Jakarta - Seorang wanita berbaju hitam dengan potongan rambut pendek sibuk menata mejanya dengan mengatur botol-botol plastik berisi minuman jamu dengan berbagai rasa. Ia juga dibantu oleh beberapa rekannya, dan sesekali memantau anaknya yang sedang bermain di area taman.
Wanita tersebut bernama Puri Larasati, seorang pegiat jamu yang semangat mengajak para wartawan dan pengunjung untuk mencicipi jamu botolan miliknya di acara sebuah komunitas di Jakarta Selatan. Mengutip Antara, 8 November 2022, wanita yang akrab disapa Puri itu sudah kurang lebih dua tahun menggeluti bidang kuliner jamu. Alasannya bisa dibilang sederhana.
Baca Juga
Berawal saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia pada 2020, semua sekolah termasuk tempat anaknya menimba ilmu diharuskan tutup. Ia pun melihat ada seorang penjual jamu gendongan yang masih berjualan walaupun sekolah sedang tidak mengadakan pembelajaran tatap muka. Merasa iba, ia akhirnya 'bernegosiasi' dengan Mbok jamu itu untuk membantu menjualkan dagangannya.
Advertisement
Puri dan Mbok jamu pilihannya itu kemudian menjajakan dagangannya, ia pun memilih metode berjualan daring karena situasi pandemi. Tak disangka, minat pembeli cukup besar. Sampai akhirnya ia juga membuka toko fisik di daerah Jakarta Selatan.
Namun, saat situasi pandemi semakin tidak menentu, Mbok jamu itu harus pulang kampung karena panggilan keluarga. Sempat kebingungan mencari-cari pembuat jamu lain, Puri memutuskan untuk mencoba mengkreasikan jamu sendiri berdasarkan apa yang pernah ia lihat dan rasakan.
Setelah beberapa kali mencoba berbagai resep dan racikan, alumnus ITB ini menemukan racikan jamu khasnya sendiri untuk melanjutkan berjualan jamu yang dikemas dalam botol. Menurut Puri, rasa jamu racikannya memang tidak seperti Mbok jamu biasa, tapi ia pastikan lidah kaum urban masih dapat menerima rasanya.
Â
Â
Beragam Rempah untuk Dibuat Jamu
Hal itu jadi alasan Puri untuk tetap mempertahankan produk jualannya agar tidak kehilangan pembeli yang sudah menjadi pelanggannya. Puri meracik jamu sendiri dan mengaku masih banyak bahan-bahan rempah yang ingin ia kembangkan menjadi produk jamu. Saat itu, bahan-bahan yang biasa ia pakai untuk membuat bermacam jamu antara lain kunyit, jahe, kayu manis sampai biji pala.
Bermacam daun-daunan pun juga ia coba kreasikan seperti pandan, sereh, dan bunga telang. Meskipun beberapa daun-daunan rempah ini hanya bisa digunakan sebagai 'pemanis' karena tidak banyak yang bisa dieksplorasi.
Bukan itu saja, Puri juga masih ingin mengembangkan rempah-rempah lainnya untuk jamu, salah satunya yang berbahan dasar temulawak. Dari belajar meracik jamu sendiri, Puri akhirnya menyadari bahwa rempah-rempah Indonesia sangat kaya dan rasanya pun bisa berbeda-beda bergantung dari cara memasaknya.
Ada sejumlah alasan bermacam jenis rempah dieksplorasi untuk dibuat jamu. Saat ini banyak yang mengasosiasikan jamu hanya sebagai obat. Anggapan itu pun bisa ditepis, dan bergeser bahwa jamu juga bisa dinikmati layaknya kopi yang sudah berkembang seperti sekarang.
Menurut Puri, jika dulu minum jamu sudah menjadi tradisi keluarga, sekarang kebiasaan itu sudah mulai memudar karena terganti obat kimiawi yang mudah ditemukan di apotek. Situasi itu membuat masyarakat sekarang sudah kehilangan memori rasa dari jamu itu sendiri.Â
Â
Advertisement
Budaya Minum Jamu dan Kopi
Itulah kenapa Puri menjadikan jamu sebagai pilihan usahanya agar mengenalkan kembali rasa jamu yang mungkin sudah banyak dilupakan orang. Puri ingin mengenalkan rasa utama dari rempah itu sendiri.
Ia mengajak masyarakat yang mencoba jamunya untuk menceritakan rasa yang mereka kecap yang ia sebut dengan profil rasa. Rasa jamu yang pahit , karena sudah tercampur dengan pahitan seperti sirih atau kapur. Padahal, jika dicicipi rasa asli dari rempah itu sendiri bisa dibilang netral, tidak asin maupun manis.
Dengan mengeksplorasi profil rasa yang terasa pada lidah menurutnya bisa menepis anggapan bahwa jamu selalu identik dengan obat dan rasa tidak enak, dan menggeser menjadi minuman sehari-hari yang enak sekaligus sehat.
Seiring berjalannya waktu dan usaha jamu yang digelutinya, Puri bercita-cita ingin menjadikan kebiasaan minum jamu seperti minum kopi pada kaum urban sekarang. Alasannya, kopi sudah sangat berkembang dan dapat mengangkat industri dan ekosistem di sekitarnya. Ini juga bisa menjadi sesuatu yang dibanggakan petani jika hasil alam yang mereka tanam bisa dinikmati bukan hanya untuk obat tetapi sebagai minuman sehat sehari-hari.
Budaya minum jamu saat ini memang masih kalah populer dari kebiasaan anak muda ngopi atau nongkrong di coffee shop. Hal itu terlihat dari bermunculannya kedai-kedai kopi masa kini di sudut kota yang merambah hingga daerah lain di Indonesia.Â
Â
Kendala dalam Memproduksi Jamu
Tentu tak ada salahnya, kopi pun membawa dampak signifikan pada perkembangan industri kopi Tanah Air dan petani di daerah. Namun jamu, memiliki rentetan sejarah lain Indonesia di mana dulu jadi lalu lintas jalur rempah.
Meski begitu, masih ada berbagai kendala yang ditemukan dalam memproduksi jamu, yakni perlu peningkatan kualitas rempah yang diproduksi petani. Rempah yang dipanen masih bergantung pada cuaca Indonesia yang kadang kering atau hujan, sehingga mempengaruhi kandungan air dari rempah tersebut.
Untuk menjangkau ke tingkat petani, Puri bekerja sama dengan Yayasan Negeri Rempah yang merupakan organisasi nirlaba berbasis komunitas. Komunitas ini berfokus pada rempah karena memberikan perspektif kontekstual yang unik sebagai pintu masuk untuk mendorong publik agar memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap keragaman yang telah membentuknya.
Yayasan Negeri Rempah dan juga komunitas Rasasastra yang dibentuk Puri berharap masyarakat semakin teredukasi dengan kekayaan rempah Indonesia. Salah satunya dengan berbagai literasi termasuk lisan atau berdongeng dan workshop bersama komunitas.
Â
Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.
Â
Advertisement