Cerita Warga Bojonegoro Raup Juta Rupiah Dari Kerajinan Doran Kayu Jati

Perlahan, usaha doran asal Sugihwaras ini merambah ke digital seiring dengan perkembangan teknologi kekinian

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jun 2022, 13:31 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2022, 13:31 WIB
Cerita Warga Bojonegoro Raup Juta Rupiah Dari Kerajinan Doran Kayu Jati
Doran produk kerajinan kayu Jati buatan Sutiono warga Kabupaten Bojonegoro. Foto (istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur tak hanya dikenal dengan minyak dan gas bumi (migas) saja. 

Kabupaten Bojonegoro juga terkenal dengan beragam kerajinan dari kayu jati. Tak hanya menjadi furnitur, jati juga dimanfaatkan untuk membuat doran atau tangkai cangkul. 

Bahkan, para perajinnya telah berkecimpung selama 42 tahun. Adalah Sutiono (39), pemuda asal Dusun Kedondong, Desa Panunggalan, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro mulai menekuni pembuatan doran pacul dari kayu jati sekitar tahun 2005.

Sutiono mengatakan penjualan dilakukan bekerja sama dengan para tengkulak dan memanfaatkan media sosial Facebook @doranjati. 

Perlahan, usaha doran asal Sugihwaras ini merambah ke digital. Sebab, jika tidak mengikuti zaman, usaha pun akan tertinggal. 

“Sedangkan untuk bahannya kami beli dari tetangga desa. Lalu baru kami buat doran jati," ujar Sutiono.

Dalam sehari, Sutiono paling banyak membuat doran jati 40 batang. Sementara itu, jumlah perajin doran pacul di tempatnya yang tersisa dan masih aktif produksi ada 15 KK.

"Karena faktor lanjut usia," ujarnya Senin (30/5/2022).

Saksikan video pilihan berikut ini:

Grosir dan Eceran

Sutiono juga mengatakan pembeli kerajinannya berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, di antaranya Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Ngawi, Lamongan, dan Gresik. Ketahanannya pun hingga 2 tahun. Harga grosir pasaran Rp 6 ribu. Sementara jika ecer Rp 10 ribu per doran jati.

Sutiono berharap agar usaha asal desanya terus berkembang dan berharap dukungan dari pemdes hingga pemerintah kabupaten untuk membantu kendala utamanya terkait pemodalan.  

"Kalau petani mau nggarap sawah baru ramai pembeli. Kalau sudah itu sepi lagi. Setelah masuk tanam, baru ramai lagi, sehingga kami membutuhkan modal untuk bertahan untuk mencukupi kebutuhan kami. Semoga usaha kami diperhatikan oleh pemerintah,” pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya