Studi: Bergosip Ternyata Baik untuk Anda

Penelitian tentang bergosip ini dilakukan lewat memperlajari percakapan 467 orang.

oleh Asnida Riani diperbarui 10 Jul 2020, 18:02 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2020, 18:02 WIB
Audit
Ilustrasi relationship. Credit: pexels.com/Vinicius

Liputan6.com, Jakarta - Bergosip sudah dikenal sebagai salah satu kebiasaan buruk yang mestinya dihindari. Berbicara di belakang seseorang bukan tak mungkin menghancurkan reputasinya.

Kendati demikian, kultur ini nyatanya sulit dihilangkan walau sudah sebaik mungkin menahan diri. Di sisi lain, sebuah studi malah menunjukkan bahwa bergosip ternyata bermanfaat untuk Anda.

Melansir laman brightside.me, Kamis, 9 Juli 2020, bersama timnya, Megan Robbins, seorang psikolog di University of California, melakukan beberapa riset untuk mencari tahu bagaimana kebiasaan bergosip.

Para peneliti kemudian mempelajari percakapan 467 orang yang menggunakan alat perekam selama berinteraksi. Hasil penelitian ini pun membuyarkan sejumlah stereotip tentang bergosip.

Pertama, rata-rata orang menghabiskan 52 menit per hari untuk bergosip, dan hanya 15 persen di antaranya menganggap kelakuan tersebut buruk. Temuan lainnya adalah lelaki ternyata punya kecenderungan bergosip yang sama dengan perempuan. Walau, kebiasaan ini dilakukan lebih natural oleh kaum hawa.

Juga, ekstrover punya kecenderungan bergosip lebih tinggi ketimbang para introver. Lalu, anak muda lebih aktif bergosip ketimbang orang tua.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Manfaat Bergosip Menurut Penelitian

[Fimela] Sahabat
Ilustrasi relationship| unsplash.com/@lashleyrich

Dari penelitan tersebut, bergosip kemudian jadi fenomena kompleks. Para ahli menyebut, seiring proses evolusi, bergosip nyatanya baik untuk seseorang. Pasal, kebiasaan ini jadi cara mengumpulkan informasi untuk melindungi diri sendiri.

Bergosip juga membantu membangun kerja sama dengan orang sekitar dan lebih selektif memilih berada di satu lingkaran pertemanan. "Ketika bergosip, Anda bisa melacak siapa yang berkontribusi dan siapa yang egois," kata Elena Martinescu, seorang peneliti King’s College, London.

Bahan bergosip pun dikatakan bisa jadi cara untuk memperbaiki diri setelah tahu bahwa sifat-sifat tertentu ternyata kurang baik. Misal, seseorang jadi bahan gosip karena pelit atau mudah marah, bahkan kurang nyambung saat diajak berbicara.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya