Liputan6.com, Jakarta - Perwakilan dari Kota Grenoble mendatangi pengadilan administrasi tertinggi Prancis untuk menentang larangan burkini. Mereka meminta agar bisa mengizinkan warga mengenakan burkini di kolam renang umum.
Keputusan Grenoble untuk mengizinkan semua pakaian renang, termasuk burkini, memicu pertarungan hukum dengan pemerintah pusat. Burkini sebagian besar dikenakan oleh wanita Muslim, sebagai cara untuk menjaga kesopanan dan menegakkan iman mereka, dikutip dari BBC, Selasa, 14 Juni 2022.
Advertisement
Baca Juga
Namun, ekspresi keagamaan dalam kehidupan publik di Prancis dapat memecah belah. Menjelang kasus pengadilan Selasa, 21 Juni 2022, Menteri Dalam Negeri Prancis Gérald Darmanin menggambarkan kebijakan pakaian renang dewan kota Grenoble sebagai "provokasi yang tidak dapat diterima" yang bertentangan dengan nilai-nilai sekuler Prancis.
Bulan lalu, pengadilan lokal di Grenoble menangguhkan kebijakan tersebut. Alasannya, kebijakan itu secara serius merusak prinsip netralitas dalam pelayanan publik.
Larangan burkini di kolam renang yang dikelola negara juga dianjurkan karena alasan kebersihan. Pria biasanya diwajibkan untuk mengenakan celana renang yang ketat - aturan lain yang telah diputuskan untuk dibatalkan oleh Grenoble. Dewan kota juga mengizinkan pria untuk menggunakan celana pendek Bermuda, yang biasanya tidak diperbolehkan.
Penentangan Prancis terhadap burkini telah berlangsung sejak 2016, ketika beberapa kotamadya setempat berusaha melarangnya di pantai karena melanggar pemisahan ketat negara itu antara agama dan negara. Pejabat negara tidak diperbolehkan memakai simbol agama di tempat kerja.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pakaian Propaganda Islam
Tetapi, Wali Kota Grenoble, Eric Piolle, berpendapat bahwa ini seharusnya tidak menghentikan pengguna layanan publik, seperti kolam renang, untuk berpakaian sesuka mereka. Langkah pemerintahannya untuk melonggarkan aturan pakaian renang ditentang oleh pemerintah nasional, yang telah mengajukan undang-undang yang disahkan tahun lalu untuk memerangi "separatisme Islam". Perselisihan itu kini telah mencapai Dewan Negara.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan larangan burkini di tempat lain di Prancis. Para pengkritik burkini melihatnya sebagai menawarkan visi separatis masyarakat Prancis dan berpendapat bahwa membiarkannya juga memberi tekanan pada wanita Muslim untuk memakainya.
Pemimpin sayap kanan Marine Le Pen telah mengutuk burkini sebagai "pakaian propaganda Islam". Namun, mereka yang mendukung mengizinkannya mengatakan wanita harus memiliki pilihan untuk menutupi tubuh mereka.
Mereka mengenakan burkini atau tidak, bukan menyiratkan ekstremisme agama. Pengadilan akan menyampaikan putusannya terkait burkini dalam beberapa hari mendatang.
Advertisement
Protes Larangan Burkini
Sebelumnya, wanita Muslim di Prancis enggan mematuhi aturan di kolam renang setempat yang melarang muslimah berenang atau melakukan segala aktivitas dengan mengenakan burkini atau pakaian renang tertutup khusus wanita Muslim. Dalam sebuah aksi protes yang terinspirasi oleh perintis hak-hak sipil Amerika Serikat, Rosa Parks, mereka berenang dengan mengenakan burkini di kolam renang Jean Bronn yang ada di kota Grenoble, pada Minggu, 23 Juni 2019, diberitakan kanal Global Liputan6.com.
Kolam renang tersebut adalah salah satu di antara banyak kolam renang di Prancis yang melarang penggunaan burkini, sebab banyak orang di Negeri Menara Eiffel ini mengaitkan burkini sebagai simbol Islam radikal dan tidak sesuai dengan sekularisme. Aksi menentang bernama "Operation Burkini" tersebut pertama diluncurkan pada Mei tahun 2019 oleh anggota kelompok Citizen Alliance of Grenoble untuk membela hak seluruh muslimah.
Setelah berganti pakaian menggunakan burkini, anggota Muslim perempuan di kelompok itu diberitahu oleh penjaga pantai bahwa pakaian renang mereka tidak diperbolehkan di sana. Meskipun demikian, mereka tetap nekat memasuki kolam dan berenang selama sekitar satu jam, berbaur dengan pengunjung lainnya.
Banyak di antara pelanggan yang bersorak dan bertepuk tangan. Mereka menganggap grup aktivis yang bermarkas di Grenoble (wilayah tenggara Prancis) tersebut melakukan tindakan yang berani.
Hak yang Sama
Berbicara kepada BBC, dua muslimah yang terlibat dalam aksi protes tersebut, Hassiba dan Latifa, mengatakan mereka harus memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya.
"Kami hanya ingin bersenang-senang di kolam renang umum, seperti warga lainnya, untuk menemani anak-anak kami kapan pun mereka ingin berenang saat cuaca sangat panas di musim panas," ucap Hassiba.
"Kami harus berjuang melawan kebijakan dan prasangka diskriminatif di Prancis, karena kami sebenarnya kehilangan hak-hak sipil kami untuk mengakses layanan publik dan infrastruktur yang dimiliki oleh pemerintah kota," lanjut Latifa.
Dalam sebuah unggahan Facebook, Citizen Alliance of Grenoble menuliskan langkah itu sebagai bagian dari kampanye yang dimulai pada Mei 2018, dengan petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 600 muslimah. Mereka mendesak Wali Kota Genoble, Eric Piolle, untuk mereformasi aturan yang berlaku di kolam renang umum.
Menanggapi protes hari Minggu tersebut, anggota partai kanan-tengah Prancis, The Republicans, Matthieu Chamussy, mengemukakan pandangan: "Islam radikal bergerak maju selangkah demi selangkah dan menyebabkan perempuan mengalami kemunduran."Â
Advertisement