Cerita Akhir Pekan: Apa Kabar Kopi Literan?

Kopi literan sempat marak di awal pandemi Covid-19 untuk menyelamatkan kedai yang kebanyakan bertumpu pada kunjungan tamu.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 20 Jun 2021, 10:02 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2021, 10:02 WIB
Cerita Akhir Pekan: Apa Kabar Kopi Literan?
Ilustrasi kedai kopi. (dok. Clem Onojeghuo/Pexels)

Liputan6.com, Jakarta - Anda masih ingat dengan situasi awal pandemi Covid-19 di Indonesia? Tempat makan, apapun bentuknya, termasuk kedai kopi, harus ditutup untuk mengendalikan penyebaran infeksi. Hal itu berdampak pada omset penjualan yang turun drastis. Kopi literan kemudian menjamur untuk menyiasati turunnya permintaan sekaligus menyelamatkan usaha.

Setahun lebih berlalu, laju ekonomi mulai bergeliat. Kedai kopi kembali boleh beroperasi dengan syarat menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Walau tak bisa menggunakan kapasitas secara penuh, kedai-kedai kopi mulai didatangi lagi para pecintanya. Lalu, apa kabar dengan kopi literan yang menyasar konsumen rumahan?

Catherine Halim, co-founder & Marketing Director Kisaku, mengatakan varian kopi literan tetap dipertahankan hingga kini walau diakuinya 80 persen pelanggannya lebih menyukai minum kopi di gerai langsung. Sejak diluncurkan pada Maret 2020, kopi literan masih diminati pelanggan, terutama, oleh pekerja kantoran yang terbiasa minum kopi.

"Biasanya saat berkunjung ke salah satu dari ketiga gerai, mereka juga akan membeli kopi favorit dalam bentuk literan, sehingga bisa mereka nikmati lagi di rumah. Apalagi, kopi literan juga lebih praktis untuk dinikmati dan bisa disimpan dalam jangka waktu hingga lima hari," jelas Catherine kepada Liputan6.com, Jumat, 18 Juni 2021.

Ada sembilan varian rasa untuk kopi literan. Di samping, Kisaku juga berkreasi dengan menciptakan kopi atau minuman literan lain yang dijual dalam waktu terbatas. Langkah itu dilakukan agar konsumen tidak bosan dan tetap loyal.

"Kelebihan dari menjual kopi literan adalah kami bisa membantu para pelanggan agar tetap bisa menikmati kopi berkualitas dengan harga terjangkau, secara lebih praktis. Sementara untuk kekurangan belum ada, karena hingga saat ini mayoritas pelanggan menyukai kopi literan kami," imbuh Catherine.

Hal senada juga dilakukan Kopi Kenangan dengan tetap mempertahankan kopi literan dari daftar menu. Sejauh ini, ada sembilan varian minuman dalam versi literan yang ditawarkan kedai kopi yang berdiri sejak 2017 itu.

"Sampai saat ini, minat konsumen masih cukup bagus dan kami belum ada rencana menghilangkan kopi literan dari menu," kata Ruth Davina, PR Kopi Kenangan kepada Liputan6.com.

Terlebih, kopi literan merupakan pilihan yang lebih efisien di saat pembatasan mobilitas. Ia mengatakan varian itu tercipta sebagai solusi untuk menekan biaya ongkos kirim. "Dengan adanya kopi literan, orang-orang bisa memesan kopi untuk seluruh keluarga, yang secara harga lebih ekonomis dibandingkan beli per cup. Dan juga bisa disimpan selama tiga hari, jadi tidak perlu mengeluarkan biaya ongkir setiap hari," ia menjelaskan.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Pendapatan Alternatif

Cerita Akhir Pekan: Apa Kabar Kopi Literan?
Ilustrasi kopi. (dok. Marek Levak/Pexels)

Sementara itu, kopi literan jadi pilihan Nadine Manoe yang berbisnis Kopi Adin. Ia mengaku tak semata ikuti tren, tetapi untuk memenuhi keinginannya mengonsumsi kopi berbasis nabati di Jakarta. 

"Aku nemu banyak tapi kok rasanya enggak ada yang cocok di lidah aku. Rata-rata encer semua. Setelah research dan nyari-nyari resep, aku iseng coba bikin sendiri. Ternyata enak dan kasih orang-orang sekitarku untuk coba. Singkat cerita, mereka encourage aku untuk jualan dengan sistem PO," tutur Nadine.

Sejauh ini, baru satu varian yang ia tawarkan. Meski begitu, hasilnya diakui menambah pemasukan. Ia memang belum terlalu banyak menjual produk lantaran masih bekerja sebagai karyawan.

Meski terbilang pemain baru, kopi literannya tetap diminati. Ia berencana menambah varian rasa lain agar konsumen tidak bosan dan berkolaborasi dengan partner lain.

"Apalagi dengan kasus Covid yang lagi naik gini, orang makin banyak yang stay di rumah. Kalau mau ngopi, tinggal pesan yang literan, sekalian buat nyetok beberapa hari," ujarnya.

"Jadi kalau menurut aku pribadi, (kopi literan) jangan dihilangkan sih, karena ke depannya kita masih akan melihat banyak orang yang spend waktu di rumah aja dan kopi literan biasanya bisa jadi alternatif karena enggak bisa ke coffee shop," imbuhnya.

 

 

 

Perluas Jangkauan

Konsep Keberlanjutan di Kedai Kopi Plant-Based Pertama di Indonesia
Kemasan yang bisa digunakan ulang untuk pot tanaman. (dok. Vows Coffee)

Dalam kesempatan berbeda, Wiliam Wdison, pemilik Vows Coffee menerangkan varian kopi literan membantu kedainya menjangkau konsumen yang lebih luas, selain di Jakarta Utara sebagai lokasi kedai berada. "Karena banyak pelanggan kami tersebar di daerah Jakarta lainnya, kami menyediakan opsi literan agar lebih mudah pendistribusiannya dan para pelanggan kami bisa menyimpan atau buat stok kopi selama di rumah," jelas dia kepada Liputan6.com, Sabtu, 19 Juni 2021.

Ia mengakui penjualan dalam kemasan cup masih lebih mendominasi dibandingkan kopi di kemasan botol. Terlebih, banyak dari konsumen yang mengunjungi langsung ke kedai untuk menikmatinya. Tapi, hal itu tak berarti minat konsumen terhadap kopi literan sedikit.

"Sampai saat ini, kami belum menemukan poin negatif dalam kegiatan penjualan kopi literan kami, sebab kami benar-benar memperhatikan semua aspek dalam pembuatan dan pengemasan. Kami memastikan bahwa botol kemasan yang kami gunakan adalah sesuatu yang dapat dipakai kembali," ujar dia.

Total ada lima varian kopi berbasis nabati yang dijadikan varian kopi literan. Semuanya menggunakan basis susu kedelai, tetapi tersedia pula susu oat dan susu almond sebagai alternatif bagi konsumen. Tentu dengan tambahan biaya.

"Selain menciptakan kreasi lainnya, strategi terbaik yang akan kami lakukan adalah menjaga konsistensi rasa, kualitas, dan juga kemudahan akses untuk konsumen menikmati produk kami," jelas Wiliam saat ditanya strategi mempertahakan kopi literan ke depan.

 

 

 

Pengelolaan Sampah Kemasan

Manfaatkan botol plastik
Ilustrasi/copyrightshutterstock/ITTIGallery

Penjualan kopi literan tentu berdampak pada meningkatnya jumlah sampah kemasan. Terkait hal ini, sejumlah produsen memiliki strategi tersendiri.

Kisaku misalnya, sejak September 2020 telah memperkenalkan Kisaku Sustainability Program. Selain menghapus penggunaan plastik sekali pakai, Kisaku mengajak pelanggan untuk mengembalikan botol kemasan untuk didaur ulang. Tiap pelanggan yang mengembalikan satu produk daur ulang akan mendapat satu stempel di kartu program daur ulang.

Pelanggan yang telah mengumpulkan 10 stempel, dapat menukarnya dengan satu buah minuman. "Nantinya tiap produk daur ulang yang berhasil dikumpulkan oleh KISAKU akan dikirimkan ke Bank Sampah Induk Gesit Jakarta Selatan, untuk diolah lebih lanjut dengan bekerjasama bersama pihak ketiga," Catherine menjelaskan.

Sementara, Vows Coffee menggunakan botol kaca untuk kemasan kopi literannya. Dengan begitu, konsumen bisa menggunakan kemasan berulang kali setelah dibersihkan.

"Saat ini, manajemen Vows sedang merencanakan sebuah program khusus untuk para konsumen kopi literan Vows yang agar dapat memanfaatkan botol kaca literan kami pada saat pembelian berikutnya. Botol tersebut tentunya akan melewati proses pembersihan khusus dan penyeterilan dengan menggunakan sinar UV agar memastikan botol kembali steril seperti baru untuk digunakan kembali," imbuh Wiliam.

Berbeda dengan dua brand kopi lainnya, Kopi Adin masih menggunakan kemasan yang belum ramah lingkungan. Namun, Nadine mengaku ingin mengeksplorasi kemasan agar menyesuaikan dengan tuntutan konsumen saat ini.

"Yang aku lihat sekarang sudah banyak kopi-kopi lokal yang kemasannya environmental friendly, apalagi yang vegan coffee," ucap dia.

Kopi-Kopi Indonesia yang Jadi Primadona

Infografis Kopi-Kopi Indonesia yang Jadi Primadona
Infografis Kopi-Kopi Indonesia yang Jadi Primadona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya