Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi seputar model AI berlanjut. Kali ini, giliran Levi's yang menghadapi kritik publik karena menggunakan model AI dalam kampanye mereka. Pasalnya, keputusan merek pakaian denim asal Amerika Serikat (AS) itu memakai model AI dianggap mematikan pekerjaan manusia.
Dalam penjelasannya, dikutip dari SCMP, Jumat (31/3/2023), Levi's mengatakan keputusan menggunakan model yang dihasilkan AI bukanlah "sarana memajukan keragaman" atau menggantikan tindakan nyata. Ini merujuk pada kemitraan dengan Lalaland.ai, sebuah perusahaan AI yang didirikan pada 2019, untuk menggunakan model AI dengan warna kulit dan tipe tubuh lebih beragam.
Baca Juga
"Dengan avatar yang menyoroti keberagaman, perusahaan bertujuan menciptakan pengalaman berbelanja yang lebih inklusif, pribadi, dan berkelanjutan untuk merek, pengecer, dan pelanggan fesyen," kata Levi’s.
Advertisement
Namun, warganet mengatakan model AI adalah cara yang malas untuk mengatasi masalah keragaman, dan berarti bahwa model asli akan kehilangan kesempatan untuk dipekerjakan dan dibayar Levi's. "Keanekaragaman Anda tidak diperhitungkan jika Anda tidak mendiversifikasi siapa yang digaji," tulis seorang pengguna Twitter.
"Sepertinya mereka mencoba mengambil jalan pintas menuju keuntungan komersial dengan mendemonstrasikan model yang lebih representatif, tanpa melakukan pekerjaan sebenarnya," sebut Shereen Daniels, CEO dan pendiri, HR Rewired.
Kendati demikian, dalam pernyataannya pada Rabu, 29 Maret 2023, Levi's mengatakan, "Kami tidak mengurangi rencana pemotretan langsung, penggunaan model langsung, atau komitmen kami bekerja dengan beragam model."
"Teknologi Lalaland.ai, dan AI secara lebih luas, berpotensi membantu kami dengan memungkinkan kami menerbitkan lebih banyak gambar produk kami pada berbagai tipe tubuh dengan lebih cepat," imbuhnya.
Tuntut Transparansi Rencana Mengatasi Masalah Keragaman
Daniels mengatakan bahwa kelompok etnis minoritas diperkirakan akan berlipat ganda di Inggris pada 2061 dan merupakan hampir sepertiga dari populasi. Sementara, pendapatan tahunan mereka juga diperkirakan berlipat ganda jadi 575 miliar pound sterling, menurut sebuah laporan raksasa periklanan WPP.
Itu merupakan peluang komersial yang sangat besar, tambah Daniels. Levi's membahas beberapa kekhawatiran yang diangkat dalam pernyataannya, tapi tidak memberi rincian lebih lanjut tentang bagaimana rencananya mengatasi masalah keragaman.
Menyusul kematian George Floyd pada 2020, perusahaan mengatakan akan mempekerjakan kepala keragaman dan inklusi, "menghidupkan kembali" pencarian direktur kulit hitam untuk bergabung dengan dewan direksi dan melatih karyawan tentang anti-rasisme dan kesetaraan ras.
Daniels mengatakan, ia ingin Levi's, dan para pesaingnya, jadi lebih transparan tentang upaya mereka dalam mengatasi rasisme sistemik, serta menciptakan lapangan permainan yang setara bagi karyawan dan pelanggan. Representasi visual hanyalah satu bagian kecil, dan dangkal, dari persamaan itu, katanya.
Advertisement
Model AI di Sampul Majalah Vogue Singapura
Sebelum ini, Vogue Singapura telah merilis potret model AI di sampul majalah terbaru edisi Maret 2023 mereka. Ini merupakan kali pertama model AI muncul sebagai sampul majalah mode terkenal.
Desmond Lim, pemimpin redaksi baru Vogue Singapura, menjelaskan bahwa gagasan ini datang dari Varun Gupta, seorang direktur kreatif dari agen konten India, We Create Films. Avatar AI pada sampul Vogue Singapura bermaksud memberi penghormatan pada inovasi dan tradisi di dunia fesyen.
Model AI di sampul majalah tersebut terdiri dari tiga wanita Asia Tenggara, yang diberi nama Aadhya, Faye, dan Melur. Visualnya terinspirasi dari gambar wanita Asia Tenggara pada awal abad ke-20, dan hasilnya mewakili "etnis dan warisan unik mereka," tulis Lim dalam artikel yang dimuat di Vogue Singapura.
Di salah satu sampul, terlihat seorang wanita tersenyum mengenakan maang tikka, perhiasan yang biasanya dipakai wanita India di dahi mereka. Dalam proses pembuatan, alat pencitraan AI, seperti Midjourney dan Dall-E, digunakan.
Kekhawatiran Seputar Kemunculan Model AI
Majalah Vogue Brasil edisi Maret 2023 juga menciptakan sejarah dengan menampilkan enam sampul yang dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI), berkolaborasi dengan fotografer Zee Nunes. Beberapa pelaku industri mode berpendapat bahwa kolaborasi antara Vogue Singapura dan AI mampu mendorong batas-batas kreativitas dalam industri mode.
Fotografer Vogue Meksiko Jon Gacela menilai bahwa sekarang saatnya industri mode mengejar AI. Sampul Vogue Singapura "mencerminkan momen yang sangat penting untuk menggabungkan seni dan teknologi, yang berada tepat di saat ini," ucap Gracela.
Ia berpendapat bahwa sampul tersebut menonjol karena mampu menampilkan wanita Asia Tenggara yang tradisional, tapi menata ulang budaya dengan teknologi baru. Sementara, seorang model dan fotografer fesyen bernama Kyle Glenn dari New York mengatakan bahwa avatar AI dapat menghasilkan gambar-gambar luar biasa.
Tapi, ia khawatir jika teknologi ini mendominasi industri majalah mode, berarti tidak lagi ada tempat bagi model manusia. "Budaya ini tidak diwakili orang-orang yang saat ini tinggal di dalamnya. Ini adalah AI yang mengambil info dari miliaran foto dan informasi umum tentang budaya ini untuk membuat gambar," ucap Glenn.
Ia menghargai kebaruan karya tersebut selama tidak mendominasi sampul majalah dan industri mode pada umumnya. Glenn merasa gambar wanita ini terlihat sangat nyata.
Advertisement