KAI Desak DPR Segera Sahkan RUU Advokat

Menurut Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) ada beberapa hal yang membuat pihaknya mendukung RUU Advokat.

oleh Edward Panggabean diperbarui 15 Sep 2014, 08:39 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2014, 08:39 WIB
Gaya Unik Ribuan Advokat Saat Aksi di Bundaran HI
Pengacara wanita kompak memakai kacamata modis berwarna hitam saat aksi di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (11/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Indra Sahnun Lubis mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Advokat sebagai penganti UU Nomor 18 Tahun 2003 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi karena bertentangan dengan tujuan pembentukan UU itu sendiri.

"Untuk itu, KAI menilai UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat perlu diganti dengan UU yang baru. Karenya KAI mendesak DPR agar RUU  Advokat Tahun 2014 yang saat ini sedang digodok, segera diundangkan," ujar Indra dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu (14/9/2014).

Indra menjelaskan ada beberapa hal yang membuat KAI mendukung RUU, karena UU Nomor 18 itu menghendaki profesi advokat berada dibawah naungan 1 organisasi advokat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 1.

Selama ini kata dia, UU No 18 Tahun 2003 hanya menunjukkan sistem single bar atau organisasi advokat yang tunggal. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan kehendak para advokat, sebab sudah tidak mampu menghimpun dan melindungi kehendak seluruh advokat.

"Karenanya dalam rangka meminimalisir polemik yang muncul terkait Organisasi Advokat yang diakui di Indonesia, maka semua aspirasi para advokat menghendaki kebebasan dalam berorganisasi, dengan sistem multi-bar (jamak)," ujar dia.

Sistem multi-bar, menurut Indra sudah ideal untuk berlaku di Indonesia. Hal itu agar organisasi advokat yang ada saat ini tetap diakui keberadaannya, dan advokat berhak untuk membentuk organisasi advokat baru sesuai persyaratan yang telah ditentukan.

Sementara, Ketua Harian DPP KAI Sahala Siahaan mengatakan, UU No 18 Tahun 2003 merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang banyak diajukan untuk dilakukan perubahan melalui permohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Antara lain, Putusan Perkara No. 006/PUU-II/2004 yang amar putusannya menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan; dan menyatakan Pasal 31 UU Nomor 18 Tahun 2003 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," sambung Sahala.

Kemudian ada Putusan Perkara MK No. 101/PUU-VII/2009, yang amar putusannya menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian, dan menyatakan Pasal 4 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa.

"Dengan begitu banyak respons dari advokat terkait ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 18 (2003), yang salah satunya ditunjukkan dalam permohonan uji materiil, maka hal itu jelas menunjukkan para advokat menghendaki dilakukan amandemen terhadap UU Nomor 18 Tahun 2003 tersebut," ungkap dia.

Karena itu KAI mendesak DPR agar RUU Advokat yang sekarang sedang dibahas, segera diundangkan.

Sedangkan, Sekjen DPP KAI Apolos Djara Bonga membantah bahwa amendemen terhadap UU Nomor 18 itu perlu dilakukan bukan untuk kepentingan organisasi advokat. Namun semata-mata hanya untuk kepentingan para advokat Indonesia sendiri.

Menurut Apolos, para advokat yang secara de facto menghendaki organisasi advokat dengan sistem multi-bar, tidak berarti organisasi Advokat berhak melaksanakan tugas dan fungsinya secara bebas tanpa pengaturan yang jelas.

"Namun tetap perlu ada dibentuk Dewan Advokat Nasional sebagai pembuat kebijakan, pengaturan mekanisme pengawasan dan penegakan Kode Etik Advokat tunggal," tandas Apolos.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya