Liputan6.com, Jakarta Eksistensi desainer Didiet Maualana di dunia fesyen Indonesia diisi dengan berbagai prestasi. Kesuksesan label IKAT Indonesia yang diluncurkan pada tahun 2011 dan menjadi desainer resmi untuk acara-acara bergengsi tingkat nasional maupun internasional adalah beberapa contohnya.
Pada tahun 2013, para peserta Konferensi Tingkat Tinggi APEC yang adalah mentri-mentri keuangan dari 21 negara di dunia mengenakan busana IKAT Indonesia. Sebelumnya, Didiet pun berkontribusi di kancah internasional untuk mendesain busana Barbie dalam perayaan ulang tahun Barbie ke-55.
Baca Juga
Sebagai seorang desainer busana tradisional Didiet punya pandangan sendiri mengenai bidang yang digelutinya itu. Bagaimana pandangannya tentang dunia desain busana tradisional Indonesia. Simak wawancara liputan6.com dengan Didiet Maulana di butiknya yang berlokasi di di Jalan Dempo 1 No.59, Kebayoran Baru, Jakarta pada Rabu (7/5/2014)
Advertisement
Mengapa Anda memilih untuk mendesain busana tradisional?
Passion saya memang untuk melihat sejarah budaya Indonesia, khususnya busana tradisional Indonesia. Saya tidak terlalu tertarik untuk merancang busana-busana moderen. Sampai saat ini tenun ikat memang belum banyak digunakan pada pakaian sehari-hari namun saya lihat penggunaannya bertambah. Saya lihat beberapa perusahaan menggunakan tenun ikat untuk seragam kerja. Di toko-toko online pun, sudah muncul produk-produk busana yang menggunakan tenun ikat.
Di IKAT Indonesia, saya berupaya membuat karya-karya nuansa tradisional Indonesia yang bisa disukai dunia anak muda. Oleh karena itu saya buat koleksi-koleksi busana ready-to-wear kasual bernuansa tradisonal. Saya ingin unsur gaya tradisional bukan hanya dipakai pada kesempatan-kesempatan formal tapi juga pada kehidupan sehari-hari. Respon masyarakat sangat baik dan semakin meluas.
Yang ingin disampaikan melalui rancangan-rancangan yang saya buat adalah apresiasi terhadap budaya tradisional Indonesia. Saya harap generasi muda bisa lebih mengenal budaya tradisional Indonesia dan semakin bangga dengan kekayaan budaya tradisional Indonesia.
Apa hal spesial dalam merancang busana tradisional?
Ada kesulitan saat merancang busana bernuansa tradisional. Kesulitannya adalah dalam mendapat referensi tentang rancangan original dari busana tradisional satu daerah. Untuk mengatasi hal ini saya berdiskusi dengan para desainer-desainer senior yang juga bergerak di rancangan nuansa tradisional, misalnya Edward Hutabarat, Ghea Panggabean, dan Biyan.
Setiap jenis kain punya cerita sendiri dan saya menghormati hal itu. Namun dalam mendesain perlu ada ruang bebas dalam berkreatifitas. Yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana menampilkan estetika busana tanpa menghilangkan nuansa tradisional itu sendiri.
Saat merancang busana saya selalu menghadirkan sentuhan kreatifitas yang berbeda di mana hal itu menjadi value lebih yang saya berikan sebagai seorang desainer. Adalah tugas desainer busana tradisional untuk menciptakan karya-karya kreatif namun tak lepas dari nuansa tradisional Indonesia.
Apa ada reaksi budaya yang resisten terhadap kreatifitas yang Anda bawa?
Memang orang-orang berusia lanjut cenderung ketat dengan pakem-pakem busana tradisional, namun saya yakin bahwa selama pakem dasarnya tak dihilangkan, kreasi-kreasi baru dari busana tradisional tersebut akan dapat diterima dengan baik.
Dengan menghormati pakem dasar tersebut, kreasi-kreasi baru busana tradisional yang dihasilkan menjadi sebuah bentuk apresiasi yang tak keluar dari jiwa dasar busana tradisional.
Di bawah panduan nilai seperti ini, saya melakukan berbagai kreasi busana tradisional, misalnya menggabungkan model busana tradisional dari dua daerah berbeda pada satu karya atau juga menggabungkan model busana tradisional dengan busana internasional.