinggirkan, dan tidak mendapat perhatian yang cukup dalam keluarga mereka.

Teori urutan kelahiran sendiri menyatakan bahwa posisi seorang anak dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian dan hasil kehidupannya. Anak tertua, misalnya, cenderung menjadi lebih cerdas dan seringkali memiliki sifat otoriter atau merasa berkuasa karena ekspektasi yang tinggi dari orang tua mereka. Di sisi lain, anak bungsu cenderung menjadi anak manja karena sering kali dianggap seperti bayi dalam keluarga. Bagi anak yang lahir di tengah-tengah, karakteristiknya seringkali berbeda dengan kakak dan adiknya.

Anak kedua mungkin menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri, karena mereka merasa tersisihkan di antara saudara-saudaranya. Sindrom anak tengah dapat terjadi karena anak ini merasa terjebak di antara kakak yang lebih bertanggung jawab dan adik yang mendapat perhatian khusus. Anak tengah sering kali tidak mendapat pujian atau perhatian sebanyak anak pertama atau kakaknya. Namun, mereka juga tidak dimanja atau dilindungi sebanyak adiknya. Hal ini dapat membuat mereka merasa tidak mampu bersaing dengan saudara kandungnya, yang kemudian menimbulkan perasaan tersisihkan dan tidak diakui.

 

Karakteristik

Ilustrasi keluarga, orang tua dan anak-anaknya
Ilustrasi keluarga, orang tua dan anak-anaknya. (Foto oleh Migs Reyes: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-keluarga-bahagia-4205505/)

Kepribadian

Anak tengah sering kali mengalami tantangan unik dalam mengembangkan kepribadian mereka karena posisi mereka di antara saudara-saudaranya. Berikut adalah beberapa aspek yang membentuk karakter anak tengah:

1. Sebagai individu yang berada di tengah-tengah, anak tengah sering merasa bahwa identitas mereka kurang diperhatikan atau diakui secara khusus. Kakak mungkin memiliki peran yang lebih menonjol karena harus mengambil tanggung jawab sebagai figur pertama dalam keluarga, sementara adik sering kali mendapat perhatian lebih karena sebagai "anak bungsu" yang sering diperlakukan dengan penuh perhatian dan kasih sayang.

2. Dalam dinamika keluarga, anak tengah dapat merasa tertekan di antara harapan yang mungkin lebih tinggi terhadap kakak mereka dan perlindungan yang lebih intens terhadap adik mereka. Mereka sering kali berusaha menemukan cara untuk menonjol atau mendapatkan perhatian, tetapi kadang merasa sulit karena perhatian orang tua cenderung terbagi.

3. Posisi anak tengah sering membuat mereka terlatih dalam menengahi konflik di antara saudara-saudaranya. Mereka belajar untuk menjadi mediator yang baik, memahami berbagai perspektif, dan mencoba menjaga kedamaian di tengah-tengah dinamika keluarga yang mungkin kompleks.

4. Anak tengah juga terbiasa dengan perubahan dalam keluarga. Mereka mungkin belajar untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, baik itu dalam hal dinamika keluarga, tanggung jawab, atau perhatian yang diberikan.

Hubungan

Hubungan anak tengah dengan saudara-saudaranya dan orang tua cenderung dipengaruhi oleh dinamika keluarga yang ada:

1. Anak tengah sering mencari pengakuan dan perhatian dari orang tua, terutama di tengah kebutuhan kakak untuk bertanggung jawab dan perlindungan terhadap adik. Mereka mungkin merasa perlu untuk lebih aktif dalam mencari perhatia, atau membuktikan kemampuan mereka.

2. Kompetisi antara saudara-saudara seringkali menjadi bagian dari kehidupan anak tengah. Mereka mungkin merasa perlu untuk bersaing dengan kakak dan adik mereka, untuk mendapatkan posisi atau perhatian tertentu, yang dapat membentuk sikap mereka terhadap persaingan dan pencapaian.

3. Dalam beberapa keluarga, anak tengah mungkin merasa bahwa kakak atau adik mereka lebih diistimewakan atau diutamakan oleh orang tua. Hal ini bisa menjadi tantangan tersendiri dalam memahami peran dan kehadiran mereka dalam keluarga.

Cara Mengatasi Middle Child Syndrome

Berbagi Waktu untuk Anak-Anak
Ilustrasi Keluarga Bahagia Ibu Ayah Anak / Freepik by pressfoto

Anak tengah yang merasa kurang diperhatikan, seringkali merasa terpinggirkan, atau dianggap tidak sebanding perhatiannya dibandingkan dengan kakak dan adiknya, bisa menghadapi tantangan emosional yang signifikan seiring berjalannya waktu. Pengalaman ini dapat berdampak negatif pada perkembangan kepribadian mereka, terutama saat memasuki masa dewasa. Diantaranya, anak tengah mungkin lebih cenderung mengalami rasa rendah diri, kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang yang tidak terpenuhi, bahkan hingga mengalami krisis identitas.

Untuk menghindari risiko sindrom anak tengah, penting bagi orang tua untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam memberikan dukungan yang lebih pada anak tengah mereka. Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, tetapi juga untuk memastikan bahwa mereka merasa dicintai dan dihargai secara menyeluruh dalam lingkungan keluarga mereka.

1. Sisihkan waktu secara khusus untuk berinteraksi dengan anak tengah Anda. Misalnya, menonton film bersama, membaca buku favoritnya, atau sekadar berbicara tentang hal-hal yang penting bagi mereka. Ini tidak hanya membangun hubungan yang kuat antara orang tua dan anak, tetapi juga memberi kesempatan bagi anak tengah untuk merasa dihargai secara individual.

2. Ajak anak tengah untuk terlibat aktif dalam semua kegiatan keluarga. Ini termasuk memberi mereka ruang untuk menyuarakan pendapat mereka mengenai rencana keluarga, seperti tujuan liburan atau kegiatan weekend lainnya. Dengan demikian, mereka merasa bahwa pendapat dan kebutuhan mereka diakui dalam dinamika keluarga.

3. Dorong anak tengah untuk selalu berbicara terbuka tentang perasaan dan pemikiran mereka. Mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghargai setiap cerita atau opini yang mereka sampaikan, akan membangun kepercayaan diri mereka dalam berkomunikasi dan mengungkapkan diri.

4. Berikan pujian dan penghargaan secara teratur atas pencapaian anak tengah, baik itu dalam hal akademik, sosial, atau aktivitas lain yang mereka lakukan. Ini tidak hanya meningkatkan motivasi mereka untuk terus berprestasi, tetapi juga memperkuat rasa percaya diri mereka.

5. Berikan kesempatan kepada anak tengah untuk membuat keputusan-keputusan kecil dalam kehidupan sehari-hari mereka, seperti memilih pakaian atau menu makanan. Ini membantu mereka merasa lebih mandiri dan bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, sambil tetap mendapatkan bimbingan dan dukungan dari orang tua.

6. Jelaskan kepada anak tengah bahwa kasih sayang dan perhatian dari orang tua tidak terbatas pada urutan kelahiran. Pastikan mereka memahami bahwa mereka dianggap sama pentingnya dengan kakak dan adik mereka, meskipun mungkin cara pendekatan dan interaksi dengan mereka bisa berbeda.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya