Denial Adalah Mekanisme Pertahanan Psikologis, Apa Saja Dampaknya?

Menghadapi denial adalah langkah penting dalam perjalanan menuju kesadaran diri dan pertumbuhan pribadi.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 08 Okt 2024, 17:15 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2024, 17:15 WIB
5 stages of grief 1
Ilustrasi denial/Copyright pexels.com/Polina Zimmerman

Liputan6.com, Jakarta Denial adalah suatu mekanisme pertahanan psikologis yang sering kali muncul, sebagai respons terhadap situasi sulit atau menyakitkan. Dalam konteks psikologi, denial digunakan untuk menggambarkan keadaan ketika seseorang menolak menerima kenyataan yang tidak sesuai harapan. Proses ini dapat terjadi secara sadar maupun tidak sadar, di mana individu berusaha menghindari perasaan cemas, kesedihan, atau ketidaknyamanan.

Denial adalah fenomena yang bisa muncul dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari masalah pribadi hingga interaksi sosial. Ketika seseorang mengalami denial, mereka mungkin berusaha untuk mempertahankan pandangan mereka tentang realitas yang ideal, meskipun kenyataan menunjukkan sebaliknya. Misalnya, seseorang yang mengalami kesulitan dalam hubungan, mungkin menolak untuk mengakui adanya masalah yang mendasar, justru berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.

Penting untuk dipahami bahwa denial adalah proses yang normal dan sering kali menjadi bagian dari mekanisme coping. Namun, ketika perilaku ini berlangsung terlalu lama atau mengganggu kehidupan sehari-hari, maka bisa menjadi masalah yang lebih serius. Denial dapat mengakibatkan individu terjebak dalam pola pikir yang tidak produktif, pada akhirnya dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan.

Berikut ini dampak dan cara atasi denial yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (8/10/2024).

 


Apa Itu Denial?

Ilustrasi berkata tidak, menolak
Ilustrasi berkata tidak, menolak. (Photo by Isaiah Rustad on Unsplash)

Denial adalah sebuah mekanisme pertahanan psikologis yang umum dijumpai dalam kehidupan manusia, di mana individu menolak untuk menerima kenyataan atau situasi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan. Dalam konteks psikologi, denial sering kali muncul sebagai reaksi pertama terhadap peristiwa yang berpotensi menyebabkan stres emosional, seperti kehilangan orang yang dicintai, diagnosis penyakit serius, atau kegagalan dalam suatu aspek kehidupan. Ketika seseorang mengalami denial, mereka cenderung tidak menyadari atau bahkan mengabaikan realitas yang ada, berusaha meyakinkan diri mereka bahwa apa yang terjadi tidaklah benar atau tidak akan memengaruhi mereka.

Menurut Anna Freud, penyangkalan atau denial adalah mekanisme dari pikiran yang belum dewasa, karena bertentangan dengan kemampuan untuk belajar dari dan mengatasi realitas. Adapun mekanisme ini berfungsi untuk melindungi individu dari perasaan cemas, ketakutan dan sakit yang mungkin timbul akibat situasi yang sulit. Misalnya, ketika menghadapi kehilangan, seseorang mungkin berpura-pura bahwa orang yang telah pergi masih ada atau menolak untuk membicarakan peristiwa tersebut, dengan harapan bahwa kenyataan akan berubah.

Perilaku denial memiliki ciri-ciri tersendiri dan beberapa diantaranya:

- Menolak membicarakan sebuah masalah.

- Tidak mengakui kesalahan, mencari cara untuk membenarkan sikap yang mereka lakukan meski merugikan.

- Menyalahkan orang lain atas segala situasi yang terjadi.

- Menarik diri dari orang dan lingkungan lain yang sudah mengingatkan mereka untuk menerima kenyataan.

- Meremehkan segala situasi yang terjadi.

Penting untuk menyadari, bahwa denial adalah hal yang wajar dan bisa terjadi pada siapa saja. Namun, mengatasi denial dan perlahan-lahan menerima kenyataan yang sulit adalah langkah penting, untuk mencapai pemulihan yang sejati. Dengan dukungan dari orang-orang terdekat dan keterbukaan untuk menghadapi kenyataan, individu dapat melewati fase denial dan memulai perjalanan menuju penerimaan dan penyembuhan.

 


Dampak Denial dalam Kehidupan Sehari-hari

Berani bilang tidak, penolakan, menolak. Say no.
Ilustrasi berani menolak dan bilang tidak. (Photo by Picas Joe on Pexels)

1. Gangguan dalam Hubungan Interpersonal

Dampak denial yang paling mencolok terlihat dalam hubungan interpersonal. Ketika seseorang berada dalam keadaan penyangkalan, mereka cenderung menolak untuk menghadapi kenyataan yang ada, yang sering kali berhubungan dengan masalah dalam hubungan. Misalnya, dalam konteks pernikahan, salah satu pasangan mungkin tidak ingin mengakui adanya konflik yang serius, seperti kurangnya komunikasi atau ketidakpuasan emosional.

Penyangkalan ini dapat menciptakan jurang yang semakin lebar antara pasangan, menghambat kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur. Akibatnya, kesalahpahaman bisa berlarut-larut, dan masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan diskusi yang sehat menjadi semakin rumit. Hubungan yang seharusnya saling mendukung bisa berubah menjadi sumber konflik yang berkepanjangan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perpisahan atau keretakan hubungan yang sebenarnya bisa dihindari.

2. Dampak Terhadap Kesehatan

Dalam konteks kesehatan, denial dapat memiliki konsekuensi yang sangat serius. Ketika seseorang menghadapi diagnosis penyakit yang mengancam, seperti kanker atau penyakit jantung, reaksi pertama yang sering muncul adalah penolakan. Mereka mungkin tidak mau percaya bahwa mereka benar-benar sakit, berusaha untuk mengabaikan gejala yang muncul atau menolak saran medis untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Dalam situasi seperti ini, penyangkalan dapat menghambat akses mereka terhadap perawatan yang diperlukan, mengakibatkan kondisi kesehatan yang semakin memburuk. Sebagai contoh, pasien yang menolak pengobatan yang direkomendasikan karena denial mungkin tidak hanya menghadapi rasa sakit fisik yang lebih besar, tetapi juga risiko kematian yang lebih tinggi. Akibatnya, denial bukan hanya masalah psikologis, tetapi juga dapat berimplikasi langsung pada kesehatan fisik seseorang.

3. Stagnasi Karier

Di tempat kerja, dampak denial dapat menghambat perkembangan karier seseorang secara signifikan. Ketika seorang karyawan menolak untuk mengakui bahwa ada masalah dalam kinerjanya, seperti tidak memenuhi target atau mendapatkan umpan balik negatif dari atasan, mereka cenderung menghindari untuk mencari bantuan atau pelatihan yang diperlukan. Hal ini dapat menyebabkan stagnasi dalam karier, di mana individu tersebut terjebak dalam posisi yang sama tanpa ada kemajuan.

Selain itu, ketidakmampuan untuk mengenali kelemahan diri dapat memicu suasana kerja yang negatif, di mana masalah tidak diidentifikasi dan tidak diselesaikan. Dalam lingkungan kerja yang kompetitif, ini bisa menjadi penghalang besar bagi kesuksesan individu. Oleh karena itu, penting bagi setiap profesional untuk bersikap terbuka terhadap umpan balik dan berusaha mengatasi masalah yang ada, bukan mengabaikannya.

4. Isolasi Sosial

Penyangkal juga dapat menyebabkan isolasi sosial yang signifikan. Ketika seseorang berpegang pada penyangkalan, mereka sering kali menghindari berbagi perasaan atau pengalaman mereka dengan orang lain, termasuk teman dan keluarga. Misalnya, seseorang yang mengalami kehilangan mungkin menolak untuk berbicara tentang orang yang telah tiada, berusaha melanjutkan hidup seolah-olah tidak ada yang berubah.

Dalam proses ini, mereka tidak hanya menghindari perasaan berduka, tetapi juga berisiko kehilangan dukungan emosional yang penting dari orang-orang terdekat. Ketidakmampuan untuk terhubung dengan orang lain dapat menciptakan rasa kesepian yang mendalam dan mengganggu kesejahteraan mental individu. Ketika seseorang tidak mampu membuka diri untuk berbagi beban emosionalnya, mereka berisiko terjebak dalam keadaan mental yang negatif, yang dapat memperburuk kesehatan mental mereka.

 


Cara Atasi Sikap Denial

Ilustrasi takut, seram, penolakan
Ilustrasi takut, seram, penolakan. (Photo by Karolina Kaboompics from Pexels)

Mengatasi perilaku denial merupakan langkah penting untuk membantu individu menghadapi kenyataan, dan menjalani hidup yang lebih sehat secara emosional dan mental. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku denial:

1. Meningkatkan Kesadaran Diri

Langkah pertama dalam mengatasi denial adalah meningkatkan kesadaran diri. Individu perlu memahami bahwa mereka sedang berada dalam kondisi penyangkalan dan berusaha mengenali perasaan serta pikiran yang muncul ketika menghadapi situasi sulit. Ini bisa dilakukan dengan meluangkan waktu untuk merenungkan pengalaman pribadi, perasaan yang dirasakan, dan situasi yang dihadapi. Mencatat pikiran dan perasaan dalam jurnal juga bisa menjadi cara yang efektif untuk membantu meningkatkan kesadaran diri dan mengidentifikasi pola perilaku penyangkalan.

2. Mencari Dukungan Emosional

Dukungan dari orang-orang terdekat, seperti keluarga dan teman, sangat penting dalam mengatasi denial. Mencari seseorang yang dapat dipercaya untuk diajak bicara bisa membantu individu merasa lebih nyaman dalam membuka diri dan berbagi perasaan. Mereka bisa mendapatkan perspektif baru tentang situasi yang dihadapi dan merasa didengar, yang dapat membantu mengurangi rasa penolakan. Terapi kelompok atau dukungan dari seorang profesional, seperti psikolog atau konselor, juga bisa memberikan ruang aman untuk membahas perasaan dan mengatasi penyangkalan.

3. Menerima Realitas dengan Bertahap

Menghadapi kenyataan bisa menjadi proses yang sulit dan menyakitkan. Oleh karena itu, penting untuk menerima realitas secara bertahap. Individu bisa mulai dengan mengidentifikasi aspek-aspek kecil dari situasi yang sulit dan secara perlahan berusaha untuk mengakui keberadaan fakta-fakta tersebut. Proses ini dapat meliputi refleksi pribadi dan bertanya pada diri sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana perasaan mereka terhadapnya. Dengan waktu, individu dapat belajar untuk menerima realitas yang lebih besar tanpa merasa terbebani.


4. Berlatih Keterampilan Koping

Takut Mengalami Penolakan
Ilustrasi Stres Credit: pexels.com/Andrea

Mengembangkan keterampilan koping yang sehat juga merupakan cara efektif untuk mengatasi perilaku denial. Keterampilan koping ini dapat berupa teknik relaksasi, seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga, yang membantu menurunkan stres dan meningkatkan ketenangan batin.

Selain itu, individu bisa mencoba melakukan aktivitas yang menyenangkan atau hobi yang mereka nikmati, yang dapat memberikan perasaan positif dan membantu mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran negatif. Kegiatan fisik juga dapat meningkatkan kesehatan mental dan membantu mengurangi gejala penyangkalan.

5. Menghadapi Ketakutan dan Kecemasan

Penting untuk menyadari bahwa banyak perilaku denial muncul sebagai respons terhadap ketakutan dan kecemasan. Menghadapi ketakutan ini secara langsung dapat membantu individu meredakan penolakan terhadap kenyataan. Mereka bisa mulai dengan mengidentifikasi ketakutan yang mendasari perilaku denial dan berusaha untuk memahami apa yang menyebabkan ketakutan tersebut. Berbicara dengan seorang profesional atau melakukan terapi kognitif perilaku dapat membantu individu mengatasi ketakutan mereka dan menemukan cara untuk menghadapi situasi sulit dengan lebih konstruktif.

6. Melakukan Terapi atau Konseling

Mengikuti terapi atau konseling dapat memberikan dukungan yang sangat diperlukan untuk mengatasi perilaku denial. Terapis dapat membantu individu mengidentifikasi pola penyangkalan dan memberikan alat serta teknik yang efektif untuk menghadapinya. Melalui sesi terapi, individu dapat belajar untuk berkomunikasi lebih baik, mengembangkan keterampilan koping, dan membangun kepercayaan diri dalam menghadapi kenyataan yang sulit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya