Liputan6.com, Jakarta Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, berpesan ada lima hal yang perlu dicermati dalam melakukan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji.
Hal ini dikemukakan Menag saat membuka Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1440H/2019M, di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Baca Juga
Pertama, sebagai penyelenggara, Menag meminta para peserta untuk memahami apa yang sudah dianggap baik oleh jemaah. "Agar kita bisa mempertahankan apa yang sudah baik, bahkan meningkatkan," ungkap dia.
Advertisement
Kedua, dalam evaluasi yang dilakukan menjadikan peningkatan kualitas manasik haji sebagai fokus layanan pada tahun mendatang. Ini sesuai dengan pencanangan tahun 2020 sebagai tahun Peningkatan kualitas manasik haji.
Ini menurut Menag bukan berarti menafikkan pelayanan lainnnya seperti akomodasi, transportasi, maupun konsumsi bahkan kesehatan. Namun, lebih dari itu Menag berharap layanan-layanan lain akan menunjang peningkatan layanan di bidang ibadah sehingga dapat meningkatkan kualitas manasik jemaah haji.
"Kita ingin ada peningkatan. Setelah hal-hal yang bersifat fisik, maka kita harus menambah kualitas penyelenggaraan ini dengan kepuasan non fisik, yaitu peningkatan kualitas manasik haji jemaah," kata Menag.
Jemaah haji menurut Menag perlu memahami apa makna serta filosofi dari ritual ibadah haji yang dilakukan. Mulai dari makna ihram, tawaf, sai, hingga wukuf di Arafah. Sehingga secara lebih makro Menag berharap sepulangnya jemaah dari ibadah haji, mereka akan menerapkan filosofi yang didapat dalam kehidupan sehari-hari.
"Jadi jemaah haji kita yang jumlahnya terbanyak setiap tahunnya itu, diharapkan memiliki dampak sosial yang positif juga sepulangnya ke tanah air," harap Menag.
Ketiga, secara serius menangani permasalahan Arafah Muzdalifah dan Mina (Armuzna). "Permasalahan armuzna selalu menjadi titik kritis dalam penyelenggaraan ibadah haji. Terutama kepadatan tenda di Mina. Ini perlu dipikirkan secara serius," tandas Menag.
Salah satu yang harus dipertimbangkan adalah untuk menyarankan sebagian jemaah kembali ke hotel usai menyelesaikan kewajiban mabit.
"Perlu dipikirkan bagaimana bila sebagian jemaah kita yang hotelnya dekat dengan jamarat, mereka dapat kembali ke hotel. Sehingga tempat yang kosong di tenda mina dapat dipergunakan oleh sebagian yang lain," ujar Menag.
Â
Hal Lain
Keempat, mengupayakan perluasan pelayanan fast track. "Ini salah satu inovasi yang dirasakan memuaskan oleh Jemaah. Maka harus dipertahankan bahkan diperluas agar tidak hanya dinikmati oleh Jemaah dari embarkasi Jakarta," imbuhnya.
Menag berharap seluruh jemaah haji dapat merasakan layanan fast track ini. Namun, jika hal tersebut tidak memungkinkan, setidaknya ada penambahan layanan fast track pada embarkasi dengan jumlah jemaah yang besar seperti Embarkasi Solo (SOC) dan Embarkasi Surabaya (SUB).
Kelima, Menag meminta peserta untuk mencermati masalah sosialisasi terkait istithoah haji. Ia menuturkan, saat ini masih ditemui kasus bahwa ada jemaah yang sebenarnya sudah tiba di asrama, tapi kurang dari 24 jam dinyatakan gagal berangkat akibat tidak terpenuhinya syarat istithoah kesehatan.
"Masyarakat perlu tahu, kapan mereka bisa diberangkatkan dan bilamana mereka dapat dinyatakan gagal berangkat. Indikatornya harus disosialisasikan," ujar Menag.
Dalam kesempatan tersebut Menag juga menyampaikan bahwa upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan haji, menurut Menag tidak ada batasnya. "Karena kepuasan tidak ada batasnya. Tapi kita harus punya tolok ukur yang jelas. Maka melalui rakernas ini kita harus punya tolok ukurnya," tandas Menag.
Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1440H/2019M akan berlangsung selama tiga hari, 8-10 Oktober 2019. Rakernas ini diikuti oleh Kepala Kanwil Kemenag se-Indonesia, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah se-Indonesia, Kepala UPT Asrama Haji se-Indonesia, ASN serta Pejabat pada Ditjen PHU, serta perwakilan Kementerian/Lembaga terkait.
Advertisement