Liputan6.com, Jakarta - Permasalahan sampah plastik di Indonesia bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi semua individu. Masing-masing bisa berperan sesuai dengan kapasitasnya. Itu pula yang melatari pembukaan Toko Organis, sebuah program kampanye yang diinisiasi Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB).
Toko curah yang berlokasi di Jalan Batik Tiga Negeri, Kota Bandung, itu beroperasi sejak 2014. Mereka menjual beragam produk rumah tangga sehari-hari secara curah tanpa kemasan plastik sekali pakai.
Advertisement
Baca Juga
Nurul Aeni, staf Toko Organis mengatakan semua berawal dari keprihatinan mereka terhadap sampah plastik yang bisa ditemukan di mana-mana. Karena itu, mereka hadir untuk mendukung penerapan pola hidup nol-sampah terutama di level rumah tangga.
"Jadi, para pengunjung bisa beli berbagai macam. Beberapa contohnya seperti shampo, sabun, deterjen, atau hand soap. Nah, para pengunjung harus bawa wadah sendiri dari rumah dan langsung diisi ulang di sini," ujarnya kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Dengan menjual tanpa kemasan, pihak toko bisa menawarkan harga lebih miring, mulai dari Rp5 ribu hingga Rp37 ribu per kilogram. Iming-iming harga lebih miring diharapkan bisa mendorong masyarakat mengurangi produksi sampah plastik dari kemasan sekali pakai.
Namun, situasi pandemi memengaruhi minat pembeli yang datang ke toko itu. Toko ramah lingkungan makin sepi, kehilangan puluhan pelanggan setiap hari.
"Lumayan turun drastis banget, kita kan dulu bukanya setiap hari ya dari Senin–Minggu dari pukul 09.00–17.00. Nah, sekarang hanya Rabu–Minggu pukul 09.00–15.00," kata Nur Anizah, staf riset dan pengembangan Toko Organis.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Usaha Tutup Botol Plastik
Kepedulian terhadap isu sampah plastik juga ditunjukkan Roby Ramadhan lewat usaha yang dirintisnya, Hijaukan Indonesia. Usaha yang sudah berjalan tiga tahun itu fokus memilah tutup botol plastik yang dinilai tak berharga.
"Tutup botol itu mudah dibuang dan mudah dilupakan orang. Artinya, ketika saya mau mengumpulkan semua tutup botol tersebut di seluruh pengepul, setidaknya saya membantu lingkungan untuk membersihkan selokan-selokan yang notabenenya penuh dengan tutup botol plastik," ia menjelaskan, dalam kesempatan terpisah.
Meski ukurannya kecil, proses pengolahannya memakan banyak waktu. Proses dimulai dengan membeli bahan baku dari pengepul kecil, yakni para pemulung, orang yang bersedia mengumpulkannya, serta UMKM, baik warung maupun tempat isi ulang air galon. Setelah terkumpul, tutup botol ditaruh di stasiun pertama, yakni penempatan bahan baku.
Tahap berikutnya, tutup botol dipilah berdasarkan kategorinya, yakni HDPE, LDPE, dan PP. Proses pemilahan ini cukup rumit, terutama jenis HDPE, karena harus disortir lagi berdasarkan warnanya. Selanjutnya, tutup botol masuk ke stasiun tiga untuk ditimbang. Tutup botol lalu masuk ke stasiun empat untuk dikemas dalam karung dan dijahit.
Terakhir, tutup botol disimpan sementara sebelum diangkut perusahaan yang akan mengolahnya lebih lanjut. "Nah, nantinya bahan baku yang sudah dijual itu akan diolah oleh perusahaan yang membuat kelambu waring. Olahan itu digunakan dari segi industri kreatif yang membantu pertanian dan perikanan sayuran kol dan lainnya," kata Roby.
Kelambu itu juga bisa dipakai sebagai jaring nelayan. Sementara, produk kelambu tidur biasa dipesan oleh hotel-hotel di Bali yang mengusung konsep tradisional.
Advertisement
Peran Bank Sampah
Manajemen pengelolaan sampah tidak bisa dilepaskan dari peranan bank sampah. Itu merupakan salah satu upaya nyata masyarakat untuk membantu mengurangi sampah plastik yang berakhir di TPA.
Bank Sampah Kireina di Cluster Kireina Nusaloka, BSD, Tangerang Selatan menjadi salah satu aktornya. Bank sampah itu baru berdiri pada 2020 yang dirintis oleh sekelompok ibu muda. Mereka fokus mengumpulkan sampah plastik untuk kemudian diolah menjadi biji plastik.
"Rata-rata 150-200 kg per sekali timbangan. Seharusnya, itu bisa lebih menurut saya. Bukan masalah berapa kilogramnya, tetapi karena konsepnya lebih baik sedikit bukan malah menambah sampah," ujar Virna selaku pendiri Bank Sampah Kireina
Sementara, Bank Sampah Bersinar yang eksis sejak 2014 memiliki pengelolaan yang lebih mantap. Bank sampah ini kini memiliki 350 titik pengumpulan di Kabupaten Bandung dan 200 unit di Cimahi dengan total sampah terkumpul setiap bulan rata-rata 100 ton sebulan
Dari jumlah itu, sekitar 30 persennya adalah jenis sampah plastik. Itu di luar sampah yang pihaknya ambil dari sungai, bekerja sama dengan Plastic Fisher. "Kita ada program kita bekerjasama dengan Plastic Fischer dengan memasang jaring sampah di sungai dan itu kita kumpulkan bisa sampai 10 ton di setiap bulannya," ujar Fei Febrianti selaku CEO Bank Sampah Bersinar.
Bank Sampah Bersinar memiliki tiga pilar, yakni lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan profit. "Profit tidak boleh terlupakan supaya program bisa terus berjalan. Kalau rugi terus siapa yang mau meng-cover," ujarnya.
Karena itu, mereka selalu menerapkan paham bahwa setiap sampah bernilai. Tidak hanya bisa ditukar dengan uang, tetapi juga produk lain. "Bahkan, kami sudah menyiapkan bisa membeli rumah dengan sampah. Ada juga bayar uang sekolah dengan sampah, beli pulsa dengan sampah, sembako dengan sampah," ia mengatakan.
Segunung Pekerjaan Rumah
Upaya mengatasi masalah sampah yang dilakukan ketiga pihak di atas tidak akan berdampak signifikan tanpa melibatkan semua orang. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dilihat dari komposisi sampah berdasarkan sumber sampah, penghasil sampah terbesar jatuh kepada rumah tangga dengan jumlah sebanyak 41,1 persen.
Sementara, sampah plastik masih menempati posisi keempat dilihat dari komposisi sampah berdasarkan jenisnya. Angkanya mencapai 27,5 persen dari total sampah yang dihasilkan.
Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga untuk memandu pengelolaan sampah plastik. Dalam peraturan itu, pemda diinstruksikan mengurangi sampah setidaknya 30 persen dan meningkatkan pengelolaan sampah minila 70 persen pada 2025.
Presiden Joko Widodo juga berjanji mengurangi sampah di laut hingga 70 persen 2025. "Kami juga berkomitmen untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada tahun 2025. Berbagai upaya terus dijalankan," ujar Jokowi pada pertemuan virtual yang dihadiri Presiden Prancis Emmanuel Macron, disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, 11 Februari 2022.
Advertisement
Realistis
Dengan target setinggi itu, apakah bisa terwujud? Jawaban dari Elma Elkarim, senior consultant executive Waste4change, mungkin bisa jadi gambaran. "Jika hanya policy ataupun stakeholder-nya saja yang jalan, tidak mungkin, karena masyarakatnya diatur juga tidak mau," ujar dia.
Ia mengingatkan target bisa dicapai bila pemerintah didukung berbagai sektor di dalamnya. Dari masyarakat hingga pihak swasta yang menghasilkan sampah plastik dan memproduksi plastik, semua harus terlibat. Jika tidak, sampah plastik tetap akan jadi masalah.
Sementara, Surya Midibastri, program manager di Rikolto, sebuah NGO (International NGO) dari Belgia sekaligus aktivis lingkungan di Bali menyarankan agar pemerintah lebih realistis. Bagi dia, yang terpenting adalah menjadikan pengelolaan sampah sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya proyek lima tahunan.
"Tidak apa jika harus menyelesaikannya lebih panjang dan lama. Namun, langsung menyelesaikan ke sumbernya," kata Surya.
"Apakah sampah adalah warisan yang akan kita wariskan ke generasi selanjutnya? So, lets bahu membahu untuk menyelesaikannya," tutupnya.
Untuk membaca berita selengkapnya dengan pengemasan yang berbeda, silahkan kunjungi laman Plastikbotol.com (https://www.plastikbotol.com) karya Natalia Adinda dari Universitas Multimedia Nusantara jurusan Jurnalistik 2019.