Logika Yahudi tentang Syarat jadi Nabi dan Asal Usul Rasulullah SAW, Gus Baha Mencerahkan

Gus Baha bahas orang Yahudi terkait syarat-syarat seorang nabi dan bagaimana mereka mendiskusikan asal-usul Nabi Muhammad SAW.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2024, 22:30 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2024, 22:30 WIB
Gus Baha 1
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab dikenal sebagai Gus Baha, dalam salah satu kajiannya membahas tentang pandangan orang Yahudi terkait syarat-syarat seorang nabi dan bagaimana mereka mendiskusikan asal-usul Nabi Muhammad SAW.

Seperti diketahui, Gus Baha merupakan putra dari seorang ulama pakar Al-Qur'an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA, Kiai Nursalim al-Hafizh, dari Narukan, Rembang.

Gus Baha menjelaskan bagaimana logika dan sejarah ini berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW yang berasal dari bangsa Arab.

Dikutip dari video tersebut, Gus Baha menyampaikan bahwa dalam diskusi orang-orang Yahudi di masa lalu, salah satu syarat utama seorang nabi adalah bahwa ia harus berasal dari garis keturunan nabi sebelumnya.

"Orang Yahudi itu ada diskusi, syaratnya nabi itu mbah-mbahnya harus nabi, harus keturunan nabi," ujar Gus Baha, dikutip dari kanal YouTube @ngajimushola. 

Pandangan ini, menurut Gus Baha, menjadi dasar pemikiran mereka dalam menilai siapa yang layak diangkat menjadi nabi.

Selain itu, Gus Baha juga menyebutkan bahwa kebanyakan nabi yang diakui dalam tradisi Yahudi berasal dari wilayah Palestina atau Syam.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan Ini:


Nabi di Palestina

Ketampanan Nabi Yusuf: Menyingkap Fakta Sebenarnya yang Mendalam
Ilustrasi Nabi (Sumber: Pinterest.com)

"Kemudian semua nabi rata-rata di Palestina di Syam," jelasnya. Hal ini memperkuat keyakinan mereka bahwa nabi hanya bisa muncul dari wilayah tersebut dan dari keturunan nabi-nabi sebelumnya.

Namun, munculnya Nabi Muhammad SAW dari bangsa Arab, yang pada masa itu dikenal sebagai bangsa Jahiliyah, menjadi tantangan bagi pandangan tersebut.

"Lalu Muhammad asal-usulnya dari mana? Tahu-tahu orang Arab kok nabi, padahal orang Arab itu dulu jahiliyah," ungkap Gus Baha.

Pertanyaan ini menjadi bahan perdebatan di kalangan Yahudi ketika mereka mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW berasal dari Arab.

Untuk menjawab keraguan ini, Gus Baha menjelaskan bahwa terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah keturunan Nabi Ibrahim AS.

"Alhasil terus diceritakan bukti Muhammad ini turunan Ibrahim adalah ada jejak kaki Nabi Ibrahim di dekat Ka'bah," kata Gus Baha.

Bukti ini dianggap penting karena menunjukkan hubungan genealogis antara Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW.

Gus Baha menambahkan bahwa jika Nabi Ibrahim AS pernah berada di Mekkah, maka hal itu menunjukkan bahwa ia meninggalkan keturunan di sana, yang salah satunya adalah Nabi Muhammad SAW.


Nabi Ibrahim Pernah Tinggal di Makkah

maqam ibrahim 1
maqam Ibrahim

"Kalau Nabi Ibrahim pernah di Makkah, artinya Beliau pernah meninggalkan turunan yang di Makkah yaitu bernama Nabiyuna Muhammad SAW," jelas Gus Baha.

Ini menjadi salah satu argumen yang memperkuat legitimasi Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir.

Lebih lanjut, Gus Baha menyatakan bahwa pemahaman agama tidak hanya didasarkan pada sejarah atau silsilah, tetapi juga pada logika dan perilaku beragama sehari-hari.

"Satu perilaku keseharian beragama, lalu kita beragama kemudian tahu logikanya," ujar Gus Baha. Ini menunjukkan bahwa pemahaman agama harus didasarkan pada pemikiran yang rasional dan pengalaman sehari-hari.

Menurut Gus Baha, pengenalan akan asal-usul Nabi Muhammad SAW melalui logika dan bukti-bukti sejarah merupakan bagian penting dari pemahaman agama yang lebih mendalam.

"Kita beragama kemudian tahu logikanya," katanya. Hal ini menekankan pentingnya memahami agama melalui pendekatan yang logis dan faktual.

Gus Baha juga mengingatkan bahwa meskipun Nabi Muhammad SAW berasal dari bangsa Arab, yang pada saat itu dikenal sebagai bangsa yang berada dalam kebodohan, hal ini tidak mengurangi keabsahan kenabiannya.

"Padahal orang Arab itu dulu jahiliyah, tetapi tetap saja Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah," tegasnya. Ini menekankan bahwa status moral atau sosial suatu bangsa tidak menentukan kebenaran seorang nabi.

Selain itu, Gus Baha menjelaskan bahwa pemahaman terhadap jejak sejarah dan bukti-bukti seperti jejak kaki Nabi Ibrahim di dekat Ka'bah, menjadi kunci untuk menghubungkan garis keturunan nabi yang benar.

"Jejak kaki Nabi Ibrahim menjadi bukti yang menghubungkan keturunan Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad SAW," jelasnya.

Dalam penutup penjelasannya, Gus Baha menekankan bahwa pengetahuan agama yang mendalam haruslah didasarkan pada pemahaman yang benar terhadap sejarah, logika, dan perilaku sehari-hari.

"Pemahaman agama yang baik harus berdasarkan logika yang benar dan perilaku beragama yang konsisten," pungkas Gus Baha.

Dengan penjelasan ini, Gus Baha berharap agar umat Islam dapat lebih memahami asal-usul Nabi Muhammad SAW dan pentingnya mempelajari agama secara logis.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya