Liputan6.com, Jakarta - Dua tahun pertama pada kehidupan anak merupakan periode emas yang tidak mungkin terulang. Tapi, perkembangannya bisa terganggu jika bayi dan anak mengalami masalah di saluran cerna.
"Pada dua tahun kehidupan anak, daya tahan tubuh anak belum berkembang secara sempurna sehingga rentan terhadap infeksi. Pada periode ini banyak sekali bakteri, virus, parasit, jamur, mikroba," kata dr Frieda Handayani, Sp.A (K), dokter spesialis anak konsultan gastro hepatologi, dalam webinar “Gejala Alergi Saluran Cerna VS Gangguan Saluran Cerna Fungsional: Cara Membedakannya”, Rabu, 13 Oktober 2021.
Advertisement
Baca Juga
Dokter Frieda mengatakan hal itu tidak terlepas fakta bahwa saluran cerna menjadi satu-satunya pintu masuk nutrisi. Bayi dan anak rentan mengalami gangguan cerna karena selaput lendir bayi masih jarang-jarang. Akibatnya, jika ada zat asing yang masuk, bisa menyelinap lewat selaput yang belum terbentuk sempurna dan menyerang sel-sel usus.
Kemudian, zat asing itu masuk ke dalam peredaran darah. "Hal itu menyebabkan sakit pada bayi," sambung dia.
Setelah dua tahun pertama hingga delapan tahun, saluran cerna anak akan membaik dan matang secara sempurna. Selaput lendir atau mukotas anak akhirnya tertutup rapat.
Frieda mengungkapkan, gangguan cerna pada bayi dan anak bisa juga terjadi karena alergi protein makanan atau alergi susu sapi. "Sehingga sering terjadi gangguan cerna yang disebut gangguan cerna fungsional. Gangguan cerna fungsional itu gejala saluran cerna yang kronis," tutur dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gangguan Saluran Cerna
Gangguan saluran cerna paling umum dialami oleh bayi adalah sakit perut yang sangat hebat. Selain itu, gumoh dan konstipasi. Gangguan tersebut sangat besar terjadi saat masa awal kehidupan bayi.
"Gumoh hampir dialami 30 persen bayi-bayi di bawah usia enam bulan. Sementara, sakit perut dialami hampir 20 persen bayi, konstipasi atau sembelit terjadi pada 15 persen bayi, sedangkan diare pada bayi hanya 10 persen pada bayi," ungkap dokter Frieda.
Mom Influencer Binar Tika mengungkapkan bahwa dalam masa pertumbuhan, anakya sering mengalami konstipasi. Ia awalnya menganggap hal itu normal terjadi mengingat sistem pencernaan bayibelum optimal dan masih rentan. Faktanya, hal itu tidak wajar karena berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
"Dan gejala muncul setelah diberikan susu pertumbuhan berbahan protein sapi. Sebagai orangtua yang memiliki anak dengan asupan susu sapi (ASS), akan sangat membantu jika ada alat yang dapat mendeteksi alergi saluran cerna sehingga orangtua lebih waspada dan anak mendapat penanganan yang tepat," kata dia.
Advertisement
Alat Deteksi
Melihat pentingnya deteksi dini gejala alergi saluran cerna pada si Kecil, Danone Specialized Nutrition Indonesia meluncurkan inovasi berupa alat deteksi digital bernama Allergy-Tummy Checker. Alat tersebut dapat diakses mulai 1 November 2021.
Allergy-Tummy Checker untuk membedakan gejala alergi dan gejala saluran cerna fungsional (FGID) pada si kecil. Hal itu sebagai salah satu wujud bantuan untuk para orangtua.
"Dengan alat ini nantinya para orangtua dapat mengetahui tata laksana yang diperlukan si kecil untuk menghindari kondisi pemicu alergi," kata Gut Allergy Care Manager Danone Indonesia, Shiera Maulidya.
Infografis 5 Poin Penting Cegah Penularan Covid-19 pada Anak
Advertisement