Liputan6.com, Jakarta - Masa pandemi corona Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran di seantero jagat. Pemberlakuan pembatasan wilayah hingga protokol kesehatan diterapkan sebagai upaya menekan transmisi virus corona baru.
Kendati demikian, kehidupan terus berjalan. Berbagai lapisan masyarakat tiada henti berjuang bertahan sekuat tenaga untuk menghadapi hari esok. Satu di antara mereka adalah para perempuan yang menjalani kehamilan di tengah pandemi.
Advertisement
Ada sederet hal penting yang perlu jadi catatan dan perhatian ibu hamil pada masa krisis seperti saat ini. Terkait hal tersebut, dr. Grace Valentine, SpOG, spesialis Kebidanan dan Kandungan di Bamed Women's Clinic, memberikan penjelasannya.
Advertisement
"Tentu jangan stres ya, tetap berpikir positif dan tenang. Ibu hamil dianjurkan di rumah saja," ungkap dr. Grace saat dihubungi Liputan6.com pada Kamis, 9 Juli 2020.
Baca Juga
Grace melanjutkan, prosedur higiene juga wajib untuk dijalani sesuai kondisi pandemi. Mulai dari menerapkan social distancing, menggunakan masker, cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer.
"Untuk jadwal kontrol kehamilan disesuaikan dengan rekomendasi dari Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) berikut," lanjutnya.
Adapun jadwal periksa kehamilan yang dianjurkan POGI untuk usia kehamilan kurang dari 11 minggu, kunjungan langsung ke SpOG dengan catatan bila ada faktor risiko kehamilan ektopik (luar kandungan) dapat diperiksa pada masa kini. Konsultasi yang dilakukan telemedicine atau online.
Usia kehamilan 11--13 minggu perlu kunjungan langsung ke SpOG juga USG dengan keterangan periksa lab. Usia kehamilan 20 minggu kunjungan langsung ke SpOG dan USG.
Untuk usia kehamilan 28 minggu dapat kunjungan langsung ke SpOG dan periksa lab. Usia kehamilan 32 dan 36 minggu dapat kunjungan langsung ke SpOG dan USG.
Berlanjut usia kehamilan 37 minggu hingga persalinan dapat kunjungan langsung ke SpOG dengan catatan setiap minggu sampai melahirkan. Serta pasca-persalinan dapat berkonsultasi telemedicine atau online.
Kapan Perlu Langsung ke Dokter?
Berdasarkan tabel yang dibagikan Grace, ada juga beberapa faktor untuk ibu hamil perlu langsung ke dokter. Mulai dari muntah hebat, perdarahan, kontraksi atau nyeri perut hebat, pecah ketuban, tekanan darah tinggi, nyeri kepala hebat, tidak merasakan gerakan janin, hingga kejang.
"Jadi selama masa pandemi, tetap harus dilakukan kontrol hamil, namun waktunya dimodifikasi," jelas Grace.
"Apabila terdapat gejala yang mencurigakan ke arah Covid atau ada keluarga atau kontak yang menjadi PDP, baiknya segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan," tambahnya.
Selain itu, dikatakan Grace, ibu hamil juga harus tetap mengonsumsi nutrisi yang sehat dan seimbang. Tak ketinggalan, multivitamin kehamilan agar sistem imun tetap terjaga dengan baik.
Advertisement
Dari Kacamata Psikologi
Psikolog Klinis Anak, Remaja, dan Keluarga, Roslina Verauli menyebut, penting untuk diketahui bahwa terdapat tiga periode pada momen mengandung hingga melahirkan. Setiap periode memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
"Seperti drama tiga babak istilah secara psikologis, yang paling utama ibu-ibu butuh paham dulu trimester pertama mereka, tanpa ada pandemi saja sudah mulai butuh penyesuaian diri akan hadirnya individu baru," kata Vera saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 10 Juli 2020.
Dilanjutkan Vera, kondisi ini juga terkait perubahan hormonal dengan beragam dampak. Sebut saja dari perubahan secara fisik, perasaan cemas, hingga mengalami morning sickness.
Lantas, apa saja yang dibutuhkan di trimester pertama? Vera menjelaskan, ibu hamil butuh mendapat dukungan dari orang-orang terdekat, terutama dari suami pada krisis corona ini. Peran suami tak hanya soal berbagi tugas rumah tangga, peka dengan kebutuhan, dan menemani konsultasi ke dokter saja.
"Namun para suami mampu mengedukasi diri mereka sendiri tentang pandemi Covid-19. Kalau kita mengedukasi diri, kecemasan lebih tertanggulangi. Mengedukasi diri bareng-bareng seperti apa saja yang harus dihindari, penanganan di rumah sakit seperti apa," tambahnya.
Vera melanjutkan, secara psikologis kecemasan biasanya karena seseorang merasa apa yang terjadi di depan di luar kendali. Seperti terekspos berita negatif yang justru membuat perasaan cemas, maka dari itu penting untuk mengedukasi diri.
"Masuk ke babak kedua, sebenarnya ini babak yang paling menyenangkan karena calon bayi sudah berkembang, ibu umumnya sudah tidah sickness, biasanya di periode ini betul-betul para ibu menikmati kehamilan. Sebelumnya sudah mengedukasi diri tetap menjaga kesehatan dan kebersihan itu penting," ungkap Vera.
Memasuki Babak Ketiga
Dukungan lain dari suami di periode ini juga dapat diwujudkan lewat menemani ikut konsultasi dan mengikuti kelas-kelas kehamilan yang berlangsung online. Momen ini untuk mempersiapkan pasangan suami istri menjadi orangtua.
"Ingat, ayah yang sudah terlibat dari proses kehamilan, adalah ayah yang sebetulnya nanti akan diprediksi akan terlibat di pengasuhan anak kelak kalau sudah lahir, ini penting sekali," lanjutnya.
"Kemudian di babak tiga saatnya siap-siap untuk melahirkan dan perlu diwaspadai depresi kehamilan. Karena perubuhan tubuh sudah membuat semakin tidak nyaman, lelah, tidak bisa tidur. Nah, paling penting merencanakan kelahiran di rumah sakit mana, dokternya siapa, packing dari sekarang," kata Vera.
Vera menyampaikan, pada trimester ketiga akhir jadi momen perencanaan. Diskusi dengan dokter dan libatkan pasangan untuk paham prosedur protokol kesehatan seperti apa, siapa saja yang bisa hadir saat persalinan, hingga bagaimana dukungan keluarga.
"Yang utama siapa yang akan menemani, protokol kesehatan, packing, rencana metode melahirkan di rumah sakit. Pastikan dokternya asyik diajak diskusi karena di masa pandemi orang menjadi sensitif, cemas, sementara di trimester ketiga perubahannya lagi tidak nyaman-nyamannya, jadi ayah siaga, buat ibu hamil relaks dan happy," jelasnya.
Proses ini dilanjutkan Vera, tidak hanya berhenti di tiga babak. Penting untuk memastikan saat kembali ke rumah, periode baru dari pasangan menjadi keluarga baru, di mana di masa pandemi, support system lain juga begitu mendukung.
"Dipersiapkan dari jauh hari. Ibu baru rentan kelelahan dan baby blues, 70--80 persen ibu melahirkan berisiko mengalami baby blues dengan konflik pernikahan karena ada perubahan dari pasangan jadi keluarga. Pasangan yang tidak paham ada perubahan peran, mereka tidak mampu punya sistem pembagian peran yang keren antara mama dan papa baru," jelas Vera.
Advertisement