Liputan6.com, Jakarta - Pengakuan yang disampaikan Meghan Markle dan Pangeran Harry dalam wawancara bersama Oprah Winfrey berdampak luas. Dari sekian banyak isu yang diangkat, perlakuan rasis yang diterima Duchess of Sussex selama tinggal di istana jadi yang paling kontroversial.
Dalam wawancara yang ditayangkan perdana pada Minggu, 7 Maret 2021, Meghan menyebut ada anggota senior kerajaan yang mengkhawatirkan soal warna kulit anaknya. Harry pun mengakui hal itu walau kemudian ia tak mau lebih lanjut membahasnya.
Advertisement
Baca Juga
"Saya bisa memberi jawaban jujur. Di saat-saat saya hamil, kami diberi tahu bahwa ia (anak Meghan dan Harry) tak akan diberi pengamanan. Ia juga tidak akan diberi gelar, dan ada pula kekhawatiran dan perbincangan mengenai seberapa gelap kulitnya ketika lahir nanti," tutur Meghan seperti dikutip AFP.
Pihak istana pun menanggapi pernyataan Meghan dengan mengeluarkan pengumuman bahwa mereka akan mengusut hal itu secara internal. Ratu Elizabeth II dikabarkan akan menanyai para anggota kerajaan terkait hal itu. Di sisi lain, Pangeran William bereaksi lebih tegas.
"Kami betul-betul bukan keluarga yang rasis," ujar Pangeran William seperti dilaporkan AP, Jumat (12/3/2021). Komentar itu disampaikan William saat mengunjungi sekolah di London, Inggris, bersama Kate Middleton.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Evi Fitriani, menyebut bahwa rasisme di Inggris memang ada, walau masyarakat dan pemerintahnya tak mau mengakui. Perilaku diskriminatif, terutama dialami oleh orang-orang kulit berwarna yang berada atau tinggal di sana.
"Saya pernah tinggal di Inggris setahun. Yang saya rasakan ya seperti itu. Ngomongnya nggak (ada rasisme), tetapi pada dasarnya masyarakat dan pemerintah sangat rasis," kata Evi saat dihubungi Liputan6.com.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ujian Besar Ratu Elizabeth II
Evi berpendapat, pengakuan yang dibuat Meghan dan Harry sebagai orang dalam menambah ujian yang dialami Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara. Apalagi, sistem monarki di Inggris, sebagaimana monarki di negara lain, sudah mengalami krisis ketidakpercayaan publik.
"Banyak orang yang mempertanyakan buat apa bayar pajak untuk biayai kehidupan orang ningrat? Apa gunanya untuk rakyat?" ucapnya.
Situasi tersebut membuat Ratu Elizabeth II serba salah. Di sisi internal, ia dituntut menyelamatkan monarki agar tidak makin memperburuk citra kerajaan di mata publik.
Pasalnya, makin banyak orang anti-kerajaan yang akan menjadikan pengakuan itu untuk semakin menggoyang urgensi kerajaan. "Ini bisa menambah pelik," sambung dia.
Di posisi internasional, pengakuan Meghan soal rasisme akan menurunkan kredibilitas Inggris yang sering mengkritik negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, soal penerapan hak asasi manusia. Dunia internasional akan balik mempertanyakan hal serupa pada Inggris.
"Dampaknya membuat kritik Inggris pada negara lain tidak kredibel atau kita bisa bilang, apa dasarmu mengkritik kami sementara itu juga terjadi di dalam negerimu sendiri. Nggak usah jauh-jauh, mereka itu kan melakukan penjajahan ratusan tahun. Penjajahan itu pada dasarnya rasisme," ujar Evi.
Advertisement