Liputan6.com, Jakarta Kasus korupsi tata niaga timah yang menyeret nama suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, telah menyita perhatian publik karena besarnya kerugian negara hingga Rp300 triliun. Kasus ini berawal dari kerja sama ilegal di sektor pertambangan timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami aktris Sandra Dewi, dengan sejumlah pihak terkait. Harvey Moeis kemudian dijatuhi vonis 6 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta setelah terbukti bersalah.
Sejak awal, kasus ini mencuat sebagai skandal besar yang melibatkan praktik penyewaan smelter ilegal dan penggelapan dana dalam tata kelola komoditas timah di wilayah Bangka Belitung. Investigasi Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa Harvey dan rekan-rekannya melakukan manipulasi keuangan dan merusak lingkungan dalam skala besar. Kerugian negara tidak hanya berupa uang, tetapi juga kerusakan ekosistem yang signifikan.
Baca Juga
Vonis yang dijatuhkan kepada Harvey memunculkan reaksi beragam di masyarakat. Banyak yang menilai hukuman tersebut terlalu ringan dibandingkan dengan dampak korupsi yang ditimbulkan. Di sisi lain, Kejaksaan Agung masih mempertimbangkan langkah banding untuk memastikan hukuman yang lebih berat bagi Harvey dan terdakwa lainnya. Berikut informasinya, dirangkum Liputan6, Minggu (29/12).
Advertisement
Awal Mula Kasus Korupsi Timah
Kasus ini bermula ketika Harvey Moeis, yang menjabat sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), menjalin komunikasi dengan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, pada tahun 2018-2019. Komunikasi tersebut bertujuan mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah untuk meraup keuntungan besar.
Melalui skema kerja sama ilegal, Harvey dan Riza menyamarkan aktivitas pertambangan ilegal dengan dalih sewa-menyewa peralatan pemrosesan timah. Pendekatan ini melibatkan beberapa perusahaan smelter yang diminta menyetorkan dana ke rekening tertentu dengan kedok dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Praktik ini kemudian berkembang menjadi modus besar yang melibatkan banyak pihak.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara," kata jaksa penuntut umum (JPU) Ardito Muwardi dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, mengutip ANTARA, Minggu (29/12).
Advertisement
Peran Harvey Moeis dalam Skema Korupsi
Sebagai perwakilan PT RBT, Harvey Moeis berperan aktif dalam membangun jaringan kerja sama ilegal dengan PT Timah Tbk dan para pemilik smelter. Harvey diduga bertindak sebagai penghubung utama yang mengoordinasikan proses transaksi keuangan serta pembagian keuntungan dari hasil tambang ilegal.
Untuk melancarkan aksinya, Harvey menginstruksikan para pemilik smelter agar mengalirkan dana ke beberapa rekening yang dikelola kelompoknya. Dana ini kemudian digunakan untuk membiayai operasional tambang ilegal sekaligus memperkaya diri dan rekan-rekannya. Perannya tidak hanya sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai eksekutor dalam mengatur strategi penyamaran aktivitas ilegal tersebut.
Modus yang diterapkan Harvey memperlihatkan bagaimana korupsi di sektor pertambangan dapat merusak sistem ekonomi dan menciptakan ketimpangan sosial. Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan dalam tata kelola sumber daya alam di Indonesia.
Penetapan Harvey Moeis sebagai Tersangka
Kejaksaan Agung resmi menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka pada 27 Maret 2024. Proses penetapan ini diikuti dengan penahanan di Rumah Tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.
Saat keluar dari Gedung Kejaksaan Agung dengan mengenakan rompi tahanan berwarna pink, Harvey langsung menjadi sorotan media. Keputusan penahanan tersebut diambil untuk memastikan proses hukum berjalan lancar tanpa adanya intervensi atau upaya menghilangkan barang bukti.
Penetapan status tersangka ini menjadi awal dari rangkaian persidangan yang diwarnai dengan berbagai dinamika, termasuk tuntutan hukuman yang diajukan jaksa dan reaksi publik terhadap kasus ini.
Advertisement
Kerugian Negara dan Dampak Lingkungan
Kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus ini mencapai Rp300 triliun, yang terdiri dari beberapa aspek. Kerugian langsung dari kerja sama ilegal dengan smelter swasta tercatat sebesar Rp2,28 triliun, sedangkan pembayaran bijih timah kepada mitra tambang mencapai Rp26,65 triliun. Selain itu, kerusakan lingkungan diperkirakan merugikan negara hingga Rp271,07 triliun.
Kerusakan lingkungan ini mencakup penggalian lahan seluas 170.363.064 hektar di kawasan hutan dan nonhutan di Bangka Belitung. Aktivitas penambangan ilegal telah menyebabkan degradasi tanah, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem yang sulit dipulihkan.
Dampak ekologis yang masif ini memperkuat urgensi untuk memperketat pengawasan sektor pertambangan dan memperbaiki regulasi terkait pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Vonis dan Langkah Hukum Selanjutnya
Pada akhirnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun 6 bulan penjara kepada Harvey Moeis. Selain itu, ia diwajibkan membayar denda Rp1 miliar atau menjalani tambahan hukuman 6 bulan kurungan jika denda tersebut tidak dibayar.
Advertisement
Apa yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun dalam kasus ini?
Kerugian berasal dari kerja sama ilegal, pembayaran bijih timah, dan kerusakan lingkungan.
Mengapa vonis Harvey Moeis dianggap ringan?
Vonis 6,5 tahun dinilai tidak sebanding dengan tuntutan jaksa 12 tahun dan kerugian yang ditimbulkan.
Advertisement
Apa dampak lingkungan akibat kasus ini?
Kerusakan tanah dan air di Bangka Belitung seluas 170 juta hektar menyebabkan ekosistem rusak.
Apakah Kejaksaan Agung akan mengajukan banding?
Kejaksaan masih mempertimbangkan langkah banding atas putusan tersebut.
Â
Advertisement