Dari Sepak Bola Gajah hingga Imbas Dualisme, Ini Sejarah Kelam Timnas Indonesia di Piala AFF

Piala AFF 2007 menjadi salah satu momen paling sulit dalam sejarah partisipasi Timnas Indonesia di turnamen bergengsi Asia Tenggara. Kekecewaan mendalam dirasakan oleh para penggemar dan pemain, mengingat harapan tinggi yang dibawa tim saat itu.

oleh Fardi Rizal diperbarui 06 Des 2024, 14:47 WIB
Diterbitkan 06 Des 2024, 14:47 WIB
Kolase - Timnas Indonesia di Piala AFF
Tim Nasional Indonesia telah menunjukkan performa yang mengesankan di Piala AFF. Dalam turnamen bergengsi ini, mereka berhasil menarik perhatian banyak penggemar sepak bola dengan permainan yang penuh semangat dan strategi yang matang. Melihat perjalanan tim, tak dapat dipungkiri bahwa persiapan yang matang dan latihan intensif menjadi kunci keberhasilan mereka. Pelatih dan staf juga berperan penting dalam mengembangkan taktik yang efektif untuk menghadapi lawan-lawan tangguh.... Selengkapnya

 

Liputan6.com, Jakarta Piala AFF 2007 menjadi salah satu momen paling menyedihkan dalam sejarah Timnas Indonesia di turnamen bergengsi Asia Tenggara. Kejadian ini sangat mengesankan karena Timnas Indonesia tidak hanya gagal melaju ke semifinal, tetapi juga terhenti di fase grup.

Dibawah arahan pelatih asal Inggris, Peter White, Indonesia tergabung dalam Grup B bersama Singapura, Vietnam, dan Laos. Pada laga pembuka, Skuad Garuda menunjukkan performa yang mengesankan dengan meraih kemenangan 3-1 atas Laos. Dua gol dicetak oleh Atep dan satu gol lainnya oleh Saktiawan Sinaga.

Namun, harapan mulai meredup saat menghadapi Vietnam di pertandingan kedua. Timnas Indonesia hampir mengalami kekalahan, tetapi Saktiawan Sinaga berhasil menyamakan kedudukan menjadi 1-1 pada menit ke-90, menyelamatkan tim dari kekalahan.

Di laga ketiga melawan Singapura, Indonesia kembali harus puas dengan hasil imbang 2-2. Hasil ini tidak cukup untuk membawa Indonesia melanjutkan langkah ke fase berikutnya, karena produktivitas gol tim ini kalah dibandingkan Singapura dan Vietnam. Singapura sebelumnya mencetak 11 gol saat melawan Laos, sementara Vietnam juga berhasil menghancurkan Laos dengan skor 9-0.

Kondisi ini sangat kontras dengan pencapaian Indonesia di Piala AFF 2004, di mana tim yang juga dilatih oleh Peter White berhasil mencapai final, meskipun akhirnya kalah dari Singapura.

Akibat keterpurukan ini, Peter White menjadi sasaran kritik tajam. Posisi kepelatihannya kemudian diambil alih oleh pelatih asal Bulgaria, Ivan Kolev, untuk mencoba mengembalikan kejayaan Timnas Indonesia di pentas sepak bola Asia Tenggara.

Sepak Bola Gajah 1998

Bejo Sugiantoro, Piala Tiger 1998
Bejo Sugiantoro tengah beraksi dalam duel melawan salah satu pemain tim nasional Thailand pada ajang Piala Tiger 1998. Pertandingan ini menjadi salah satu momen penting dalam sejarah sepak bola Indonesia, di mana Bejo menunjukkan keterampilan dan semangat juangnya di lapangan. Piala Tiger 1998 menjadi saksi bisu persaingan sengit antara tim-tim Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Thailand, yang dikenal memiliki rivalitas yang kuat.... Selengkapnya

 

Piala AFF, yang dulunya dikenal sebagai Piala Tiger, pertama kali diselenggarakan pada tahun 1996. Edisi kedua turnamen ini, yang berlangsung pada tahun 1998 di Vietnam, meninggalkan kenangan yang tidak menyenangkan bagi Timnas Indonesia. Dalam fase grup, Indonesia tergabung dalam Grup A bersama Thailand, Myanmar, dan Filipina.

Pencapaian Timnas Indonesia pada saat itu cukup mengesankan. Di bawah kepemimpinan pelatih Rusdy Bahalwan, Indonesia berhasil melaju ke semifinal dengan menempati posisi ketiga, setelah mengalahkan Thailand melalui adu penalti dengan skor 5-4. Lima penendang penalti, yaitu Uston Nawawi, Bima Sakti, Yusuf Ekodono, Kuncoro, dan Imam Riyadi, berhasil menjalankan tugas mereka dengan baik.

Namun, perjalanan Indonesia tidak sepenuhnya mulus. Nama besar Timnas Indonesia sempat ternoda akibat tuduhan "sepak bola gajah" saat bertanding melawan Thailand dalam perebutan status juara grup. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Thong Nhat, Ho Chi Minh City, Vietnam, berjalan dengan tempo yang lambat. Meskipun Indonesia sempat unggul 2-2, pertandingan berakhir dengan kemenangan Thailand 3-2. Gol yang menentukan bagi Thailand terjadi akibat gol bunuh diri Mursyid Efendi, yang menambah derita Indonesia.

Belakangan terungkap bahwa Indonesia sengaja "kalah" untuk menghindari pertemuan dengan Vietnam di semifinal. Meskipun peristiwa tersebut telah berlalu lama, stigma negatif tersebut masih membekas dan menjadi sorotan setiap kali Piala AFF diselenggarakan.

2012 dan 2014, Efek Dualisme Kompetisi dan PSSI

Andik Vermansah
Andik Vermansah berperan penting dalam perjuangan Timnas Indonesia di Piala AFF 2012. Penampilannya yang menonjol menjadi salah satu sorotan utama selama turnamen tersebut. Kecepatan dan keterampilan tekniknya di lapangan memberikan kontribusi signifikan bagi tim, menjadikannya salah satu pemain kunci dalam upaya meraih gelar juara. Dengan dedikasi dan semangat juangnya, Andik berhasil menarik perhatian banyak penggemar sepak bola di tanah air.... Selengkapnya

 

Timnas Indonesia mengalami masa sulit di Piala AFF pada tahun 2012 dan 2014, setelah penampilan gemilang di tahun 2010 yang berhasil mencapai final. Keterpurukan ini tidak terlepas dari konflik internal di PSSI yang mengganggu stabilitas tim. Dualisme kepengurusan, termasuk kehadiran Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI), berdampak signifikan terhadap performa Tim Garuda.

Situasi semakin rumit dengan adanya dualisme kompetisi yang membatasi pemain yang bisa dipanggil. Hanya pemain dari klub-klub yang berpartisipasi dalam liga yang diakui PSSI yang dapat memperkuat timnas, sementara pemain dari liga lain dianggap tidak memenuhi syarat.

Pada Piala AFF 2012, di bawah arahan pelatih Nilmaizar, Timnas Indonesia hanya mampu meraih satu kemenangan di fase grup. Kemenangan tersebut diperoleh dengan skor 1-0 melawan Singapura berkat gol Andik Vermansah. Di dua laga lainnya, Tim Garuda harus puas bermain imbang 2-2 melawan Laos dan kalah 0-2 dari Malaysia. Hasil ini menempatkan Indonesia di posisi ketiga Grup B dengan total empat poin, tertinggal dua poin dari Singapura dan Malaysia yang melaju ke semifinal.

Kondisi serupa terjadi pada Piala AFF 2014. Alfred Riedl, yang sebelumnya berhasil membawa Indonesia ke final pada tahun 2010, kembali ditunjuk sebagai pelatih. Namun, performa Timnas Indonesia tidak menunjukkan perubahan. Pada laga pertama Grup A, Tim Garuda ditahan imbang 2-2 oleh Vietnam, diikuti dengan kekalahan telak 0-4 dari Filipina di laga kedua. Meskipun meraih kemenangan 5-1 atas Laos, yang juga menjadi debut Evan Dimas di level senior, hal ini tidak cukup untuk menyelamatkan tim. Dengan hanya empat poin dari tiga pertandingan, Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam dan Filipina.

Setelah periode sulit tersebut, Timnas Indonesia mengalami pembekuan dari FIFA, yang mengakibatkan ketidakmampuan tampil di level internasional. Pembekuan ini baru dicabut pada pertengahan 2016, dan Alfred Riedl kembali memimpin tim dengan keterbatasan pemain. Meskipun begitu, ia berhasil membawa Timnas Indonesia melangkah hingga final Piala AFF 2016.

Dengan harapan baru, Piala AFF 2024 diharapkan menjadi momen bagi Timnas Indonesia untuk mengakhiri penantian panjang meraih gelar juara. Semoga kesialan dan keterpurukan dapat dijauhkan, dan Tim Garuda dapat tampil sebagai tim yang kuat dan kompetitif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya