Liputan6.com, Jakarta - Cita Tenun Indonesia (CTI) baru saja merayakan ulang tahun ke-14 pada 28 Agustus 2022. Di usia 'remajanya,' yayasan yang berfokus pada pelestarian tenun Indonesia itu menyatakan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam waktu mendatang.
Sjamsidar Isa, salah satu pendiri CTI, menyebut bahwa tenun Indonesia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki tenun dari negara lain, yakni keragamannya yang terbentang dari Aceh sampai Indonesia Timur. Karena itu, upaya pelestariannya tak bisa dilakukan sendirian.
"Kerjanya masih banyak karena sebetulnya di Indonesia, keberadaan tenun sangat-sangat luas, dari Aceh sampai yang sudah kami ketahui sampai ke Maluku, dan yang kami lakukan masih sedikit sekali," kata perempuan yang akrab disapa Cami itu dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2022.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu program yang konsisten dilaksanakan adalah melatih para perajin tenun di berbagai daerah. Total ada 22 sentra yang menjadi binaan CTI sejak 14 tahun lalu. Mereka menggandeng sejumlah profesional untuk mengoptimalkan pelatihan.
Ada desainer fesyen yang dilibatkan, seperti Priyo Oktaviano, Didi Budiarjo, Auguste Soesastro, Denny Wirawan, dan Era Soekamto untuk memanfaatkan tenun sebagai produk fesyen. Begitu pula dengan desainer interior agar tenun bisa diaplikasikan di beragam ruang di dalam rumah.
"Banyak yang tidak dikenal masyarakat adalah textile designer yang diwakili Ibu Ratna Panggabean. Kita juga gandeng ahli pewarnaan, juga antropolog, kemudian ada motivator," sambungnya.
Elemen lain yang tak kalah penting adalah sponsor. Ia mengaku pihaknya kini kesusahan mendapat dukungan sponsor agar program bisa terus berjalan. "Karena mungkin belum mengenal tenun. Kalau sudah kenal, pasti membantu," ujar Cami.
Â
Lebih Sejahtera
Ketua CTI, Okke Hatta Rajasa, menekankan bahwa tim kerja yang dimiliki CTI penting agar penenun bisa lebih sejahtera. Karya mereka bisa dihargai lebih bila kualitas karya yang dibuat dengan tangan itu bertambah.
"Tanpa tim ini, kita akan kesulitan memasarkan karya ini," kata dia.
Itu pula yang diungkap Dhani Dahlan yang bertanggung jawab dalam kontrol kualitas di CTI. Dari tahun ke tahun, ia melihat penerimaan masyarakat atas produk tenun meluas. Tidak hanya oleh perempuan, laki-laki pun kini bersedia memakai busana berbahan tenun.
"Dari sisi busana sekarang tidak hanya sarung, tapi juga mereka mau dipakai saat liburan karena desainnya yang lebih versatile, bahkan bisa dipakai untuk aksesori, seperti tas dan sandal. Rambahannya juga cukup luas," ujarnya.
Peningkatan minat itu menjadi bukti nyata bahwa pelatihan yang diberikan memang ada hasilnya. Perajin sebelumnya sempat skeptis menanggapi tawaran pelatihan itu.
"Saat kita bilang punya galeri untuk bantu pemasaran, mata mereka langsung berbinar-binar. Tapi, apa yang kita bantu jual di galeri tentu sesuai kriteria karena kan hasil pelatihan," imbuh Dhani.
Advertisement
Luncurkan Buku dan Podcast
CTI juga berharap lebih banyak anak muda yang peduli dan menyukai tenun. Karena itu, mereka membuat pendekatan baru dengan meluncurkan podcast.
"Dengan podcast ini harapannya CTI lebih dekat lagi dengan audiens. Anak-anak muda bisa mendengarkan sambil melakukan kegiatannya," ujarnya.
Banyak narasumber dihadirkan. Isunya pun beragam, mulai dari sejarah tenun hingga hal-hal lain berkaitan pengembangan tenun di Indonesia. Podcast tersebut akan tayang di Spotify dengan nama Bicara Cita.
Selain itu, mereka juga meluncurkan ulang buku berjudul Woven Indonesian Textiles For The Home untuk mengenalkan tenun sebagai bagian dari interior. Buku itu diharapkan bisa menginspirasi publik bagaimana menggunakan tenun sebagai interior rumah.
"Bukunya bisa dibeli di Gelri CTI yang sementara ini kita hadir di Bika Living Kemang," ujar Bianca Adinegoro, Humas CTI.
Di tempat lain, persoalan suplai benang ternyata memengaruhi produksi perajin tenun di Sumatra Utara. Hal itu mempersulit perajin dalam menetapkan harga jual. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut berjanji akan memperlancar distribusi benang ke Sumut.Â
Ketersediaan Benang
"Kita upayakan distribusi benang. Kita akan buat distributor atau bagaimana nantinya, ttapi yang pasti akan diupayakan tahun depan," kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Sumatra Utara (Dekranasda Sumut), Nawal Lubis, dikutip dari kanal Regional Liputan6.com.
Bila ketersediaan benang dan pewarna alami terjamin, Nawal meyakini tenun Sumut akan dapat lebih bersaing. Apalagi, hasil tenun Sumut sangat diminati masyarakat, baik dalam maupun luar negeri.
"Produk kita sangat diminati. Kemarin waktu Ibu Panglima TNI, Ibu Hetty, borong hasil tenun Sumut. Begitu juga saat W20, mereka suka sekali dengan tenun kita," ucapnya.
Nawal mengatakan, pewarna alami saat ini memiliki nilai jual yang bagus. Bahan baku yang sering dijadikan pewarna alami, seperti tawas, tunjung, kayu zior, secang, kayu kuning, atau jolawe.
"Produk ramah lingkungan banyak dilirik saat ini. Kita punya banyak bahan baku dan konsep-konsep go green, back to nature, diminati. Jadi, produk kita harus unggul di situ," ucapnya.
Advertisement