Kata Gus Baha tentang Sesaji, Ibrah Kisah Walisongo Sebarkan Islam Tanpa Konflik

Gus Baha menyatakan wali tidak mengkafirkan sesaji, tapi mengubahnya menjadi ini

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2024, 02:00 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2024, 02:00 WIB
Gus Baha AI
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Sosok alim alamah KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menerangkan betapa luar biasanya walisongo saat menyebarkan Islam di Indonesia. Tanpa adanya konflik.

Islam masuk ke Indonesia pada awalnya melalui perdagangan dan interaksi budaya dengan pedagang muslim dari berbagai wilayah seperti Gujarat, Arab, dan India.

Proses ini umumnya berlangsung tanpa konflik besar, karena pendekatan perdagangan dan budaya menciptakan hubungan yang relatif harmonis antara masyarakat setempat dan pedagang muslim.

Kemudian, penyebaran Islam lebih meluas melalui pernikahan dan interaksi antarbudaya dengan masyarakat setempat, serta melalui aktivitas dakwah dari para ulama dan pedagang Muslim yang datang ke kepulauan Nusantara.

Proses ini juga dibantu oleh fleksibilitas Islam dalam menyesuaikan diri dengan tradisi dan budaya lokal, yang memungkinkannya untuk diterima oleh masyarakat setempat tanpa menimbulkan konflik besar.

"Agama yang masuk negara enggak konflik itu diantaranya paling spesial di Indonesia. Karena para wali ini mendampingi kultur daerahnya tetapi tidak berbenturan," ujar Gus Baha seperti unggahan Youtube chanel @El Hazima Official.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Dahulu Sesaji di Sawah, Sekarang Sodaqoh

Sejumlah sesajen yang tengah disiapkan oleh warga kampung (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
Sejumlah sesajen yang tengah disiapkan oleh warga kampung (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Banyak aspek kepercayaan dan adat istiadat lokal yang terjalin dengan Islam dalam bentuk Islam Nusantara yang mengakomodasi nilai-nilai lokal dengan ajaran Islam.

Oleh karena itu, meskipun ada ketegangan lokal terkadang, Islam secara umum masuk ke Indonesia tanpa konflik besar dan berhasil berintegrasi ke dalam masyarakat secara damai.

"Misalnya kalau orang Jawa dulu pakai sesaji di sawah-sawah katanya dimakan penunggunya ya," ujar Gus Baha.

"Yang punya sawah itu kalau dulu pikirannya itu makhluk gaib di era modern ya penunggunya tuh kambing, ayam, hewan kecil, ya memang yang makan itu akhirnya," ungkap Gus baha.

"Dulu tuh aneh bisa dimakan penunggunya, kalimat penunggu itu apa, nggak jelas," ucapnya.

Para Wali Tidak Mengkafirkan, tetapi Mengganti dengan Sodaqoh

Ciri Orang Kembali Suci di Hari Idul Fitri Menurut 9 Wali
Wali Songo sang penyebar Islam di tanah Jawa memberikan ciri-ciri tertentu manusia yang kembali suci di hari Idul Fitri.

"Wali-wali datang tidak mengkafirkan itu, tapi terus dirubah jadi sedekah, ketetanggaan jadi kultur itu nggak dilawan tapi cukup dipercaya diubah dari makani demit menjadi shodaqoh," tandas Gus Baha.

Perubahan dari sesaji menjadi sedekah merupakan langkah yang positif dalam konteks keagamaan dan sosial. Sesaji merupakan tradisi keagamaan dalam kebudayaan Indonesia di mana masyarakat memberikan persembahan kepada roh leluhur atau kepada Tuhan dalam bentuk makanan atau barang-barang lainnya.

Namun, wali-wali mengubah konsep tersebut menjadi sedekah mengarahkan praktek tersebut ke arah yang lebih sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dalam Islam, sedekah memiliki makna yang lebih luas dan bermakna positif. Sedekah merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan, di mana seseorang memberikan sebagian dari harta atau rezeki mereka kepada yang membutuhkan tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Dengan merubah sesaji menjadi sedekah, masyarakat dapat lebih mendekatkan praktek keagamaan mereka dengan ajaran Islam, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaan lokal yang bermanfaat.

Ini juga memperkuat solidaritas sosial dan kepedulian terhadap sesama, yang merupakan nilai-nilai yang ditekankan dalam ajaran Islam. Dengan demikian, perubahan ini tidak hanya menghormati tradisi, tetapi juga menguatkan hubungan antara keyakinan keagamaan dan praktik sosial yang lebih bermakna dan berdampak positif bagi masyarakat.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya