Liputan6.com, Jakarta - Sebelum pandemi, industri kreatif membuktikan diri sebagai sektor yang produktif dengan menyumbang devisa hingga Rp1.200 triliun pada 2019. Fesyen masuk di dalamnya, bahkan menjadi kontributor terbesar kedua setelah kuliner.
Namun, krisis Covid-19 menghantam sektor ini yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja ribuan karyawan hingga sejumlah pabrik berhenti beroperasi. Di tengah perubahan serba mendadak, para pengusaha fesyen pun dituntut untuk lebih kreatif.Â
Advertisement
Baca Juga
"Krisis bisa berarti dua hal, bisa jadi tantangan atau juga opportunity (kesempatan). Dalam setiap krisis pasti ada juaranya," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio dalam Talkshow Nusantara Fashion Festival (NUFF) 2020 bertema Promoting Fashion Industry as The Second Biggest Contributor to Creative Economy: #BanggaBuatanIndonesia, Selasa (25/8/2020).
Ia mengatakan pelaku fesyen lokal memiliki modal yang mumpuni untuk bisa bersaing. Buktinya terlihat dari beragamnya budaya dan adat istiadat di Indonesia, khususnya pakaian adat dan berbagai wastra. Namun, segala kekayaan bangsa itu harus diakselerasi dengan inovasi dan kreativitas agar menjadi produk yang relevan dengan tren saat ini.
Lebih lanjut, setelah produk dimatangkan, pemilik usaha juga wajib memutar otak agar brand-nya bisa menonjol. Wishnutama menekankan, brand lokal harus punya visi yang besar.
Brand lokal harus bisa menerobos pasar luar. Bukan hanya mengenalkan brand, tapi hal ini akan berdampak pada industri lainnya seperti pariwisata. Ini akan meningkatkan awareness orang-orang tentang Indonesia," terang dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Digitalisasi Tak Bisa Ditawar
Peluang itu terbuka mengingat dunia digital berkembang pesat di masa pandemi. Para pelaku fesyen lokal pun mau tak mau harus mengikuti.
"Covid ini membuat era digital terakselerasi secara cepat, mau nggak mau harus masuk ke platform digital jika mau survive (bertahan)," ucap Wishnutama.
Tak hanya berjualan lewat digital, ia juga mengingatkan pentingnya para pengusaha untu menguasai strategi pemasaran produk secara digital pula. Belum lagi soal kepiawaian menggunakan konten lokal dan key opinion leaders (influencer). "Branding fesyen buatan Indonesia itu harus di-boost agar orang luar juga tertarik, mau klik, dan ikut event fesyen di Indonesia. Kita harus eksis dan berani unjuk gigi," sambungnya.
Ia menyebut penjualan produk Indonesia mulai membaik sejak Mei 2020. Itu tak terlepas dari kampanye agar bangga menggunakan produk lokal. "Kalau kita bicara pride, akhirnya murah atau mahal nggak jadi masalah. Itu sesuatu yang tidak lagi bisa dinilai dengan uang, tetapi lebih ke sebuah penghormatan," ungkapnya. (Brigitta Valencia Bellion)
Advertisement