Liputan6.com, Yogyakarta - Mengajar anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Yapenta Yogyakarta sudah menjadi kegiatan sehari-hari Safrina Rovasita, warga Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga penyandang cerebral palsy (CP) yakni suatu kelainan pada otak.
Seperti dalam Pantang Menyerah yang ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Rabu (24/9/2014), menjadi guru adalah tantangan bagi Safrina, di samping sebagai penyandang CP ia sulit mengendalikan gerakan anggota badan dan sulit berbicara.
Baca Juga
"Emang saya mengajari layaknya SD biasa yang kalau di bawah rata rata, saya mengajari kemampuan fungsional seperti makan bagaimana. Minum saya ajari bahkan saya mengajari bagaimana merespons," ujar Safrina Rovasita
Advertisement
Lahir dari keluarga sederhana, putri pasangan Suprapto dan Masriyah ini sejak kecil dikenal pandai. Safrina selalu meraih peringkat atas di kelasnya. Bungsu dari 4 bersaudara ini juga menyelesaikan kuliah dengan cepat dan memperoleh nilai yang memuaskan.
Tamat kuliah tahun 2010, Safrina langsung diterima sebagai guru honorer di Yayasan Sekolah Luar Biasa Yapenta, tempat ia dulu menuntut ilmu. Di samping punya prestasi akademis tinggi, Safrina gemar menulis. Sejauh ini 6 tulisannya telah dimuat di koran dan majalah.
"Mereka membutuhkan pendidikan selain terapi dan kesehatan lainnya, terapi sendiri itu satu pertemuan 50 ribu, bayangkan," kata Safrina Rovasita.
Safrina membuktikan keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk menjadi guru dan menyebar manfaat untuk orang lain. Safrina bahkan membentuk sebuah komunitas untuk mewadahi keluarga para penyandang CP. Dalam komunitas ini tiap anggota bisa saling menghibur dan memotivasi.
"Wahana keluarga CP itu karena saya sendiri CP, saya senang kalau berkumpul dengan CPÂ bisa membantu mereka dan untuk di kampung yang mengenalkan difabel, karena saya pingin negara kita 25 tahun ke depan waktu anak-anak jadi pejabat harapan saya mereka lebih sensitif," harap Safrina Rovasita.
Langkah mulia Safrina untuk berbagi belum akan berhenti, ia ingin kaum difabel seperti dirinya sama dengan guru kebanyakan.
"Kalau difabel itu lebih diawasi dalam kenyataannya, apakah itu dilaksanakan atau di kertas saja," kata Safrina Rovasita.
Mengajar tidak hanya untuk anak-anak didiknya untuk mendapatkan ilmu, namun ia juga ingin memberikan ilmunya kepada di mana ia tinggal.
"Saya mengajar bukan untuk murid saya saja, tapi juga untuk lingkungan saya" tegas Safrina Rovasita.
Baca juga:
Semangat Sri Lestari dalam Kelumpuhan
Kegigihan Tunadaksa yang Sukses dengan Pabrik Sandal Gunung
Kebutaan Tak Menghalangi Keluarga Ini Hidup Mandiri
(Ans)