Ungkap Penyakit Terberat Manusia, Gus Baha Kutip Kitab Hikam

"Kenapa karena orang kikir itu gak ada kata-kata kitab hikam, bukan kata saya, yang ada itu tamak," kata Gus Baha

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mei 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2024, 11:30 WIB
Gus Baha (Tangkap layar YouTube Kumparan Dakwah)
Gus Baha (Tangkap layar YouTube Kumparan Dakwah)

Liputan6.com, Cilacap - Ulama nyentrik asal Rembang Jawa Tengah yang merupakan murid Mbah Moen, yaitu KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau populer dengan sapaan Gus Baha menerangkan perihal penyakit terberat manusia.

Santri yang merupakan alumus Ponpes Al-Anwar Sarang Rembang menukil kitab Hikam tatkala menerangkan tema yang cukup menarik ini.

“Orang itu kalau mentalnya memberi itu berarti selesai dengan dirinya. Tapi kalau tidak bermental memberi pasti tamak,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @Sudarnopranoto, Kamis (30/05/2024).

“Dan tamak itu mesti menghakimi orang lain. Maka dalam Kitab Hikam diterangkan penyakit terberat itu tamak,” ungkapnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Alasan Tamak Penyakit Terberat Manusia

Gus Baha
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha (TikTok)

Sebab seriusnya penyakit ini maka dalam kitab hikam secara khusus membahas tentang tamak dan tidak terdapat bab tentang kikir.

"Kenapa karena orang kikir itu gak ada kata-kata kitab hikam, bukan kata saya, yang ada itu tamak," terangnya.

Sejatinya menurut kitab hikam itu tidak ada orang kikir. Justru label kikir itu muncul tatkala seseorang merasa kepentingannya tidak kesampaian dan yang bersangkutan memiliki sifat tamak.

"Misalnya begini, saya kenal PLT Bupati Kudus, gak pernah saya bilang beliau kikir tapi sekali saya pernah mengajukan proposal tidak kesampaian, maka saya bilang beliau kikir," terangnya.

"Jadi saya menvonis kikir atau pelit itu sebetulnya ya karena punya keinginan tidak kesampaian," tandasnya.

Sifat Tamak dan Bahayanya

Ilustrasi keserakahan, tamak, rakus
Ilustrasi keserakahan, tamak, rakus. (Image by benzoix on Freepik)

Menukil suaramuhammadiyah.id, apa sebenarnya yang menjadi sumber persoalan dan petaka yang terus menghantui kehidupan di masyarakat atau suatu bangsa? Salah satu jawaban yang layak diajukan adalah sifat tamak, atau hasrat berkuasa, dan nafsu posesif yang tak terkendali dalam diri manusia.

Tamak adalah sikap rakus terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan tanpa memperhitungkan mana yang halal dan haram. Sifat ini sebagai sebab timbulnya rasa dengki, hasud, permusuhan, serta perbuatan keji dan munkar lainnya. Korupsi, pembegalan, perampokan, penipuan, dan perilaku lacur lainnya bermuara pada ketamakan.

Serakah atau tamak merupakan sikap yang selalu ingin memperoleh sesuatu yang banyak untuk diri sendiri atau kelompoknya. Sudah menjadi suratan, lazimnya orang tamak selalu mengharap pemberian orang lain yang sebanyak-banyaknya, namun dia sendiri justru bersikap pelit atau bakhil.

Orang yang tamak selalu merasa bahwa harta kekayaan yang dimilikinya selalu kurang dan berat untuk bersyukur kepada Allah SwT. Rakus atau tamak (al-hirshu) atau (ath-thama’u) yaitu suatu sikap yang tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan hak-hak orang lain.

Rasulullah menggambarkan sikap rakus dengan sangat tandas: “Jika anak Adam memiliki satu lembah emas dia akan mencari agar menjadi dua lembah dan tidak ada yang akan menutup mulutnya melainkan tanah. Dan Allah menerima taubat orang yang bertaubat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Tamak merupakan tabiat pada kebanyakan manusia yang amat mencintai harta benda. Jika memiliki harta benda, maka ia takut bila kehilangan sebagian dari hartanya dan berhasrat untuk menambah lebih banyak lagi.

Ungkapan tentang bahaya sikap tamak dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, bahwa rakusnya seseorang terhadap harta benda dan kedudukan akan merusak agamanya dan kerusakan ini lebih dahsyat dibanding kerusakan dua serigala yang sedang lapar terhadap kambing yang menyen diri. Kalimat bijak lainnya datang dari Mahatma Gandhi,

“Bumi mampu mencukupi semua kebutuhan seluruh manusia, tetapi tidak mampu mencukupi kerakusan seorang manusia.”

Begitulah, tamak dapat menyebabkan seseorang lupa menyembah kepadaNya, dapat berlaku kikir, memeras serta merampas hak-hak orang lain.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya