Liputan6.com, Jakarta - Putra mahkota Bahrain Sheikh Salman bin Hamad Al-Khalifa menyerukan "pertukaran sandera" antara Hamas dan Israel yang menurutnya dapat mengakhiri perang Israel-Hamas di Jalur Gaza. Pangeran Salman juga mengatakan bahwa keamanan tidak akan terwujud tanpa solusi dua negara, di mana ia menggambarkan AS sebagai mediator yang "sangat diperlukan” untuk mencapainya.
"Ini adalah waktu untuk berbicara gamblang," katanya, dilansir dari Arab News, Sabtu (18/11/2023). Pangeran Salman mendesak Hamas membebaskan perempuan dan anak-anak Israel yang disandera. Lalu bagi Israel, ia meminta negara itu membebaskan perempuan dan anak-anak Palestina dari penjara.
"Tujuannya untuk 'rehat' sehingga orang-orang dapat mengambil stok (barang kebutuhan sehari-hari yang makin tipis di Gaza), menguburkan orang-orang yang meninggal, orang-orang akhirnya dapat mulai berduka, dan mungkin orang-orang dapat mulai bertanya pada diri mereka sendiri tentang kegagalan intelijen yang menyebabkan krisis ini," katanya.
Advertisement
Qatar dilaporkan memimpin upaya mediasi antara Hamas dan pejabat Israel untuk pembebasan lebih dari 240 sandera. Bahrain menjalin hubungan dengan Israel pada 2020 berdasarkan Perjanjian Abraham yang ditengahi AS, sebagian didorong keprihatinan bersama terhadap Iran.
Bahrain adalah mitra keamanan penting AS, yang jadi tuan rumah bagi Armada Kelima Angkatan Laut AS. Pangeran Salman menggambarkan situasi di Gaza sebagai "tidak dapat ditoleransi," mengutuk Hamas atas serangannya pada 7 Oktober 2023 dan Israel atas "kampanye udara" yang dilancarkan sebagai balasan.
Garis Merah Konflik Israel-Hamas
Pangeran Salman menguraikan apa yang ia katakan sebagai garis merah dalam konflik tersebut, termasuk pemindahan paksa warga Palestina, "sekarang atau tidak selamanya," pendudukan kembali Israel di Gaza, dan ancaman militer dari Gaza terhadap Israel.
Ia juga menyerukan pemilihan umum Palestina setelah perang berakhir, yang akan mengarah pada "perdamaian yang adil dan abadi," yang ia gambarkan sebagai pembentukan negara Palestina yang menurutnya juga akan mengarah pada keamanan dan stabilitas bagi Israel.
"Konflik ini telah jadi luka terbuka dan berkelanjutan di Timur Tengah selama 80 tahun terakhir," katanya.
Lebih dari 12 ribu warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Gaza, menurut pejabat kesehatan Gaza. Pihak berwenang Israel mengatakan 1.200 orang terbunuh pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 warga Israel dan warga negara asing disandera.
Pertukaran sandera dinilai sebagai satu-satunya cara untuk menghentikan kekerasan sehingga bantuan kemanusiaan seperti obat-obatan, bahan bakar untuk menyalakan mesin medis, dan makanan dapat diberikan pada warga Palestina di Gaza, kata Pangeran Salman.
Advertisement
Merangsek Masuk ke Rumah Sakit di Gaza
Sementara itu, pasukan Israel telah merangsek masuk ke Rumah Sakit al-Shifa di Gaza dua hari berturut-turut pada Rabu, 15 November 2023 dan Kamis, 16 November 2023. Pada Rabu, militer Israel dilaporkan menyerbu fasilitas medis terbesar di wilayah kantong tersebut mulai pukul 02.00 dini hari, waktu setempat.
Melansir Al Jazeera, Sabtu (18/11/2023), Israel telah lama mengklaim bahwa Hamas menggunakan rumah sakit tersebut sebagai pusat komando. Tentara Israel mengatakan serangan itu telah membantu menemukan bukti yang mendukung pernyataan mereka.
Jadi, apa saja klaim penemuan Israel? Militer negara itu merilis rekaman video dari dalam gedung yang dirahasiakan di dalam kompleks fasilitas medis, katanya. Rekaman tersebut menunjukkan tiga tas ransel yang diklaim ditemukan tersembunyi di laboratorium MRI, masing-masing berisi senapan serbu, granat, seragam Hamas, dan jaket antipeluru.
Selain itu, tentara juga menunjukkan senapan serbu tanpa klip amunisi dan sebuah laptop. Juru bicara militer Israel Jonathan Conricus mengatakan, "Senjata-senjata ini sama sekali tidak ada gunanya jika berada di dalam rumah sakit," seraya menambahkan bahwa ia yakin bahan-bahan tersebut "hanya puncak gunung es."
Pada hari-hari menjelang penyerbuan, Israel bersikeras bahwa Hamas mengoperasikan terowongan bawah tanah di bawah bangunan Rumah Sakit al-Shifa. Mereka juga mengklaim bahwa rumah sakit tersebut adalah pusat komando dan pos militer Hamas.
Klaim Israel juga didukung Presiden Amerika Serikat Joe Biden, yang menuduh Hamas melakukan kejahatan perang dengan menempatkan markas militernya di bawah rumah sakit. Namun, lebih dari 24 jam setelah serangan Israel dimulai, tentara negara itu belum menunjukkan bukti adanya terowongan atau pusat komando militer Hamas di bawah bangunan rumah sakit.
Dibantah Hamas
Sekretaris jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, mengatakan bahwa apa yang ditunjukkan Israel dalam video dari bawah Rumah Sakit al-Shifa sejauh ini bisa dengan mudah ditanam pasukan tentara itu sendiri.
"Yang mereka tunjukkan hanyalah Kalashnikov dan laptop yang bisa saja mereka letakkan di sana dengan mudah dan mengklaim bahwa benda itu ditemukan di sana," kata legislator veteran Palestina itu pada Al Jazeera.
Di X, sebelumnya Twitter, tentara Israel pertama kali mengunggah video yang mengajak pemirsa berkeliling melalui ruangan-ruangan di al-Shifa, yang dikatakannya tanpa editan atau pemotongan apapun. Namun, unggahan yang dimaksud dihapus.
Mereka kemudian mempublikasikan ulang video yang hampir identik, dengan beberapa penyesuaian. Di platform sosial, hal ini semakin memicu pertanyaan tentang kebenaran klaim Israel.
Di sisi lain, Hamas membantah dan menampik pernyataan terbaru militer Israel. "Pasukan pendudukan masih berbohong, karena mereka membawa sejumlah senjata, pakaian, dan peralatan, lalu menempatkannya di rumah sakit dengan cara yang memalukan," kata anggota senior Hamas yang berbasis di Qatar, Ezzat El Rashq.
El Rashq menambahkan bahwa Hamas telah berulang kali meminta komite PBB, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Komite Palang Merah Internasional untuk memverifikasi klaim Israel atas terowongan Hamas di bawah rumah sakit Gaza.
Barghouti mengatakan, Israel terus-menerus menolak seruan pembentukan tim internasional independen untuk menyelidiki situasi di al-Shifa. "Israel tidak menginginkan hal itu karena mereka tahu mereka berbohong," katanya.
Advertisement