Di Balik Patung Representasi Korban Perbudakan Seks yang Bikin Pemerintah Jepang Geram

Karena patung ini, pemerintah Jepang memperingatkan Korea Selatan bakal ada konsekuensi demokratis.

oleh Asnida Riani diperbarui 30 Jul 2020, 20:01 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2020, 20:01 WIB
Patung
Patung di Korea Botanic Garden yang dipermasalahkan pemerintah Jepang. (dok. screenhsot video Twitter @SCMPNews)

Liputan6.com, Jakarta - Ada pemandangan berbeda di antara hamparan rumput hijau dan pepohonan rindang di Korea Botanic Garden, PyeongChang, Provinsi Gangwon. Korea Selatan. Di tengah cantiknya panorama taman, terdapat patung perempuan berhadapan dengan seorang pria berlutut di depannya.

Melansir laman South Chine Morning Post, Kamis, 30 Juli 2020, tampilan patung ini nyatanya membuat pemerintah Jepang geram. Patung perempuan itu merupakan representasi para korban perbudakan seks di masa Perang Dunia II.

Sejumlah orang menganggap patung pria yang berlutut di hadapannya menyerupai figur Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Karena itulah, pihak Jepang merasa terusik akan keberadannya.

Pihak PyeongChang sendiri menegaskan bahwa patung tersebut melambangkan kesedihan para 'perempuan penghibur'. "Itu (patung pria) merepresentasi sesesorang yang berada di posisi salah atau orang yang hendak meminta maaf," ucap Presiden Korea Botanic Garden, Kim Chang Ryul.

"Orang bilang patung pria mirip Abe. Padahal, karya seni ini tak mengarah pada Abe sama sekali," sambung Chang Ryul.

Anggapan kesamaan ini kemudian berujung pada kemarahan pemerintah Jepang. Pihaknya menyebut keberadaan patung tersebut sebagai pelanggaran protokol tak termaafkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Wacana Pemberian Kompensasi

Patung
Patung di Korea Botanic Garden yang dipermasalahkan pemerintah Jepang. (dok. screenhsot video Twitter @SCMPNews)

Pemerintah Jepang pun telah memperingatkan pihak terkait bahwa akan ada konsekuensi diplomatis. "Saya sedih melihat (patung) ini dianggap masalah internasional atau sosial, dan isu antara Korea Selatan-Jepang. Saya tak pernah bermaksud seperti ini," terang Chang Ryul.

Perempuan penghibur, kebanyakan dari Korea Selatan, disebut dipaksa bekerja di rumah bordil militer Jepang di masa Perang Dunia II. Kedua negara ini dikatakan berada dalam ketentuan ganjil perihal pemberian kompensasi pada mantan pekerja perbudakan seks.

Terlepas dari dua negara tersebut, beberapa warganet mengatakan, harusnya patung ini jadi pengingat konstan bahwa perbudakan seks tak seharusnya mendapat ruang di manapun. "Yang penting kita sama-sama mengawal dan aktif mencegah insiden serupa terjadi," tulis salah satu pengguna Twitter.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya