Lawuh Ndeso, Surga bagi yang Rindu Masakan Jawa

Lawuh Ndeso sudah menjadi jujugan wisata kuliner dengan menghadirkan keunikan tersendiri dalam penyediaan menu dan layanan ke pelanggan.

oleh nofie tessar diperbarui 17 Jul 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2017, 12:00 WIB
Lawuh Ndeso, Surga bagi yang Rindu Masakan Jawa
Lawuh Ndeso sudah menjadi jujugan wisata kuliner dengan menghadirkan keunikan tersendiri dalam penyediaan menu dan layanan ke pelanggan.

Liputan6.com, Salatiga Sebelum kata #ndeso nge-hits di dunia maya, resto Lawuh Ndeso di gang Langenrejo, Gendongan yang ada di Kota Salatiga ini sudah lebih dulu nge-hits. Lawuh Ndeso sudah menjadi jujugan wisata kuliner. Resto rumahan ini menghadirkan keunikan tersendiri dalam penyediaan menu dan layanan ke pelanggan. Interiornya pun membuat tamu kerasan.

Lawuh Ndeso dikembangkan oleh penyedia katering dan persewaan dekorasi pengantin Sinar Mulya Abadi. Menu makanan dijejer berderet di meja. Mulai dari nasi, sayur, lauk, sambel, semuanya self service. Lawuh Ndeso merupakan warung makan berkonsep prasmanan.

Pembeli bebas memilih dan mengambil sendiri menu makanan yang diinginkan. Pembeli langsung ambil sendiri dengan piring, mangkok dan sendok yang telah disiapkan.

Sesuai namanya, Lawuh Ndeso menyediakan aneka masakan ndeso. Lawuh Ndeso, yang berarti lauk tradisional atau masakan kampung, adalah surga kecil bagi mereka yang rindu masakan rumahan ala Jawa.

Masakan khas tradisional. Mulai dari lodeh, sayur asem, oseng-oseng, sayur bening, dan sebagainya. Lalu ada mangut lele, aneka pepes, buntil daun pepaya, buntil daun singkong, daun tales, sop matahari dan sejenisnya.

Lauk ndeso macam tahu bacem, tempe garit, sate ayam, udang tepung, kerupuk, perkedel, cumi goreng, juga tersedia. Aneka sambal --sambal bawang, sambal terasi, sambal tomat, sambal lombok ijo-- pun ada.

Begitu juga lalapan timun, tomat, selada dan lainnya. Selain aneka jus, teh dan kopi, minuman tradisional seperti beras kencur, kunir asem, serta es lilin zaman dulu juga ada.

Ruang makanan ini berada di "ruang utama". Setiap pembeli yang sudah mengambil makanannya langsung menuju kasir. Deretan kursi disediakan memanfaatkan ruang tamu, ruang keluarga, dan garasi samping yang sudah diset menjadi tempat makan yang nyaman.

Ada display aneka produk kerajinan, baju batik dan baju muslim. Lalu ada pula motor lawas Yamaha dan Vespa yang bisa dipakai selfi pengunjung.

Yang menarik, pengunjung bisa melihat ke dapur yang sangat luas di belakang. Ternyata, yang menyediakan aneka masakan ini adalah ibu-ibu yang tinggal di sekitar Lawuh Ndeso. Mereka yang biasa bikin buntil, menyediakan menu buntil. Yang biasa bikin sate, menyiapkan aneka sate. Yang spesialis menanak nasi pun bertugas menanak nasi.

Dapur ini "terbuka" karena menjadi akses "jalur jalan" menuju masjid. Pengunjung yang akan menunaikan salat di masjid yang ada di belakang rumah ini akan melewati dapur dan melihat kesibukan dapur. Ibu-ibu yang dengan riang menyiapkan menu itu menyambut dengan senang hati jika diajak bicara. Kesannya, serasa berada di rumah sendiri. Serasa dengan keluarga sendiri.

Heru L Istiawan yang bekerja di perusahaan forwarding Ahler, Semarang mengaku sering mengajak koleganya makan di tempat ini. "Menunya komplet, self service, dan rasanya khas Indonesia. Banyak bule yang suka," kata Heru.

Heru juga senang mengajak keluarganya ke Lawuh Ndeso. Kalau pas lewat Salatiga, dan sudah waktunya makan, Lawuh Ndeso menjadi pilihannya. Menurutnya, menunya pas untuk seluruh anggota keluarga.

Apa yang disampaikan Heru itu tampaknya sesuai dengan tagline Lawuh Ndeso: "Lauk Keluarga Sehari-hari". Sebagaimana Heru Istiawan, Lawuh Ndeso boleh disebut sebagai rujukan utama jika anda ingin bersantap pagi atau siang dengan menu masakan Jawa yang komplit di Salatiga.

Reputasi pemiliknya sebagai pengusaha katering yang terkenal di Salatiga menjadi jaminan kualitas berbagai masakan yang ditawarkan. Padahal, sebelum menjadi rumah makan seperti sekarang, Lawuh Ndeso dulu hanya berupa warung dengan mobil yang khusus berjualan di bulan Ramadhan.

Yang dijajakan adalah aneka menu untuk berbuka puasa. Karena penggemarnya cukup banyak, sang pemilik pun mulai membuka rumah makan permanen dengan jam buka pagi hingga sore hari.

Akses ke Lawuh Ndeso sangat mudah kendati lokasinya tidak di pinggir jalan raya. Namun jangan khawatir karena hanya masuk ± 10 meter saja dari jalan raya. Mobil tetap bisa masuk dan tempat parkirnya cukup luas. Kalau sedang ramai biasanya gudang katering yang ada di depan Lawuh Ndeso juga digunakan untuk tempat parkir.

Dari pusat kota atau Pasar Raya susuri Jl. Jend. Sudirman (arah ke Solo) lurus terus sekitar 1 km sampai pertigaan Mrican. Di sebelah kiri pertigaan itu ada jalan kecil dengan penunjuk lokasi ke warung Lawuh Ndeso. Lokasi ini juga tidak jauh dari Kampung Singkong. Sehingga bisa diagendakan wisata kuliner di kedua tempat ini jika sedang berada di Salatiga.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan kuliner adalah salah satu kekuatan atraksi budaya dalam pariwisata. Portofolio pariwisata itu ada 3, yakni budaya (60%), alam (35%) dan buatan (5%). "Kuliner dan fashion itu termasuk culture atau budaya yang paling besar, bahkan dari 60% budaya itu, dua bidang di atas mencapai 45% nya sendiri," kata Arief Yahya.

Mantan Dirut PT Telkom itu ingin mengatakan bahwa berbisnis kuliner yang khas itu sudah betul! Apalagi berada di destinasi wisata? Itu akan memperkuat amenitas di kawasan pariwisata. "Kuliner itu kekuatan budaya yang bisa men-drive, ekonomi masyarakat," ungkap Arief.


(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya